Rabu, 15 Agustus 2012

Melepas Sarjana Baru


Seperti biasa, salah satu agenda di akhir Tahun Akademik: Yudisium Sarjana. Termasuk juga untuk tahun akademik kali ini.
Semenjak saya menjabat sebagai Sekretaris PS tahun 2010 kemaren, kekna ini salah satu periode yudisium yangpaling stress-able deh. Nyiahahahaha…

A little background. Di Prodi kami, urutan untuk jadi sarjana itu: seminar hasil – sidang skripsi – sidang yudisium. Jadi setelah lulus sidang skripsi, mahasiswa masih harus mengumpulkan beberapa syarat administratif agar namanya bisa diajukan mengikuti sidang yudisium. Sidang yudisium itu sendiri semacam rapat di tingkat Fakultas yang memutuskan apakah si mahasiswa sudah layak dinyatakan bergelar sarjana atau tidak.

Di awal semester, sebenernya jadwal sidang yudisium itu udah fix tanggal 11 Agustus. Jadi saya sebagai panitia skripsi sudah mematok target, sidang skripsi terakhir itu paling nggak tanggal 4 Agustus. Asumsi saya, perlu waktu 3-4 hari untuk revisi naskah skripsi setelah sidang, lalu masih perlu waktu 1-2 hari untuk menjilid skripsinya. Secara nih ya, pas tanggal 11 Agustus itu mahasiswa sudah harus mengumpulkan skripsi yang telah disahkan penguji (di lembar pengesahan tanda tangan penguji sudah lengkap) dan dalam keadaan dijilid.

TAPI....
TERNYATA...

Oh well… things happened.

One of the problems is, penelitian di lab itu gak selamanya lancar. Ada mahasiswa yang cerita ke saya kalo dia sempet stress, karena dia sudah ngirim sampel untuk analisis. Dan ternyata, teknisi yang menganalisis sampel dia…cuti selama 2 minggu. Saya udah ketawa garing jaya aja. Belum lagi hal semacam bahan kimia yang habis. Instrumen analisis yang rusak. Ditolak lab dari instansi lain untuk analisis. Data penelitian yang tidak bersahabat.

Next, Alhamdulillah, banyak mahasiswa PS Kimia yang ternyata lolos untuk ikut berbagai event. Jadi aja pas minggu-minggu genting menjelang tanggal sidang yudisium itu: ada mahasiswa yang lagi ikut PIMNAS di Jogja. Ada yang lagi ikut pelatihan UWM di Palembang. Ada yang ikut training Technopreneurship di Jakarta.

Jadilah saya memundurkan jadwal seminar hasil dan sidang skripsi.
Saya tau kok, orang-orang di Akademik dan prodi lain mungkin pada ngomongin, pada mempertanyakan kenapa PS kami paling telat aja, paling rusuh untuk pelaksanaan seminar hasil dan sidang skripsi ini. Whatever. They can talk whatever they want. Bagi saya, mahasiswa saya sudah berusaha sebaik-baiknya. Dan toh, mereka terlambat maju karena ikut event yang mengatasnamakan Fakultas MIPA. Saya cuma ingin memperjuangkan supaya mereka bisa jadi sarjana.

Sementara mahasiswa PS lain sudah kelar dengan sidang skripsinya, kami di PS Kimia dengan polosnya baru memulai seminar hasil. Dua minggu terakhir di bulan Juli, jadwal seminar hasil pun padat merayap.  Masalahnya, tidak hanya jadwal yang mepet, mahasiswa yang berencana lulus untuk periode ini ini ada 28 orang. Yep. 28 people. We only have 10 days untuk seminar hasil, dan 28 orang yang mau seminar.

Next, habis seminar hasil, muncullah sidang skripsi.
Bayangkan saja, sidang skripsi pertama adalah tanggal 3 Agustus, dan terakhir tanggal 9 Agustus. 6 hari efektif untuk sidang skripsi, dengan 28 mahasiswa. Go figure.

Selama 3 minggu lebih, saya dan Retno pontang-panting menyusun jadwal. Berusaha mengakomodir keinginan mahasiswa dan dosen. Gimana caranya deh biar bisa pada maju sidang. Yang sidangnya bisa dibikin paralel, ya dibikin paralel. Pernah lho dalam sehari ada 7 mahasiswa yang maju sidang skripsi. Dan rekor saya, menguji 5 orang dalam sehari. Dua diantaranya paralel. Jadi pada sidang sesi kedua, saya minta giliran nanya di awal, lalu selesai jatah saya nanya, saya pamit ke ruangan satunya lagi untuk menguji mahasiswa yang lain lagi.

Bodo amat deh. Yang ada di pikiran saya cuma satu: semua mahasiswa ini harus bisa maju sidang, harus bisa ikut yudisium, dan harus lulus jadi sarjana dalam periode ini. Walaupun untuk itu saya harus jadi gasing untuk ngurusin mereka.

Jadilah semenjak awal Agustus, saya spanning tinggi. Gak bisa liat mahasiswa, saya langsung mencecar mereka dengan pertanyaan: “Udah tau jadwal sidangnya kan? Seminar hasil kemaren udah direvisi kan? Jangan lupa konfirmasi ke penguji. Inget, tanggal 10 udah harus dijilid ya skripsinya.” Intinya, saya yang pada dasarnya sudah cerewet, jadi lima kali lebih cerewet dan galak daripada biasanya.

Uban saya nambah 8 helai dalam 3 hari *yes, I did the counting, by the way*.

Waktu hari H sidang yudisium, dari jam 8 saya udah pasrah. Sempet panik karena 3 orang mahasiswa belum mengumpulkan skripsi mereka. Toh akhirnya Ari dan Yodi muncul *dengan wajah lecek karena begadang* dan menyerahkan skripsi mereka. Si Riza juga akhirnya muncul, dan legalah saya. 28 eksemplar skripsi siap dibawa naik ke ruang rapat Dekanat.
Bukti perjuangan mereka meraih gelar Sarjana Sains
 Begitu Pak Budi datang, saya langsung dengan cerewetnya ngasih berbagai macam keterangan dan instruksi, secara sebagai Ketua Prodi, Pak Budi lah yang ikut rapat sidang yudisium itu.

Pas sidang yudisiumnya, para mahasiswa nungguin di selasar, dan saya…ketiduran di ruangan saya. Mhuahahahaha…. Baru berasa capeknyaaaa… Secara ya, semenjak seminar hasil kan saya pulang sore terus *mana pas bulan puasa pula*. Malamnya masih harus membaca naskah yang saya jadi penguji.

Eh, tapi seminar dan sidang skripsi selama bulan puasa gini lumayan ada untungnya juga sih. Karena tiap kali seminar dan sidang para mahasiswa kan ngasih bingkisan gitu, jadilah saya punya 10 botol sirup, dan bertoples-toples kue kering. Mama gak usah beli kue kering lagi deh buat Lebaraaaan :D.

Akhirnya, Alhamdulillah… 28 mahasiswa kami dinyatakan lulus sebagai sarjana :”).

Selalu. Saya selalu merasa terharu begitu mereka dinyatakan lulus. Waktu Pak Budi turun dan kembali ke ruangan, terus ngomong: “Yak! Semua lulus. Selamat yaaa….”, rasanya plong dan legaaaa banget. Apalagi periode ini kan banyak mahasiswa alih jenjang yang lulus. Waktu mereka salaman sama saya, berasa legaaa banget bahwa mereka akhirnya berhasil lulus. After all those days dimana mereka harus kuliah sambil kerja, tugas dinas sambil penelitian dan menulis skripsi… Salut buat mereka :”).

Mahasiswa regular juga, whuaaa….seneng banget liat mereka akhirnya bisa lulus. Apalagi salah satu mahasiswa bimbingan saya. Dia sendiri sebenarnya sudah pesimis bakal bisa lulus. Tapi Pak Sunardi dan saya mati-matian mengusahakan supaya dia tetep melanjutkan skripsi, maju seminar dan sidang dan akhirnya bisa ikut yudisium. Saya pengen nangis rasanya waktu dia dengan wajah setengah gak percaya ngomong: “Bu, jadi beneran ini saya resmi jadi sarjana Bu? Beneran Bu?”.

The Fresh Graduates! Eh, yang lulus yudisium mereka, tapi kok yang cengirannya paling lebar saya yak?
Yep. Satu tahap terlalui. But really, ini sama sekali bukan akhir. Justru bagi keduapuluh delapan fresh-graduates ini, hidup mulai memasuki tahapan yang baru. And I wish you nothing but the best of success that waiting ahead of you =).

Minggu, 05 Agustus 2012

What's Your Passion?


Mari memulai posting ini dengan satu kalimat bijaksana: Find your passion, and live with it.
Wetsaaahhh… betapa kerennya saya ya bisa berkata se-wise itu? *takjub dengan mata berbinar pada kemampuan sendiri for being poetic*

Ini mungkin salah satu alasan kenapa saya suka nonton talent show. Model-model semacam Indonesian Idol, Master Chef, The X Factor, ya pokoknya talent show deh… Karena rasanya seneng banget liat orang-orang yang tahu pasti apa passion mereka. And it’s really nice to see them working with their passion.

Saya pribadi sih ngerasanya, mestinya semua orang punya passion kok. But sometimes, they just don’t realize it. Or they don’t care enough to find out what their passion is. I like to observe people *ecieee… kan saya Aquarius ;p*. Dan seringnya, memang orang-orang yang tahu passionnya apa, itu lebih sering keliatan seneng dibandingkan yang menjalani hidup dengan gaya ya-udah-deh-jalani-aja.

No, it might not always easy to find what your passion is. Melalui percakapan pendek dengan seorang temen, yang mengeluh bahwa dia capek dengan kerjaannya sebagai dosen, saya sempet nanya: “Lah, emang kemaren jadi dosen kenapa? Bukannya karena pengen ngajar?”. Dia diem, lalu akhirnya menjawab: “Habis, mau jadi apa lagi? Jalani aja deh…”. Sedih tau dengernya…
Beberapa temen saya memilih jadi dosen karena memang punya jiwa peneliti. Jadi mereka keliatan banget sangat bersemangat dengan penelitian mereka.

Saya sendiri? Sejak kecil saya selalu fascinated waktu liat Abah mengajar di depan mahasiswanya. Mungkin sejak itulah saya mulai tertarik untuk ngajar. Waktu sekolah juga, kalo ada temen yang nanya pelajaran ke saya, saya seneeeng banget kalo akhirnya temen saya itu akhirnya ngerti. And up until now, kepuasan yang saya rasakan tiap kali liat ekspresi mahasiswa saya yang akhirnya manggut-manggut itu yang bagi saya priceless. Yep. I choose this job because I like teaching =). Selain itu, dengan pekerjaan saya yang sekarang, saya punya kesempatan untuk terus belajar. I like learning new things. Especially things related to the environment. Iyaaaa siiihh…waktu S2 dulu saya berasa pengen terjun dari lantai 11 kalo udah urusan ngerjain essay. But still, saya begitu excited dengan semua ilmu baru yang saya dapatkan selama kuliah *terutama kuliah Resource Evaluation bersama Christian, si supervisor baik hati yang super ganteng itu… Mhuahahaha*

Jujur, saya salut dengan orang-orang yang berani mengorbankan apa yang disebut so-called-normal-life oleh orang-orang, untuk mengejar passion mereka. Banyak orang yang berhenti dari pekerjaan mereka yang sudah mapan secara finansial maupun sosial, dan beralih menekuni apa yang memang mereka minati. Maybe it’s a hard choice. Tapi saya yakin, kepuasan yang didapatkan when they’re doing what they are passionate about, is priceless. It’s not something that you can easily convert into money and all those stuffs.

Passion is what keeps you going. Saya percaya itu. So, go ask yourself. What’s your passion? Find it, and live with it =).

Rabu, 15 Agustus 2012

Melepas Sarjana Baru


Seperti biasa, salah satu agenda di akhir Tahun Akademik: Yudisium Sarjana. Termasuk juga untuk tahun akademik kali ini.
Semenjak saya menjabat sebagai Sekretaris PS tahun 2010 kemaren, kekna ini salah satu periode yudisium yangpaling stress-able deh. Nyiahahahaha…

A little background. Di Prodi kami, urutan untuk jadi sarjana itu: seminar hasil – sidang skripsi – sidang yudisium. Jadi setelah lulus sidang skripsi, mahasiswa masih harus mengumpulkan beberapa syarat administratif agar namanya bisa diajukan mengikuti sidang yudisium. Sidang yudisium itu sendiri semacam rapat di tingkat Fakultas yang memutuskan apakah si mahasiswa sudah layak dinyatakan bergelar sarjana atau tidak.

Di awal semester, sebenernya jadwal sidang yudisium itu udah fix tanggal 11 Agustus. Jadi saya sebagai panitia skripsi sudah mematok target, sidang skripsi terakhir itu paling nggak tanggal 4 Agustus. Asumsi saya, perlu waktu 3-4 hari untuk revisi naskah skripsi setelah sidang, lalu masih perlu waktu 1-2 hari untuk menjilid skripsinya. Secara nih ya, pas tanggal 11 Agustus itu mahasiswa sudah harus mengumpulkan skripsi yang telah disahkan penguji (di lembar pengesahan tanda tangan penguji sudah lengkap) dan dalam keadaan dijilid.

TAPI....
TERNYATA...

Oh well… things happened.

One of the problems is, penelitian di lab itu gak selamanya lancar. Ada mahasiswa yang cerita ke saya kalo dia sempet stress, karena dia sudah ngirim sampel untuk analisis. Dan ternyata, teknisi yang menganalisis sampel dia…cuti selama 2 minggu. Saya udah ketawa garing jaya aja. Belum lagi hal semacam bahan kimia yang habis. Instrumen analisis yang rusak. Ditolak lab dari instansi lain untuk analisis. Data penelitian yang tidak bersahabat.

Next, Alhamdulillah, banyak mahasiswa PS Kimia yang ternyata lolos untuk ikut berbagai event. Jadi aja pas minggu-minggu genting menjelang tanggal sidang yudisium itu: ada mahasiswa yang lagi ikut PIMNAS di Jogja. Ada yang lagi ikut pelatihan UWM di Palembang. Ada yang ikut training Technopreneurship di Jakarta.

Jadilah saya memundurkan jadwal seminar hasil dan sidang skripsi.
Saya tau kok, orang-orang di Akademik dan prodi lain mungkin pada ngomongin, pada mempertanyakan kenapa PS kami paling telat aja, paling rusuh untuk pelaksanaan seminar hasil dan sidang skripsi ini. Whatever. They can talk whatever they want. Bagi saya, mahasiswa saya sudah berusaha sebaik-baiknya. Dan toh, mereka terlambat maju karena ikut event yang mengatasnamakan Fakultas MIPA. Saya cuma ingin memperjuangkan supaya mereka bisa jadi sarjana.

Sementara mahasiswa PS lain sudah kelar dengan sidang skripsinya, kami di PS Kimia dengan polosnya baru memulai seminar hasil. Dua minggu terakhir di bulan Juli, jadwal seminar hasil pun padat merayap.  Masalahnya, tidak hanya jadwal yang mepet, mahasiswa yang berencana lulus untuk periode ini ini ada 28 orang. Yep. 28 people. We only have 10 days untuk seminar hasil, dan 28 orang yang mau seminar.

Next, habis seminar hasil, muncullah sidang skripsi.
Bayangkan saja, sidang skripsi pertama adalah tanggal 3 Agustus, dan terakhir tanggal 9 Agustus. 6 hari efektif untuk sidang skripsi, dengan 28 mahasiswa. Go figure.

Selama 3 minggu lebih, saya dan Retno pontang-panting menyusun jadwal. Berusaha mengakomodir keinginan mahasiswa dan dosen. Gimana caranya deh biar bisa pada maju sidang. Yang sidangnya bisa dibikin paralel, ya dibikin paralel. Pernah lho dalam sehari ada 7 mahasiswa yang maju sidang skripsi. Dan rekor saya, menguji 5 orang dalam sehari. Dua diantaranya paralel. Jadi pada sidang sesi kedua, saya minta giliran nanya di awal, lalu selesai jatah saya nanya, saya pamit ke ruangan satunya lagi untuk menguji mahasiswa yang lain lagi.

Bodo amat deh. Yang ada di pikiran saya cuma satu: semua mahasiswa ini harus bisa maju sidang, harus bisa ikut yudisium, dan harus lulus jadi sarjana dalam periode ini. Walaupun untuk itu saya harus jadi gasing untuk ngurusin mereka.

Jadilah semenjak awal Agustus, saya spanning tinggi. Gak bisa liat mahasiswa, saya langsung mencecar mereka dengan pertanyaan: “Udah tau jadwal sidangnya kan? Seminar hasil kemaren udah direvisi kan? Jangan lupa konfirmasi ke penguji. Inget, tanggal 10 udah harus dijilid ya skripsinya.” Intinya, saya yang pada dasarnya sudah cerewet, jadi lima kali lebih cerewet dan galak daripada biasanya.

Uban saya nambah 8 helai dalam 3 hari *yes, I did the counting, by the way*.

Waktu hari H sidang yudisium, dari jam 8 saya udah pasrah. Sempet panik karena 3 orang mahasiswa belum mengumpulkan skripsi mereka. Toh akhirnya Ari dan Yodi muncul *dengan wajah lecek karena begadang* dan menyerahkan skripsi mereka. Si Riza juga akhirnya muncul, dan legalah saya. 28 eksemplar skripsi siap dibawa naik ke ruang rapat Dekanat.
Bukti perjuangan mereka meraih gelar Sarjana Sains
 Begitu Pak Budi datang, saya langsung dengan cerewetnya ngasih berbagai macam keterangan dan instruksi, secara sebagai Ketua Prodi, Pak Budi lah yang ikut rapat sidang yudisium itu.

Pas sidang yudisiumnya, para mahasiswa nungguin di selasar, dan saya…ketiduran di ruangan saya. Mhuahahahaha…. Baru berasa capeknyaaaa… Secara ya, semenjak seminar hasil kan saya pulang sore terus *mana pas bulan puasa pula*. Malamnya masih harus membaca naskah yang saya jadi penguji.

Eh, tapi seminar dan sidang skripsi selama bulan puasa gini lumayan ada untungnya juga sih. Karena tiap kali seminar dan sidang para mahasiswa kan ngasih bingkisan gitu, jadilah saya punya 10 botol sirup, dan bertoples-toples kue kering. Mama gak usah beli kue kering lagi deh buat Lebaraaaan :D.

Akhirnya, Alhamdulillah… 28 mahasiswa kami dinyatakan lulus sebagai sarjana :”).

Selalu. Saya selalu merasa terharu begitu mereka dinyatakan lulus. Waktu Pak Budi turun dan kembali ke ruangan, terus ngomong: “Yak! Semua lulus. Selamat yaaa….”, rasanya plong dan legaaaa banget. Apalagi periode ini kan banyak mahasiswa alih jenjang yang lulus. Waktu mereka salaman sama saya, berasa legaaa banget bahwa mereka akhirnya berhasil lulus. After all those days dimana mereka harus kuliah sambil kerja, tugas dinas sambil penelitian dan menulis skripsi… Salut buat mereka :”).

Mahasiswa regular juga, whuaaa….seneng banget liat mereka akhirnya bisa lulus. Apalagi salah satu mahasiswa bimbingan saya. Dia sendiri sebenarnya sudah pesimis bakal bisa lulus. Tapi Pak Sunardi dan saya mati-matian mengusahakan supaya dia tetep melanjutkan skripsi, maju seminar dan sidang dan akhirnya bisa ikut yudisium. Saya pengen nangis rasanya waktu dia dengan wajah setengah gak percaya ngomong: “Bu, jadi beneran ini saya resmi jadi sarjana Bu? Beneran Bu?”.

The Fresh Graduates! Eh, yang lulus yudisium mereka, tapi kok yang cengirannya paling lebar saya yak?
Yep. Satu tahap terlalui. But really, ini sama sekali bukan akhir. Justru bagi keduapuluh delapan fresh-graduates ini, hidup mulai memasuki tahapan yang baru. And I wish you nothing but the best of success that waiting ahead of you =).

Minggu, 05 Agustus 2012

What's Your Passion?


Mari memulai posting ini dengan satu kalimat bijaksana: Find your passion, and live with it.
Wetsaaahhh… betapa kerennya saya ya bisa berkata se-wise itu? *takjub dengan mata berbinar pada kemampuan sendiri for being poetic*

Ini mungkin salah satu alasan kenapa saya suka nonton talent show. Model-model semacam Indonesian Idol, Master Chef, The X Factor, ya pokoknya talent show deh… Karena rasanya seneng banget liat orang-orang yang tahu pasti apa passion mereka. And it’s really nice to see them working with their passion.

Saya pribadi sih ngerasanya, mestinya semua orang punya passion kok. But sometimes, they just don’t realize it. Or they don’t care enough to find out what their passion is. I like to observe people *ecieee… kan saya Aquarius ;p*. Dan seringnya, memang orang-orang yang tahu passionnya apa, itu lebih sering keliatan seneng dibandingkan yang menjalani hidup dengan gaya ya-udah-deh-jalani-aja.

No, it might not always easy to find what your passion is. Melalui percakapan pendek dengan seorang temen, yang mengeluh bahwa dia capek dengan kerjaannya sebagai dosen, saya sempet nanya: “Lah, emang kemaren jadi dosen kenapa? Bukannya karena pengen ngajar?”. Dia diem, lalu akhirnya menjawab: “Habis, mau jadi apa lagi? Jalani aja deh…”. Sedih tau dengernya…
Beberapa temen saya memilih jadi dosen karena memang punya jiwa peneliti. Jadi mereka keliatan banget sangat bersemangat dengan penelitian mereka.

Saya sendiri? Sejak kecil saya selalu fascinated waktu liat Abah mengajar di depan mahasiswanya. Mungkin sejak itulah saya mulai tertarik untuk ngajar. Waktu sekolah juga, kalo ada temen yang nanya pelajaran ke saya, saya seneeeng banget kalo akhirnya temen saya itu akhirnya ngerti. And up until now, kepuasan yang saya rasakan tiap kali liat ekspresi mahasiswa saya yang akhirnya manggut-manggut itu yang bagi saya priceless. Yep. I choose this job because I like teaching =). Selain itu, dengan pekerjaan saya yang sekarang, saya punya kesempatan untuk terus belajar. I like learning new things. Especially things related to the environment. Iyaaaa siiihh…waktu S2 dulu saya berasa pengen terjun dari lantai 11 kalo udah urusan ngerjain essay. But still, saya begitu excited dengan semua ilmu baru yang saya dapatkan selama kuliah *terutama kuliah Resource Evaluation bersama Christian, si supervisor baik hati yang super ganteng itu… Mhuahahaha*

Jujur, saya salut dengan orang-orang yang berani mengorbankan apa yang disebut so-called-normal-life oleh orang-orang, untuk mengejar passion mereka. Banyak orang yang berhenti dari pekerjaan mereka yang sudah mapan secara finansial maupun sosial, dan beralih menekuni apa yang memang mereka minati. Maybe it’s a hard choice. Tapi saya yakin, kepuasan yang didapatkan when they’re doing what they are passionate about, is priceless. It’s not something that you can easily convert into money and all those stuffs.

Passion is what keeps you going. Saya percaya itu. So, go ask yourself. What’s your passion? Find it, and live with it =).