Sabtu, 30 Juni 2007

Ada Apa Sih Dengan Aku dan Pintu?

(Originally Written : 20 Juni 2007)

Well, aku dan pintu memang bukan pasangan ideal yang bisa hidup dengan rukun sejahtera, hidup berdampingan dengan saling menyayangi. Ingat insiden tersangkut di gagang pintu waktu wawancara PKM di Faperta? Ternyata ga usah jauh-jauh, pintu Lab Analitik di Lab Dasar Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam juga telah ikut dalam barisan pintu yang memusuhi diriku.
Pagi ini, secara aku merasa begitu banyak kerjaan (You know, keluhan biasa para kaum pekerja : So little time, so much to do...), datanglah aku ke Lab Dasar di pagi buta. Oke, aku bo’ong. Ga pagi buta banget. Udah jam 8. Tapi secara jam segitu yang namanya lab dasar belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang berarti, boleh dong aku menyanjung diriku sendiri?
I should have known from the start, bahwa kejadian emosionil sebelumnya yang disebabkan ketegaan sopir DAMRI untuk menelantarkan para pengguna jasa bus penghubung Banjarmasin-Banjarbaru, mungkin sudah merupakan tanda-tanda dari Tuhan bahwa, once again, as usual, bakal ada kejadian memalukan lagi yang menimpa gadis manis yang bodoh ini.
Sampai di lab, ternyata kunci Lab Analitik ga ada. Tertuduh utama? Ervan dong.... Secara dia yang kerja sampai sore banget....
Demi niat muliaku untuk menuntaskan kerjaan, aku menggeledah segala kemungkinan untuk mencapai Lab Analitik. The brightest idea was, lewat ruangan Dewi dan Sunardi, yang persis di sebelah Lab Analitik dan saling terhubung lewat pintu tembus. Setelah mengkonfirmasi ulang ke-valid-an kunci yang ada, aku berusaha membuka gembok. Sukses! Haha. Senang. Kunci pintu diputar sekali. Jeglek! Sukses lagi. Tambah senang. Dengan semangat menggebu-gebu, masuk, membuka pintu tembusan, dan masuk kedalam Lab Analitik. Naruh tas, kembali ke ruangan Dewi lewat pintu tembus yang sama. Demi alasan keamanan, kulepaslah kunci dan gembok dari gagang pintu sebelah luar. Supaya ga kemana-mana (What? Bukannya kunci memang ga bisa kemana-mana sendiri?), kunci dan gembok kutaruh di atas meja. Supaya kerja di dalam lab lebih tenang, sambil agak bergaya salsa, kudorong pintu ruangan Dewi hingga rapat. Jeglekkk.... Dan aku menatap pintu itu selama sepersekian detik, untuk mendapati kenyataan bahwa gagang pintu sebelah dalam udah ga ada. What? Lalu gimana cara membuka pintu ini? Sedikit besi yang terselip aku coba dorong-dorong. It didn’t work. Pintunya kudorong lagi. It didn’t move. Pintunya aku gedor dengan penuh emosi, it just kept in silence. So, I am officially trapped in the room! Halaaah…. Jam setengah sembilan, jelas belum ada yang mau nongol di lab. Dan Lab Analitik ini posisinya agak isolated gitu, jauh dari mana-mana. Jadi mencoba berteriak-teriak minta pertolongan? Percuma. Buang tenaga.
Sepuluh menit selanjutnya aku cuma berkeliaran tidak jelas dalam lab, thinking of a single way to let me out of this (SILLY and EMBARASSING) situation.
Nyobain nelfon ke kantor Lab, siapa tau ada yang udah datang? Ga bisa. Ga tau nomernya (Ingatkan aku untuk memasukkan no telp. Lab Dasar dalam phonebook, kalo perlu dikasih speed dial sekalian!). Kalaupun punya nomernya, pulsaku Cuma cukup untuk mengirim 2-3 sms. Ke sesama Telkomsel. Oke, coret Lab Dasar dan ruangan PS dari nominasi.
Dosen lainnya? Ga mungkin. Jam segitu adalah jam sibuk dimana semua sedang mempersiapkan keperluan anak/istri/suami. Tergantung yang mana yang mereka punya.
SMS ke mahasiswa? Ga bisa. Mereka lagi ujian. Dan itu artinya aku akan semakin mengokohkan posisiku di mata mereka sebagai dosen paling konyol.
P’Taufiq? Oh, pleaseee..... dan semakin menghancurkan reputasiku yang sudah penuh kenestapaan?
AAAnywaaaaay........ Mungkin Tuhan sadar bahwa aku udah cukup menderita. Di kejauhan, muncullah dewa penyelamatku hari ini: Marjuni, teknisi Lab Fisika. Inget bahwa dulu aku bilang teknisi semacam K’Riza (the Hero of the trapped glass) diciptakan Tuhan to fix all the things that we stupid people have screwed up? Nah, Marjuni ini termasuk golongan itu juga. Secara dia yang datang menyelamatkan diriku, aku betul-betul berterima kasih padanya. Dan memaafkannya. Karena dia perlu waktu 5 menit untuk menempuh jarak 5 meter hingga sampai ke pintu (pintu sialan itu, in case you forget) karena tiap 3 langkah dia berenti untuk tertawa. Aku juga memaafkannya karena setelah membuka pintu, he still needs 5 minutes untuk menghentikan tawanya. Gila, dia ketawa sampai mau nangis gitu!
Aku langsung mengucapkan jutaan (enggak, ga sampe berjuta-juta. Tapi ga enak aja kalo ga hiperbolis) terima kasih. Setelah memastikan bahwa tragedi pintu ini tidak akan menjadi bahan pembicaraan para teknisi dan staf lab dasar di saat makan siang.
Hfff..... Ada apa sih antara aku dan pintu? Kenapa kami tidak bisa saling menerima kekurangan masing-masing dengan penuh keikhlasan????

The Excitement of High School Graduation

(Originally written : 18 Juni 2007)

Dari 3-4 hari yang lalu, salah satu berita yang paling banyak muncul adalah tentang kelulusan SMU. Mulai dari tingkat kelulusan, tingkah laku siswa yang lulus, sampai cara dan sistem pembagian surat pemberitahuan lulus.
Macem-macem banget, walaupun memang perayaan paling dominan oleh orang-orang yang baru saja jadi mantan siswa SMU itu adalah corat-coret baju dan konvoi keliling kota dengan sepeda motor bersuara meraung kencang (Heran deh, apa gunanya maintenance sepeda motor kalo hanya menghasilkan suara yang menyayat hati danmerobek telinga?). Anak-anak yang malang… Kayaknya mereka belum pada nyadar betapa kejamnya dunia ini… Gila aja, itu baru lulus SMA, kayaknya mereka lupa bahwa setelah lulus SMA, bakalan ada keribetan memilih jurusan di Perguruan Tinggi, pusing ikutan SPMB (jaman aku dulu namanya UMPTN, jaman dulunya lagi ada SIPENMARU, terus jaman duluuuuunya lagi ada SKALU. Yeah, our education world DOES evolutes). Selesai SPMB, terlepas dari keterima atau ga terima, di masa kuliah masih ada ke-nestapaan menghadapi OSPEK (Masa Orientasi, just to make it sounds not too rude), bayar uang masuk, bayar SPP, belum lagi menghadapi UTS, UAS, nyusun skripsi, sidang skripsi, dosen pembimbing yang ga jelas maunya apa dan ada dimana… all those hectic times at the university…you name it! Hmm…. Looks like I step way too far ya?
Well, kalopun setelah lulus SMU sudah tidak ada niat mulia untuk melanjutkan pendidikan dalam rangka mensukseskan pembangunan negeri melalu penciptaan SDM yang bemutu tinggi, masalah lain juga siap menanti. Mau nyari kerja aja setelah lulus SMA? Okay, you can be an optimistic person, but please be realistic. Yang namanya bersaing buat dapet kerja sekarang ini tuh lumayan nyeremin banget. Salah satu temen aku pernah ngomong, “Gila ya, dari sekian banyak gedung-gedung di Jakarta, kok ya susah banget nyari kerja?”. Dan yang ngomong gitu adalah temen aku dengan tingkat kecerdasan jauh di atas normal (yang mana aku enggak). Ga cukup Cuma kepintaran buat nyari kerja sekarang ini, tapi juga butuh keberuntungan dan nyali....
Aaaaanyway…kelulusan SMA aku dulu aku lewati dengan datar-datar aja tuh… Apa karena memang sekarang lulus SMA jauh lebih susah kali ya? Kalo sekarang ada UAN, jaman aku dulu namanya EBTANAS. Gini-gini, aku juga sempet jadi anak pintar…. Secara ajaib, dulu aku lulus SMA dengan nilai EBTANAS tertinggi ke-5 di seluruh provinsi! Peringkat 1 nya dari SMUN 1 Banjarbaru (yang katanya kemudian diterima di FK UGM), peringkat 2-5 dari SMUN1 Banjarmasin (sekolahku tercinta...). Peringkat 2, Arie, kabar terakhirnya kuliah di Teknik Informatika ITS bareng ma Chendra yang peringkat 4, dan Herny yang peringkat 3 memutuskan kuliah di Teknik Kimia ITS. Ya…ya… Tuhan memang suka ngasih kejutan-kejutan semacam itu. Aku yang suka ketiduran ini dengan suksesnya menyelipkan diriku di antara para jenius itu...
Lulus SMA, yang ada aku deg-degan setengah idup nungguin hasil PMDK UGM. Gila aja, kebayang ga sih rasanya nunggu-nunggu hal yang menyangkut cerah-uramnya masa depan kayak gitu? Tepat saat aku mutusin just to forget about it...eh… keterima… Hahaha…. Waktu itu rasanya seneng banget...
Yah, lulus SMA ternyata memang menyenangkan kok...

How Would You Describe Yourself?

(Originally Written : 17 Juni 2007)

Anyone who knows me rata-rata akan setuju bahwa aku tuh cerewet. Banget! Hmm…. Aku juga setuju dong… Entah kenapa, aku selalu punya komentar untuk apapun… Dari yang menyangkut kepentingan dunia, sampai dengan hal-hal paling gak penting di alam semesta.
Well, tapi kalo disuruh mendeskripsikan diriku sendiri, kayaknya bisa tergantung kondisinya juga sih… Secara umum, I would prefer to describe myself sebagai seorang miss-panic yang narsistik dan sarkastik… Kalo lagi main game, aku bisa berubah menjadi seseorang yang cerdas, tapi sombong dan licik. Change the situation menjadi suasana kerja di lab, dan aku yang malang ini akan berubah menjadi a silly woman with an embarassing level of stupidity. Tragedi jebakan gelas beker dan kaca arloji kemaren hanya salah satu contoh dari daftar panjang hal-hal konyol yang selalu menyertai perjalanan hidupku… Oh iya….. sebagian kecil dari tulisan ini kudedikasikan untuk salah satu teknisi kami yang super-duper jenius : K’Riza, for he was the only one who can fix the mess I’ve done! Iya sodara-sodara…secara ajaib, hanya dengan tepukan ringan (kali dia sambil ngerapel ilmu juga deh kayaknya)…Pluk! Terlepaslah si kaca arloji yang kemaren seharian penuh kami coba keluarkan dari tempatnya terjebak dengan penuh nestapa di dalam gelas beker. Hahaha…mungkin itulah gunanya Tuhan menciptakan orang-orang semacam K’ Riza, which is to fix all the mess that we, the stupid people, have done…

Heaven in Your Eyes

(Originally Written : 13 Juni 2007)

People react differently kalo lagi (at least, ngerasa) jatuh cinta. Tapi reaksi yang paling umum ditemukan adalah… You become speechless everytime you are near the person you have a crush on. And when you finally say something, what you say is only silly things that you never thought you have ever discussed!!! Sejak kapan topik mengenai cuaca menjadi topik yang BETUL-BETUL menarik untuk dibahas? Please, everybody knows bahwa cuaca terasa panas karena tidak pernah hujan dan sudah masuk musim kemarau. Jadi, how come seseorang masih bisa manggut-manggut penuh pengertian, atau bahkan mengerutkan kening, as if we are talking about the relativity theory?
What happens to me everytime I stand side by side with him (yang mana him disini merujuk ke My Enigma ) is really typical. Not only the things we talked about yang menunjukkan how I turn to be a silly person, gesturku pun dengan sukses menunjukkan bahwa aku telah mengalami retardasi mental secara mendadak kalo harus ngobrol di depan dia. Instead of having eye contact, tiba-tiba saja aku lebih terinspirasi bahwa tiang kayu adalah sesuatu hal yang sangat sophisticated untuk diamati, dan perhatianku dari tiang kayu yang sangat menakjubkan itu hanya bisa dialihkan untuk memelototi kancing baju (which suddenly become invention of the year, for I find it to be more interesting to look at rather than his face).
Kok bisa sih…aku yang selalu punya kata untuk mengomentari segala hal, tiba-tiba saja mengangkat topik bahwa rumput jadi hijau saat musim hujan, dan berubah warna menjadi kekuningan kalo musim kemarau. Kenapa aku tiba-tiba saja jadi ga punya ide untuk mengangkat topik yang lebih cerdas dan berbobot? Saaayyyy…. Betapa harga minyak goreng yang jauh membumbung menyebabkan gorengan secara perlahan tapi pasti menghilang dari pasaran, misalnya (Interupsi! Can such thing considered to be a smart topic, anyway?).
Aaaanyway….mungkin a choice for not to look at him, hanya pilihan alam bawah sadarku untuk melindungi diri, for being even a sillier creature on earth. Entah kenapa, his eyes always make me feel lost in the sky, among the stars…
On my way home, hearing a very antique song (menyebutnya as an old song cuma mengingatkanku bahwa…I am old!!) dari Tommy Page (okay, I admit, I am old, for I growing up listen to his songs, and some from the NKOTB’s) membuat aku sadar. That it is his eyes that makes me freeze and melt at the same time…
…I see heaven in your eyes,
And it puts me in a trance
I loose perspective of who I am, it happens when I glance
I get defenseless from your world, and I don’t know what to do
When we’re together I feel like I can stay forever looking at you
It’s heaven in your eyes…

(Heaven in Your Eyes, Tommy Page)

Me, The Silly One…

(Originally written : 13 Juni 2007)

A fact which is surprising but true, aku berprofesi sebagai dosen. What makes it surprising adalah, there are so many things that I do and say, which can be considered as silly and stupid things… Oke, kadang-kadang I do LOOK like a smart one, apalagi kalo aku lagi ngomong things like this… “ Jadi dalam proses replikasi dan transkripsi, walaupun keduanya diawali dengan tahapan inisiasi, terdapat sedikit perbedaan. Jika pada tahapan replikasi inisiatornya adalah fragmen DNA primer, maka dalam proses transkripsi komponen yang berperan untuk menentukan tahapan inisiasi adalah sub-unit σ dari enzim polimeras RNA yang dikendalikan DNA…”. Seddaappp… it really makes me look smart, doesn’t it? Toh, deretan kebodohan yang aku lakukan mungkin bisa menyaingi panjangnya deret binom manapun…
Kejadian kemaren hanyalah salah satu hal yang menambah daftar panjang kejadian memalukan yang entah kenapa selalu mengiringi aku… Orang-orang DIKTI memutuskan bahwa mereka punya cukup waktu luang tidak hanya untuk mendengarkan presentasi dari para mahasiswa penerima PKM, tetapi juga untuk meninjau langsung, apakah dana yang mereka berikan betul-betul digunakan untuk hal yang sebelumnya dalam proposal telah dengan sangat meyakinkannya kami sebutkan akan kami lakukan. Sayangnya, dengan melakukan peninjauan langsung ke kampus tempat aku mengajar sekarang, sama artinya dengan melakukan lintas alam. Well, sebagai salah satu PTN tertua di Kalimantan, please don’t be surprised bahwa disini melewati jalan tersingkat berarti melewati jalan setapak dengan rumput-rumput ilalang yang lebih tinggi dariku. FYI, the last time aku melakukan pengukuran, tinggiku 146 cm (Yeah, I’m not telling you any lie, so will you please stop giving comment on how tiny I am? I’ve had just enough of it…). Wawancara berlangsung di Fakultas Pertanian, lantai III. Di auditorium itu, dengan maksud mengeluarkan diri dari ruangan tanpa menarik banyak perhatian, aku berusaha menyelinap lewat pintu tanpa mengeluarkan suara gaduh, dan berhasil tersandung pintu dengan suara menggelegar. Seakan dia tidak cukup puas mempermalukan diriku, kancing bajuku tersangkut di pegangan pintu, sehingga daku terjebak di tengah pintu, satu kaki di sebelah luar, satu kaki di sebelah dalam ruangan, wajah putus asa… Ada apa sih dengan aku dan pintu? Sepertinya tidak pernah ada satu pintupun yang bisa aku lewati tanpa membuat diriku sendiri tersandung, terjepit dan hal-hal semacamnya…
Itu cerita kemaren. Hari ini, just like any other day…aku masih melakukan hal-hal bodoh yang entah kenapa, selalu terjadi. Setelah menghabiskan sesiangan bersama kulit udangku tercinta di laboratorium, tibalah saatnya mengerjakan hal yang semestinya bukan hal yang pelik untuk dilakukan : clearing all the mess, termasuk mencuci peralatan-peralatan gelas yang kini juga sudah ikut beraroma udang. Yup, I’m doing chemistry, I hope that can be a good explanation on how come I have to deal with those disgusting things… Those (absolutely smelly) shrimp shells sometimes can be a better option than the other things….
Entah gimana caranya, aku berhasil membuat salah satu gelas arloji terjebak dengan manisnya di dasarr gelas piala, tanpa bisa bergerak ke arah manapun. Don’t ask me how I did it, karena bahkan I don’t know the answer for a more important thing, which is : how to fix it… Thank God, I was not the only one person working at the lab. Jadilah aku mendapatkan bantuan dari Ervan, yang masih ditambah bonus tatapan heran penuh keprihatinan (Ervan, if you have ever read this… I have to admit… I really hate that smile on your face at that time!!!). Adddduuhhh…. Ya ampun…. Senyumnya ga usah sebegitu mencelanya dong!!! Everybody makes silly mistakes every once in a while, rite? Tapi mungkin pada aku frekuensinya jauh lebih sering….
Kalo sudah begini, I often think, bahwa aku bisa lulus tes CPNS itu adalah keajaiban, and only God knows…kok bisa aku jadi dosen….

When You Take it As Your Routine…

(Originally written : 9 Juni 2007)

Pernah ga sih ngerasa, bahwa ada beberapa orang yang merasa that being such an annoying person is just part of their daily routine? Aku ga ngerti deh, how come they come to a conclusion, that being irritated to other people is okay, as long as it’s not killing anybody???? Kadang-kadang, I find that teamwork is fun..when you are doing something together with those people who breathe the air as the way you do it..(oke, ini analogi yang murni berasal dari gua, ga usah mengerutkan kening sambil berpikir siapa yang pernah menimbulkan analogi semacam ini. It’s just me and my drama…). Semenjak sekitar 1 – 1,5 tahun yang lalu, aku menemukan one tiny little fact bahwa aku dan …TIIIIITTT….!!! just cannot go along together when it comes to professional life (Yeah, rite,..who are we? Lawyers or such things?). Aku ngerasa bahwa dia selalu memberikan berbagai alasan, mulai dari yang alasan yang wajar, alasan yang standar, sampai tipe alasan yang lo-pikir-gua-percaya-sama-alasan-sebodoh-itu untuk mengurangi beban kerjanya, which means, menambah beban kerja aku.Tadinya aku cukup berbesar hati untuk menganggap bahwa aku dengan segala ke-hiperbolis-an yang ada pada diriku yang membuat aku selalu memberikan cengiran tidak ikhlas. Disisi lain, who knows, mungkin dia pun menganggap aku orang yang super rese yang selalu meributkan detail dan berbagai hal kecil yang tidak penting (Hey, it matters to ME!). Tapi setelah keluhan dan complain yang sama muncul dari orang-orang yang berbeda…Secercah cahaya munculll…I’m not the only one who finds her ‘that’ way….
And the best thing that I can do, is just to stay as far as I can dari berbagai bentuk kemungkinan dan kesempatan untuk harus bisa bergabung dalam tim yang sama dengan dia (in any kind of job!). Tapi, Tuhan memang kadang-kadang punya selera humor yang aneh. Mau tidak mau untuk tahun ini, I have to be in the same team with her...(God, please don’t give me some more of this…). So, aku mengucapkan selamat datang di dunia kerja yang menyebalkan kepada diriku sendiri. Mulai dari penundaan-penundaan ga penting, sampai dengan tragedi malnutrisi. Dan asal tahu saja, all of those things terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu bulan!
Waktu nelfon Bambang untuk melontarkan segalam macam keluh kesah terhadap ketidakadilan dunia dan kezaliman sang rekan kerja terhadap diriku ini, a short comment from him made me realizes something. “Kamu sadar nggak sih, sudah hampir 2 tahun ini kamu hanya mengeluhkan orang yang sama, dengan keluhan yang sama…”. What? It has been happening for that long?? Suatu hal yang bikin aku sadar, bahwa selama ini aku cuma berani mengeluh, dan menolak menghadapinya secara frontal… One thing for sure, hanya mengeluhkan dirinya saja (kepada orang lain pula…) jelas tidak akan membuat kondisi jadi lebih baik…tidak akan pernah merubah dirinya, for I never told her exactly what irritates me most about her… Sama halnya seperti dia mungkin menganggap bahwa menjadi orang yang membetekan bagi orang lain adalah part of her routine, mungkin aku juga melakukan hal yang sama. Membiarkan dia berbuat seperti itu sampai aku kesel sendiri dan kemudian kembali mengeluhkan dirinya…maybe I also take it as part of my routine…

Sang Penyelamat Dunia...Versi Kami!

(Originally written on 6 Juni 2007)

Aku dan Ita, my sister (suatu fakta yang dengan ikhlas kami terima, for nothing we can do about it), punya SEDIKIT sekali persamaan. Dan di antara yang sedikit itu, kami punya (fortunately) a same sense of humour. We often laugh at not-important-and-stupid-things… Including our selves. Tapi adalah sebuah rahasia yang semua orang tahu (then what the heck I called it as a secret for?) bahwa jauh lebih menyenangkan untuk mentertawakan kebodohan orang lain. That’s the most obvious explanation, kenapa film-film semacam Jomblo (that’s a good example), bahkan Kanan Kiri Oke (A NOT good example) sukses menarik orang untuk datang ke bioskop, dan membayar untuk melihat sekumpulan orang bodoh. Sementara sebagian besar kalangan akademisi (hey, as a lecturer, bukankah aku seharusnya tergolong ke dalam definisi tersebut?) menganggap bahwa stupidity adalah kutukan terbesar di dunia, bagi kami (aku dan Ita, jelas bukan para akademisi that we were talking about) justru it what makes the world goes around. Begitu juga dengan hukum alam, orang baik, cinta dan perdamaian, and such things, you know….
But it is a fact, that stupidity often creates laugh, dan mau dibawa kemana hidup kita di dunia ini tanpa canda tawa yang ceria???
Aku sempat melalui fase dimana aku mencoba memaknai hidup (yeah, give me a break…) dengan membaca karya-karya filosofis… Tapi setelah menyadari bahwa those wise words are too wise for me to understand (Okay, I confess…aku aja yang bolot kalo sudah menyangkut filosofi..), kayaknya kok aku jauh lebih bahagia kalo bisa tertawa ya? With all respect, mungkin berbagai siasat perang dari siapa-itu-namanya-si-filsuf-di-zaman-cina-itu mungkin memang mengagumkan, tapi aku jauh lebih bisa mengerti tentang jungkir-baliknya Rebecca Bloomwood menghadapi berbagai persoalan hidup. Melihat bahwa I’m not the only one who do silly things and say stupid things, it really makes my days brighter… Jadi bagi aku (dan Ita, just to ensure you that I’m not the only one who has this idea), sometimes stupidity, atau ke-bolot-an, ke-lemot-an, they’re not to be avoided at all… Bahkan those silly people in books, movies (or real life, people like us ), menjadi penyelamat hidup bagi kami…. They are the saviour of our lifes, who show that life is nice anyway. Yeah, kita masih punya peperangan, kebencian, iri-dendam (Hah??) dimana-mana... Tapi selama kita masih bisa tertawa, we can face it all...

Sabtu, 30 Juni 2007

Ada Apa Sih Dengan Aku dan Pintu?

(Originally Written : 20 Juni 2007)

Well, aku dan pintu memang bukan pasangan ideal yang bisa hidup dengan rukun sejahtera, hidup berdampingan dengan saling menyayangi. Ingat insiden tersangkut di gagang pintu waktu wawancara PKM di Faperta? Ternyata ga usah jauh-jauh, pintu Lab Analitik di Lab Dasar Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam juga telah ikut dalam barisan pintu yang memusuhi diriku.
Pagi ini, secara aku merasa begitu banyak kerjaan (You know, keluhan biasa para kaum pekerja : So little time, so much to do...), datanglah aku ke Lab Dasar di pagi buta. Oke, aku bo’ong. Ga pagi buta banget. Udah jam 8. Tapi secara jam segitu yang namanya lab dasar belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang berarti, boleh dong aku menyanjung diriku sendiri?
I should have known from the start, bahwa kejadian emosionil sebelumnya yang disebabkan ketegaan sopir DAMRI untuk menelantarkan para pengguna jasa bus penghubung Banjarmasin-Banjarbaru, mungkin sudah merupakan tanda-tanda dari Tuhan bahwa, once again, as usual, bakal ada kejadian memalukan lagi yang menimpa gadis manis yang bodoh ini.
Sampai di lab, ternyata kunci Lab Analitik ga ada. Tertuduh utama? Ervan dong.... Secara dia yang kerja sampai sore banget....
Demi niat muliaku untuk menuntaskan kerjaan, aku menggeledah segala kemungkinan untuk mencapai Lab Analitik. The brightest idea was, lewat ruangan Dewi dan Sunardi, yang persis di sebelah Lab Analitik dan saling terhubung lewat pintu tembus. Setelah mengkonfirmasi ulang ke-valid-an kunci yang ada, aku berusaha membuka gembok. Sukses! Haha. Senang. Kunci pintu diputar sekali. Jeglek! Sukses lagi. Tambah senang. Dengan semangat menggebu-gebu, masuk, membuka pintu tembusan, dan masuk kedalam Lab Analitik. Naruh tas, kembali ke ruangan Dewi lewat pintu tembus yang sama. Demi alasan keamanan, kulepaslah kunci dan gembok dari gagang pintu sebelah luar. Supaya ga kemana-mana (What? Bukannya kunci memang ga bisa kemana-mana sendiri?), kunci dan gembok kutaruh di atas meja. Supaya kerja di dalam lab lebih tenang, sambil agak bergaya salsa, kudorong pintu ruangan Dewi hingga rapat. Jeglekkk.... Dan aku menatap pintu itu selama sepersekian detik, untuk mendapati kenyataan bahwa gagang pintu sebelah dalam udah ga ada. What? Lalu gimana cara membuka pintu ini? Sedikit besi yang terselip aku coba dorong-dorong. It didn’t work. Pintunya kudorong lagi. It didn’t move. Pintunya aku gedor dengan penuh emosi, it just kept in silence. So, I am officially trapped in the room! Halaaah…. Jam setengah sembilan, jelas belum ada yang mau nongol di lab. Dan Lab Analitik ini posisinya agak isolated gitu, jauh dari mana-mana. Jadi mencoba berteriak-teriak minta pertolongan? Percuma. Buang tenaga.
Sepuluh menit selanjutnya aku cuma berkeliaran tidak jelas dalam lab, thinking of a single way to let me out of this (SILLY and EMBARASSING) situation.
Nyobain nelfon ke kantor Lab, siapa tau ada yang udah datang? Ga bisa. Ga tau nomernya (Ingatkan aku untuk memasukkan no telp. Lab Dasar dalam phonebook, kalo perlu dikasih speed dial sekalian!). Kalaupun punya nomernya, pulsaku Cuma cukup untuk mengirim 2-3 sms. Ke sesama Telkomsel. Oke, coret Lab Dasar dan ruangan PS dari nominasi.
Dosen lainnya? Ga mungkin. Jam segitu adalah jam sibuk dimana semua sedang mempersiapkan keperluan anak/istri/suami. Tergantung yang mana yang mereka punya.
SMS ke mahasiswa? Ga bisa. Mereka lagi ujian. Dan itu artinya aku akan semakin mengokohkan posisiku di mata mereka sebagai dosen paling konyol.
P’Taufiq? Oh, pleaseee..... dan semakin menghancurkan reputasiku yang sudah penuh kenestapaan?
AAAnywaaaaay........ Mungkin Tuhan sadar bahwa aku udah cukup menderita. Di kejauhan, muncullah dewa penyelamatku hari ini: Marjuni, teknisi Lab Fisika. Inget bahwa dulu aku bilang teknisi semacam K’Riza (the Hero of the trapped glass) diciptakan Tuhan to fix all the things that we stupid people have screwed up? Nah, Marjuni ini termasuk golongan itu juga. Secara dia yang datang menyelamatkan diriku, aku betul-betul berterima kasih padanya. Dan memaafkannya. Karena dia perlu waktu 5 menit untuk menempuh jarak 5 meter hingga sampai ke pintu (pintu sialan itu, in case you forget) karena tiap 3 langkah dia berenti untuk tertawa. Aku juga memaafkannya karena setelah membuka pintu, he still needs 5 minutes untuk menghentikan tawanya. Gila, dia ketawa sampai mau nangis gitu!
Aku langsung mengucapkan jutaan (enggak, ga sampe berjuta-juta. Tapi ga enak aja kalo ga hiperbolis) terima kasih. Setelah memastikan bahwa tragedi pintu ini tidak akan menjadi bahan pembicaraan para teknisi dan staf lab dasar di saat makan siang.
Hfff..... Ada apa sih antara aku dan pintu? Kenapa kami tidak bisa saling menerima kekurangan masing-masing dengan penuh keikhlasan????

The Excitement of High School Graduation

(Originally written : 18 Juni 2007)

Dari 3-4 hari yang lalu, salah satu berita yang paling banyak muncul adalah tentang kelulusan SMU. Mulai dari tingkat kelulusan, tingkah laku siswa yang lulus, sampai cara dan sistem pembagian surat pemberitahuan lulus.
Macem-macem banget, walaupun memang perayaan paling dominan oleh orang-orang yang baru saja jadi mantan siswa SMU itu adalah corat-coret baju dan konvoi keliling kota dengan sepeda motor bersuara meraung kencang (Heran deh, apa gunanya maintenance sepeda motor kalo hanya menghasilkan suara yang menyayat hati danmerobek telinga?). Anak-anak yang malang… Kayaknya mereka belum pada nyadar betapa kejamnya dunia ini… Gila aja, itu baru lulus SMA, kayaknya mereka lupa bahwa setelah lulus SMA, bakalan ada keribetan memilih jurusan di Perguruan Tinggi, pusing ikutan SPMB (jaman aku dulu namanya UMPTN, jaman dulunya lagi ada SIPENMARU, terus jaman duluuuuunya lagi ada SKALU. Yeah, our education world DOES evolutes). Selesai SPMB, terlepas dari keterima atau ga terima, di masa kuliah masih ada ke-nestapaan menghadapi OSPEK (Masa Orientasi, just to make it sounds not too rude), bayar uang masuk, bayar SPP, belum lagi menghadapi UTS, UAS, nyusun skripsi, sidang skripsi, dosen pembimbing yang ga jelas maunya apa dan ada dimana… all those hectic times at the university…you name it! Hmm…. Looks like I step way too far ya?
Well, kalopun setelah lulus SMU sudah tidak ada niat mulia untuk melanjutkan pendidikan dalam rangka mensukseskan pembangunan negeri melalu penciptaan SDM yang bemutu tinggi, masalah lain juga siap menanti. Mau nyari kerja aja setelah lulus SMA? Okay, you can be an optimistic person, but please be realistic. Yang namanya bersaing buat dapet kerja sekarang ini tuh lumayan nyeremin banget. Salah satu temen aku pernah ngomong, “Gila ya, dari sekian banyak gedung-gedung di Jakarta, kok ya susah banget nyari kerja?”. Dan yang ngomong gitu adalah temen aku dengan tingkat kecerdasan jauh di atas normal (yang mana aku enggak). Ga cukup Cuma kepintaran buat nyari kerja sekarang ini, tapi juga butuh keberuntungan dan nyali....
Aaaaanyway…kelulusan SMA aku dulu aku lewati dengan datar-datar aja tuh… Apa karena memang sekarang lulus SMA jauh lebih susah kali ya? Kalo sekarang ada UAN, jaman aku dulu namanya EBTANAS. Gini-gini, aku juga sempet jadi anak pintar…. Secara ajaib, dulu aku lulus SMA dengan nilai EBTANAS tertinggi ke-5 di seluruh provinsi! Peringkat 1 nya dari SMUN 1 Banjarbaru (yang katanya kemudian diterima di FK UGM), peringkat 2-5 dari SMUN1 Banjarmasin (sekolahku tercinta...). Peringkat 2, Arie, kabar terakhirnya kuliah di Teknik Informatika ITS bareng ma Chendra yang peringkat 4, dan Herny yang peringkat 3 memutuskan kuliah di Teknik Kimia ITS. Ya…ya… Tuhan memang suka ngasih kejutan-kejutan semacam itu. Aku yang suka ketiduran ini dengan suksesnya menyelipkan diriku di antara para jenius itu...
Lulus SMA, yang ada aku deg-degan setengah idup nungguin hasil PMDK UGM. Gila aja, kebayang ga sih rasanya nunggu-nunggu hal yang menyangkut cerah-uramnya masa depan kayak gitu? Tepat saat aku mutusin just to forget about it...eh… keterima… Hahaha…. Waktu itu rasanya seneng banget...
Yah, lulus SMA ternyata memang menyenangkan kok...

How Would You Describe Yourself?

(Originally Written : 17 Juni 2007)

Anyone who knows me rata-rata akan setuju bahwa aku tuh cerewet. Banget! Hmm…. Aku juga setuju dong… Entah kenapa, aku selalu punya komentar untuk apapun… Dari yang menyangkut kepentingan dunia, sampai dengan hal-hal paling gak penting di alam semesta.
Well, tapi kalo disuruh mendeskripsikan diriku sendiri, kayaknya bisa tergantung kondisinya juga sih… Secara umum, I would prefer to describe myself sebagai seorang miss-panic yang narsistik dan sarkastik… Kalo lagi main game, aku bisa berubah menjadi seseorang yang cerdas, tapi sombong dan licik. Change the situation menjadi suasana kerja di lab, dan aku yang malang ini akan berubah menjadi a silly woman with an embarassing level of stupidity. Tragedi jebakan gelas beker dan kaca arloji kemaren hanya salah satu contoh dari daftar panjang hal-hal konyol yang selalu menyertai perjalanan hidupku… Oh iya….. sebagian kecil dari tulisan ini kudedikasikan untuk salah satu teknisi kami yang super-duper jenius : K’Riza, for he was the only one who can fix the mess I’ve done! Iya sodara-sodara…secara ajaib, hanya dengan tepukan ringan (kali dia sambil ngerapel ilmu juga deh kayaknya)…Pluk! Terlepaslah si kaca arloji yang kemaren seharian penuh kami coba keluarkan dari tempatnya terjebak dengan penuh nestapa di dalam gelas beker. Hahaha…mungkin itulah gunanya Tuhan menciptakan orang-orang semacam K’ Riza, which is to fix all the mess that we, the stupid people, have done…

Heaven in Your Eyes

(Originally Written : 13 Juni 2007)

People react differently kalo lagi (at least, ngerasa) jatuh cinta. Tapi reaksi yang paling umum ditemukan adalah… You become speechless everytime you are near the person you have a crush on. And when you finally say something, what you say is only silly things that you never thought you have ever discussed!!! Sejak kapan topik mengenai cuaca menjadi topik yang BETUL-BETUL menarik untuk dibahas? Please, everybody knows bahwa cuaca terasa panas karena tidak pernah hujan dan sudah masuk musim kemarau. Jadi, how come seseorang masih bisa manggut-manggut penuh pengertian, atau bahkan mengerutkan kening, as if we are talking about the relativity theory?
What happens to me everytime I stand side by side with him (yang mana him disini merujuk ke My Enigma ) is really typical. Not only the things we talked about yang menunjukkan how I turn to be a silly person, gesturku pun dengan sukses menunjukkan bahwa aku telah mengalami retardasi mental secara mendadak kalo harus ngobrol di depan dia. Instead of having eye contact, tiba-tiba saja aku lebih terinspirasi bahwa tiang kayu adalah sesuatu hal yang sangat sophisticated untuk diamati, dan perhatianku dari tiang kayu yang sangat menakjubkan itu hanya bisa dialihkan untuk memelototi kancing baju (which suddenly become invention of the year, for I find it to be more interesting to look at rather than his face).
Kok bisa sih…aku yang selalu punya kata untuk mengomentari segala hal, tiba-tiba saja mengangkat topik bahwa rumput jadi hijau saat musim hujan, dan berubah warna menjadi kekuningan kalo musim kemarau. Kenapa aku tiba-tiba saja jadi ga punya ide untuk mengangkat topik yang lebih cerdas dan berbobot? Saaayyyy…. Betapa harga minyak goreng yang jauh membumbung menyebabkan gorengan secara perlahan tapi pasti menghilang dari pasaran, misalnya (Interupsi! Can such thing considered to be a smart topic, anyway?).
Aaaanyway….mungkin a choice for not to look at him, hanya pilihan alam bawah sadarku untuk melindungi diri, for being even a sillier creature on earth. Entah kenapa, his eyes always make me feel lost in the sky, among the stars…
On my way home, hearing a very antique song (menyebutnya as an old song cuma mengingatkanku bahwa…I am old!!) dari Tommy Page (okay, I admit, I am old, for I growing up listen to his songs, and some from the NKOTB’s) membuat aku sadar. That it is his eyes that makes me freeze and melt at the same time…
…I see heaven in your eyes,
And it puts me in a trance
I loose perspective of who I am, it happens when I glance
I get defenseless from your world, and I don’t know what to do
When we’re together I feel like I can stay forever looking at you
It’s heaven in your eyes…

(Heaven in Your Eyes, Tommy Page)

Me, The Silly One…

(Originally written : 13 Juni 2007)

A fact which is surprising but true, aku berprofesi sebagai dosen. What makes it surprising adalah, there are so many things that I do and say, which can be considered as silly and stupid things… Oke, kadang-kadang I do LOOK like a smart one, apalagi kalo aku lagi ngomong things like this… “ Jadi dalam proses replikasi dan transkripsi, walaupun keduanya diawali dengan tahapan inisiasi, terdapat sedikit perbedaan. Jika pada tahapan replikasi inisiatornya adalah fragmen DNA primer, maka dalam proses transkripsi komponen yang berperan untuk menentukan tahapan inisiasi adalah sub-unit σ dari enzim polimeras RNA yang dikendalikan DNA…”. Seddaappp… it really makes me look smart, doesn’t it? Toh, deretan kebodohan yang aku lakukan mungkin bisa menyaingi panjangnya deret binom manapun…
Kejadian kemaren hanyalah salah satu hal yang menambah daftar panjang kejadian memalukan yang entah kenapa selalu mengiringi aku… Orang-orang DIKTI memutuskan bahwa mereka punya cukup waktu luang tidak hanya untuk mendengarkan presentasi dari para mahasiswa penerima PKM, tetapi juga untuk meninjau langsung, apakah dana yang mereka berikan betul-betul digunakan untuk hal yang sebelumnya dalam proposal telah dengan sangat meyakinkannya kami sebutkan akan kami lakukan. Sayangnya, dengan melakukan peninjauan langsung ke kampus tempat aku mengajar sekarang, sama artinya dengan melakukan lintas alam. Well, sebagai salah satu PTN tertua di Kalimantan, please don’t be surprised bahwa disini melewati jalan tersingkat berarti melewati jalan setapak dengan rumput-rumput ilalang yang lebih tinggi dariku. FYI, the last time aku melakukan pengukuran, tinggiku 146 cm (Yeah, I’m not telling you any lie, so will you please stop giving comment on how tiny I am? I’ve had just enough of it…). Wawancara berlangsung di Fakultas Pertanian, lantai III. Di auditorium itu, dengan maksud mengeluarkan diri dari ruangan tanpa menarik banyak perhatian, aku berusaha menyelinap lewat pintu tanpa mengeluarkan suara gaduh, dan berhasil tersandung pintu dengan suara menggelegar. Seakan dia tidak cukup puas mempermalukan diriku, kancing bajuku tersangkut di pegangan pintu, sehingga daku terjebak di tengah pintu, satu kaki di sebelah luar, satu kaki di sebelah dalam ruangan, wajah putus asa… Ada apa sih dengan aku dan pintu? Sepertinya tidak pernah ada satu pintupun yang bisa aku lewati tanpa membuat diriku sendiri tersandung, terjepit dan hal-hal semacamnya…
Itu cerita kemaren. Hari ini, just like any other day…aku masih melakukan hal-hal bodoh yang entah kenapa, selalu terjadi. Setelah menghabiskan sesiangan bersama kulit udangku tercinta di laboratorium, tibalah saatnya mengerjakan hal yang semestinya bukan hal yang pelik untuk dilakukan : clearing all the mess, termasuk mencuci peralatan-peralatan gelas yang kini juga sudah ikut beraroma udang. Yup, I’m doing chemistry, I hope that can be a good explanation on how come I have to deal with those disgusting things… Those (absolutely smelly) shrimp shells sometimes can be a better option than the other things….
Entah gimana caranya, aku berhasil membuat salah satu gelas arloji terjebak dengan manisnya di dasarr gelas piala, tanpa bisa bergerak ke arah manapun. Don’t ask me how I did it, karena bahkan I don’t know the answer for a more important thing, which is : how to fix it… Thank God, I was not the only one person working at the lab. Jadilah aku mendapatkan bantuan dari Ervan, yang masih ditambah bonus tatapan heran penuh keprihatinan (Ervan, if you have ever read this… I have to admit… I really hate that smile on your face at that time!!!). Adddduuhhh…. Ya ampun…. Senyumnya ga usah sebegitu mencelanya dong!!! Everybody makes silly mistakes every once in a while, rite? Tapi mungkin pada aku frekuensinya jauh lebih sering….
Kalo sudah begini, I often think, bahwa aku bisa lulus tes CPNS itu adalah keajaiban, and only God knows…kok bisa aku jadi dosen….

When You Take it As Your Routine…

(Originally written : 9 Juni 2007)

Pernah ga sih ngerasa, bahwa ada beberapa orang yang merasa that being such an annoying person is just part of their daily routine? Aku ga ngerti deh, how come they come to a conclusion, that being irritated to other people is okay, as long as it’s not killing anybody???? Kadang-kadang, I find that teamwork is fun..when you are doing something together with those people who breathe the air as the way you do it..(oke, ini analogi yang murni berasal dari gua, ga usah mengerutkan kening sambil berpikir siapa yang pernah menimbulkan analogi semacam ini. It’s just me and my drama…). Semenjak sekitar 1 – 1,5 tahun yang lalu, aku menemukan one tiny little fact bahwa aku dan …TIIIIITTT….!!! just cannot go along together when it comes to professional life (Yeah, rite,..who are we? Lawyers or such things?). Aku ngerasa bahwa dia selalu memberikan berbagai alasan, mulai dari yang alasan yang wajar, alasan yang standar, sampai tipe alasan yang lo-pikir-gua-percaya-sama-alasan-sebodoh-itu untuk mengurangi beban kerjanya, which means, menambah beban kerja aku.Tadinya aku cukup berbesar hati untuk menganggap bahwa aku dengan segala ke-hiperbolis-an yang ada pada diriku yang membuat aku selalu memberikan cengiran tidak ikhlas. Disisi lain, who knows, mungkin dia pun menganggap aku orang yang super rese yang selalu meributkan detail dan berbagai hal kecil yang tidak penting (Hey, it matters to ME!). Tapi setelah keluhan dan complain yang sama muncul dari orang-orang yang berbeda…Secercah cahaya munculll…I’m not the only one who finds her ‘that’ way….
And the best thing that I can do, is just to stay as far as I can dari berbagai bentuk kemungkinan dan kesempatan untuk harus bisa bergabung dalam tim yang sama dengan dia (in any kind of job!). Tapi, Tuhan memang kadang-kadang punya selera humor yang aneh. Mau tidak mau untuk tahun ini, I have to be in the same team with her...(God, please don’t give me some more of this…). So, aku mengucapkan selamat datang di dunia kerja yang menyebalkan kepada diriku sendiri. Mulai dari penundaan-penundaan ga penting, sampai dengan tragedi malnutrisi. Dan asal tahu saja, all of those things terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu bulan!
Waktu nelfon Bambang untuk melontarkan segalam macam keluh kesah terhadap ketidakadilan dunia dan kezaliman sang rekan kerja terhadap diriku ini, a short comment from him made me realizes something. “Kamu sadar nggak sih, sudah hampir 2 tahun ini kamu hanya mengeluhkan orang yang sama, dengan keluhan yang sama…”. What? It has been happening for that long?? Suatu hal yang bikin aku sadar, bahwa selama ini aku cuma berani mengeluh, dan menolak menghadapinya secara frontal… One thing for sure, hanya mengeluhkan dirinya saja (kepada orang lain pula…) jelas tidak akan membuat kondisi jadi lebih baik…tidak akan pernah merubah dirinya, for I never told her exactly what irritates me most about her… Sama halnya seperti dia mungkin menganggap bahwa menjadi orang yang membetekan bagi orang lain adalah part of her routine, mungkin aku juga melakukan hal yang sama. Membiarkan dia berbuat seperti itu sampai aku kesel sendiri dan kemudian kembali mengeluhkan dirinya…maybe I also take it as part of my routine…

Sang Penyelamat Dunia...Versi Kami!

(Originally written on 6 Juni 2007)

Aku dan Ita, my sister (suatu fakta yang dengan ikhlas kami terima, for nothing we can do about it), punya SEDIKIT sekali persamaan. Dan di antara yang sedikit itu, kami punya (fortunately) a same sense of humour. We often laugh at not-important-and-stupid-things… Including our selves. Tapi adalah sebuah rahasia yang semua orang tahu (then what the heck I called it as a secret for?) bahwa jauh lebih menyenangkan untuk mentertawakan kebodohan orang lain. That’s the most obvious explanation, kenapa film-film semacam Jomblo (that’s a good example), bahkan Kanan Kiri Oke (A NOT good example) sukses menarik orang untuk datang ke bioskop, dan membayar untuk melihat sekumpulan orang bodoh. Sementara sebagian besar kalangan akademisi (hey, as a lecturer, bukankah aku seharusnya tergolong ke dalam definisi tersebut?) menganggap bahwa stupidity adalah kutukan terbesar di dunia, bagi kami (aku dan Ita, jelas bukan para akademisi that we were talking about) justru it what makes the world goes around. Begitu juga dengan hukum alam, orang baik, cinta dan perdamaian, and such things, you know….
But it is a fact, that stupidity often creates laugh, dan mau dibawa kemana hidup kita di dunia ini tanpa canda tawa yang ceria???
Aku sempat melalui fase dimana aku mencoba memaknai hidup (yeah, give me a break…) dengan membaca karya-karya filosofis… Tapi setelah menyadari bahwa those wise words are too wise for me to understand (Okay, I confess…aku aja yang bolot kalo sudah menyangkut filosofi..), kayaknya kok aku jauh lebih bahagia kalo bisa tertawa ya? With all respect, mungkin berbagai siasat perang dari siapa-itu-namanya-si-filsuf-di-zaman-cina-itu mungkin memang mengagumkan, tapi aku jauh lebih bisa mengerti tentang jungkir-baliknya Rebecca Bloomwood menghadapi berbagai persoalan hidup. Melihat bahwa I’m not the only one who do silly things and say stupid things, it really makes my days brighter… Jadi bagi aku (dan Ita, just to ensure you that I’m not the only one who has this idea), sometimes stupidity, atau ke-bolot-an, ke-lemot-an, they’re not to be avoided at all… Bahkan those silly people in books, movies (or real life, people like us ), menjadi penyelamat hidup bagi kami…. They are the saviour of our lifes, who show that life is nice anyway. Yeah, kita masih punya peperangan, kebencian, iri-dendam (Hah??) dimana-mana... Tapi selama kita masih bisa tertawa, we can face it all...