Sabtu, 31 Desember 2011
2011: What I Remember, What I Learn
Sabtu, 10 Desember 2011
Selamat Ulang Tahun, HIMAMIA!
Kamis, 10 November 2011
The Day I Met Failure
Senin 7 November kemaren., akhirnya saya mendapatkan apa yang selama ini saya tunggu: e-mail dari salah satu universitas di Jerman. Isinya singkat. "Your application has been reviewed, and we regret to say that you can not be accepted for this Master Programme, due to insufficient background that we expect…”
Yap. Saya gagal. Melayang sudah harapan saya untuk menjadi salah satu awardee DAAD. Saya langsung blank. Dan saya…nangis selama setengah jam lebih. Saya merasa saya sudah ngecewain Mama, Abah, Ita, temen-temen di PS, Christian yang sudah ngasih recommendation letter…
Toh, setelah nangis itu, saya masih bisa pergi keluar sebentar untuk beli nasi goreng. Sambil nungguin si Mas masak pesenan saya, saya bengong sambil mikir. Banyak hal yang berkelebat di benak saya. Iya, saya gagal. Untuk kali ini. But still, it won’t stop me. Abah dan Mama begitu denger berita ini *dari saya yang cerita sambil terisak-isak* juga bilang mungkin memang belum waktunya bagi saya. Dian, yang bingung kenapa tantenya ini tiba-tiba nangis gitu aja, padahal gak ada yang sedih-sedih di TV, juga langsung memeluk saya. Adik saya juga menghibur saya.
They are right, of course =).
Tuhan bukannya tidak mendengar doa saya. Dia bukannya tidak mau mengabulkan harapan saya. Dia hanya ingin saya memperoleh sesuatu yang lebih baik dari ini. Tuhan cuma ingin mengajarkan, bahwa ada saatnya saya harus jatuh dulu untuk bisa bangkit kembali dan berlari lebih kencang lagi.
Saya pikir-pikir lagi, memang mungkin saya salah strategi juga. I applied for a master degree instead of for a Ph.D. The course that I aimed for was in the Faculty of Engineering and Hydraulic (or something like that) that expect their students to have a professional background in water management. I sent an ITP certificate while International TOEFL or iBT was actually preferred. *garuk kepala sendiri* *nyengir*
That day, I met failure. But it won’t stop me.
Toh sebelum ini, sudah begitu banyak karunia Alloh yang Dia limpahkan pada saya. Keterima di UGM lewat jalur PMDK. Ikut PIMNAS. Having this job. The scholarship from AusAid. Fabulous experience with amazing people. And of course, one of the best gifts that He gives me is my family, people who always be with me with their love and prayers.
Why should I complain for one single failure that I have?
Toh sebelumnya saya sudah pernah berkali-kali menghadapi kegagalan juga. Dapet E untuk Stereokimia Organik (huahahaha… memang ya, saya dan Kimia Organik gak pernah rukun XD), gagal jadi istrinya Duta (okeabaikanyangsatuini), keberangkatan yang tertunda karena medical problem. All of those troubles that once came my way. And look, I still survive =).
And then, the next day, I woke up and still can face the day with my smile.
My theme song? I Get Knocked Down, by Chumbawamba.
We’ll be singing, when we’re winning
We’ll be singing…
I get knocked down, but I get up again.
You ain’t never gonna kicked me down!
Every new day is a new opportunity for me to make my steps, reaching my dreams and make them come true =)
Jumat, 21 Oktober 2011
Currently Watching, Currently Listening
Minggu, 09 Oktober 2011
Me and the Cooking Cup
Silakan dibaca lagi kalimat di atas. Anda gak salah baca kok, saya ikut lomba memasak.
Jadi gini, dalam rangka Dekan Cup, salah satu lomba yang diadakan oleh BEM FMIPA *ye,p Fakultas MIPA, tempat saya mencari nafkah* adalah lomba memasak. Tadinya saya gak ada minat sama sekali untuk ikutan. Tapi akhirnya saya jadi tertarik karenaaa… satu, masaknya boleh di rumah, jadi di kampus udah tinggal nata-nata hidangannya aja. Kemudian, yang alasan selanjutnya yang membuat saya makin semangat untuk ikut adalaaah… Jurinya si Chef Agus! Iyaaa, yang jadi Runner Up Master Chef Indonesia ituuu! Eh, gini-gini saya penonton setia MCI lho, dan saya pendukung Chef Agus *selain karena dia jagoan, dia juga.. ganteng*.
Eeeniwei, tentu saja, sebagai seseorang yang menyadari kelemahan diri sendiri, langkah pertama yang saya lakukan adalah merayu Mama untuk membantu saya. Tadinya sih mama gak mau. Tapi setelah membaca selebaran tentang lomba itu yang saya bawakan, si Mama malah jadi semangat juga. Dia tau-tau udah mengajukan berbagai macam ide masakan, sementara saya cuma manggut-manggut aja. Lombanya hari Sabtu, dan Jum’at malem, begitu saya sampe rumah, si Mama udah selesai aja bikin semacam nugget gitu dari ikan haruan. Bentuknya lucu-lucu pula, dicetak Mama pake cetakan kue.
Sabtu paginya, sampe di kampus, seperti biasa saya pake acara panik dulu. Secara nih ya, saya agak-agak clueless membayangkan itu si nugget mau ditata seperti apa. Apalagi begitu melihat pserta lain yang oh-keren-sekali-masakannya. Peserta dari dosen totalnya ada lima orang. Kalo dari mahasiswa, akhirnya ada 11 apa 12 orang gitu. Saya dapet nomer peserta dua. Di sebelah saya, Bu Wati, staf bagian kepegawaian yang memang punya katering. Begitu melihat masakan dia yang ditata dengan begitu cantiknya di atas piring, serius saya pengen mundur aja. Apalagi melihat masakan punya Ipul, yang ditata ala chef profesional. Itu lhooo..yang sausnya dibentuk kayak garis abstrak gitu di atas piring. Untunglah para mahasiswa saya dengan baik hatinya ikut bantuin nata-nata si nugget itu.
Setelah berpikir selama…beberapa detik, akhirnya saya memutuskan untuk menamai nugget itu sebagai… Hau Good. Hau dari kata haruan, sementara Good karena mau nyaingin nugget So Good.
Sekitar hampir jam 10an, Agus dateeeng. Ih ya ampun, dari deket dia ganteng bangeeeet. Senyumnya itu lho, mampu melumerkan es batu dalam segelas es teh manis.
Singkat cerita, dia mendatangi satu persatu meja peserta untuk mencicipi masakan yang dilombakan. Karena rasa gugup *biasalah, saya si drama queen harus selalu lebay* dan grogi karena berdekatan dengan si ganteng yang jago memasak, jadi aja saya mempresentasikan masakan saya dengan sungguh ala kadarnya.
Yang paling saya ingat dari komentar Agus nyicipin masakan saya? Waktu dia nyicipin sausnya: “Sausnya enak…” katanya sambil senyum.
“O ya? Alhamdulillah. Padahal itu mah cuma nyampurin semua yang tersisa di rak di dapur…” kata saya dengan polosnya. Lha wong kata Mama gitu kooook…
Begitu Agus berpindah untuk mencicipi masakan Bu Wati, saya langsung mencicipi masakan saya sendiri. Eh, beneran, saya sendiri belum nyicipin lhoooo….
Anyway, nugget HauGood saya tidak bertahan lama. Ada 12 potong yang saya bawa. Setengah potong dicicipin Agus (dan saya ngabisin yang sisa setengah potongnya ;p). Sebelum Agus selesai nyicipin semua masakan peserta, itu nugget udah tinggal setengahnya gara-gara dicicipin dosen dan mahasiswa. Trus, tau-tau, Agus belum selesai demo masak, semua nugget itu udah lenyap. Yang tersisa tinggal daun selada dan tomat yang jadi garnishnya aja.
Selesai melakukan penilaian, Agus lalu demo masak. Ih, canggih deh. Ternyata beneran ya dia kalo masak dengan gaya kalem gitu, tapi cepeeet banget. Rapi pula. Sempet sambil ngobrol pula. Canggih aja.
Dia bikin steak patin saus pandan, sama jus cempedak sasirangan. Wetsah! Keren yak?
Akhirnya, pengumuman pemenaaang. Yang bacain Agus. Jujur, saya kalopun berharap menang, cuma ngincer juara III. Apalagi semua staf dan dosen di Fakultas memang sudah meramalkan bahwa yang bakal juara I itu Bu Wati. Waktu Agus membacakan kalo yang juara III itu Mbak Lina, dosen PS Fisika (nilainya 80), saya ikut tepuk tangan dengan gembira. Pas Juara II diumumkan, dengan nilai 81, saya sempet kaget. Lha, kok juara II nya… Bu Wati? Jadilah saya menduga juara I nya Pak Noer, Pembantu Dekan III kami yang juga ikut.
“Kemudian, untuk Juara I, dengan nilai 84,5…” kata Agus. Saya udah ngeliatin Ipul dan Pak Noer aja. Pilihannya kan tinggal mereka doang.
“Ya…kira-kira nomor peserta berapa yang jadi juara?” kata Agus.
Nggak tau mahasiswa, gak tau staf, ada yang teriak gini… “Nomer empaaat…”. Saya sih langsung keplok-keplok aja. Nomer empat itu nomer pesertanya Pak Noer.
Eh, si Agus manggut-manggut…
“Iya, nomer empat…” katanya. Saya senyum. Yah, paling nggak kan Pak Noer dosen Kimia juga.
Eh, tapi tau-tau Agus ngomong lagi. “Tapi empat kurang dua. Jadi juara I adalah nomer peserta dua, atas nama Utami Irawati.”
Saya bengong. Lalu tereak. “Whuaaa… Kimia menaaang!!”. Mahasiswa Kimia juga pada tepuk tangan dan tereak-tereak, sementara saya dengan noraknya loncat-loncat. Ahahaha… seneng bangeeeet.
Udah gitu, untuk kategori mahasiswa, Kimia dapet juara II! Weeeyyy… Keren banget kaaan =D!
Trus para pemenangnya disuruh maju untuk nerima piala. Eh, ternyata yang nyerahin pialanyaaaa… Bukan Agus -_-. Yang nyerahin piala Pembantu Rektor III. Mbak Lina udah bisik-bisik aja : “Yah, kok bukannya Agus aja ya?”. Saya langsung setuju. With all due respect ya Pak, ketemu sama PR III mah banyak kesempatannya. Tapi ketemu sama Agus?
Tapi tapi tapi… selesai foto bareng sama peserta…
...
...
...
Iyaaa… saya foto sama Aguuuus! Ecieee... ini begitu dia ngerangkul saya gitu, saya langsung disorakin mahasiswa lho ;p.
Pas selesai pembagian hadiah, saya langsung ngabarin Abah-Mama. Mama tadinya sempet gak percaya, karena kata Mama bikin masakan itu tadi gampang banget. Tapi pas malemnya saya pulang dan ngasih liat pialanya, Mama baru percaya. Ahahaha…
Jadilah ini membuktikan, that I have the best Mom in the world. Masakan Mama memang adalah masakan paling enak seduniaaa.
I love you, Mom =*
Selasa, 27 September 2011
Balikpapan dan Tragedi Koper
Trainingnya sendiri cukup menarik, ada tiga pembicara, Charles, Joyce, dan Colin. Materi yang mereka sampaikan tentang bagaimana menulis proposal untuk mendapatkan grant penelitian dari luar negeri. Gak kayak kalo ikut pelatihan lain yang biasanya selalu ada adegan saya ketiduran, untuk training kali ini, dengan ajaibnya saya bisa mendengarkan, even do the note taking. Sebenernya sempet berasa ga enak, pas bagian sesi tanya jawab, saya cenderung menjadi salah satu orang yang sering bertanya. I mean, I don’t want to show off or something. But I really was curious. Lagipula, maksud saya, while I have the chance, I want to make the most of it. Maka meskipun dengan bahasa Inggris yang seadanya, saya nanya. Eh, tapi pas akhir sesi, Drew, panitia dari CRDF malah bilang terima kasih lhooo… She said that she appreciated people who asked questions, as it shows that people are really interested in the training.
Another nice thing about joining this kind of training is the chance to meet new people. Yang pasti sih, jadi ketemu sama Mbak Indah, dosen TL yang gantiin Rosy. Lalu juga ketemu dengan dosen dari Papua. Oh, dan ada Bapak dosen dari UnHalu yang baiiiik banget. Dia lulusan S3 dari Jerman *-*. Belajar beberapa hal menarik dari si Bapak Ahmad ini =D, terutama tentang menghargai hasil karya orang lain.
Oh, dan karena lokasi trainingnya di Balikpapan, akhirnya aku ketemu dengan temen lama yang sudah gak ketemu selama 6 tahun! Yeay! Finally ketemuan sama Emil – Septa (yang sudah punya dua anak kecil, Ata dan Bisma), sama Lina dan Widia. It was very nice to see them again =D.
Back to the title. Tragedinya di sebelah mana?
Jadi gini. Bulan Juni lalu, saya ikut seminar di Jogja. Dan waktu itu, saya ketemu dengan Pak Ali, dosen di Maluku. Nah, pas acara ini ya ketemu lagi. Gak sempet ngobrol banyak sih. Pas hari kita check out, sempet ketemu dia sebentar, dan dia minta nomer hape saya.
Kronologisnya sepertinya dimulai ketika saya turun dan keluar dari lift sambil membawa koper saya. Begitu pintu lift membuka, salah seorang staf hotel langsung mengambil alih koper saya. Saya mah ho’oh aja, secara saya mau ngurus check out, plus Emil dan Septa udah nungguin saya di lobby. Selesai check out, saya memperkenalkan Mb’Indah dan Sunardi sama Emil-Septa. Waktu itu Sunardi sama Mb’Indah udah di teras hotel, lengkap dengan tumpukan kper di samping mereka. Naiklah kita ke mobil. Pesawat saya dan Mb’Indah memang baru berangkat malemnya, tapi rencananya kita mau nganterin Sunardi dulu ke bandara, karena dia mau ke Berau dan pesawatnya dijadwalkan berangkat jam 12 siang. Kita sempet singgah dulu untuk beli oleh-oleh, dan sampe di bandara sekitar jam 11an. Ngedrop Pak Sunardi, dan menurunkan kper dia. Nah, pas Sunardi ngambil kopernya dari bagasi mobil, saya jadi curiga. Kok… ada satu koper lagi ya? Karena say ayakin, Mbak Indah gak bawa koper. Dia cuma bawa traveling bag. Pas saya nanya Sunardi, dia sama kagetnya dengan saya. Secara dia pikir koper item itu punya saya. Kita liat-liatan. Bengong. Lalu panik.
KOPER ITEM INI PUNYA SIAPA COBA YA?
Mbak Indah udah ketawa aja saking takjubnya.
Dalam keadaan panik, saya nelfon ke hotel untuk nanyain, ada gak tamu hotel yang lagi bingung karena kopernya hilang. Sementara itu, Sunardi dan Mbak Indah udah ngebongkar koper itu untuk nyari ID. Ketemu. Ternyata memang deh ya, si koper itu punya Pak Ali. Kayaknya karena kebetulan saya, Sunardi, Mbak Indah dan si Pak Ali ini turun untuk cehck out pada saat yang nyaris bersamaa, jadilah staf hotel yang di depan pintu lift itu dengan penuh percaya diri mengasumsikan bahwa kami satu rombongan. Jadi aja semua koper kami ditumpuk jadi satu. Lha, saya yang liat koper itu dimasukkan ke mobil kan mikirnya itu punya Sunardi. Dan Sunardi sama Mbak Indah, tentu saja berasumsi bahwa itu koper punya saya.
Nelfon hotel lagi, ternyata Pak Ali sudah check out. Parahnya lagi, kan hotel biasanya minta nomer hape tamunya ya. Lha kok pas si Pak Ali ini pihak hotel pas gak nanyain. Dengan asumsi bahwa Pak Ali pulang ke Maluku lewat Makassar, jadilah kita berkeliling counter agen penerbangan, untuk nanya, ada gak nama Pak Ali dalam daftar nama penumpang ke Makassar. Negatif. Semuanya bilang gak ada penumpang mereka atas nama itu.
Akhirnya, kami memutuskan untuk balik ke hotel. Berdoa semoga ada panitia pelatihan yang masih tersisa, dan punya nomer hapenya Pak Ali.
Alhamdulilah yah, sekitar 10 menit kami meninggalkan bandara, Pak Ali nelfon saya.
“Bu Utami dimana? Koper saya ada di Bu Utami ya?”
Iya Pak. Dan koper bapak sukses banget bikin kami panik.
Tadinya sih sempet janjian mau ninggalin koper dia di hotel aja. Tapi beberapa menit kemudian dia udah nelfon lagi, secara ternyata dia udah di jalan. Jadilah suatu pembicaraan aneh
Pak Ali: Lha, Bu Utami ini sudah sampe mana?
Saya: Saya udah hampir nyampe Plaza Balikpapan. Bapak dimana?
Pak Ali: Saya sudah sampai di..depan Bank Danamon
*saya pas lagi melongok ke jendela dan melihat gedung Bank Danamon menjulang di kanan saya*
Saya: Pak, BERHENTI Pak! Berhenti sekarang juga. STOP! *saya nyaris teriak lho ini*
Pak Ali: Ha? Jadi saya brenti disini?
Saya: IYA PAK! UDAH! Brenti disitu aja! Jangan kemana-mana lagi, biar kita samperin Bapak.
Akhirnya Septa berhasil nemu puteran jalan, dan happy ending dong. Si koper kembali ke pemilik aslinya. Dan akibat insiden itu, saya jadi laper.
Well, kalo ar-si-ti-ai terkenal dengan sinetron Putri Yang Ditukar, kami punya cerita tentang Koper yang Terbawa.
Rabu, 06 Juli 2011
Books I Grew up With
Tapi yang pasti, saya jadi keinget beberapa buku yang dulu saya baca waktu saya masih kecil dan imut serta menggemaskan (yah, sampe sekarang juga masih sih ;p)
I am lucky enough that I have parents that love reading. Pertama kali bisa baca umur 3 tahun, dan mulai umur 5 tahun sudah baca buku sendiri. Jadi jujur saja, sampai sekarang saya masih suka agak heran kalau tahu ada orangyang tidak suka membaca.
Dulu, zaman Banjarmasin masih kota kecil, jumlah toko buku masih sangat sedikit. Yang saya ingat, dulu ada Sampaga. Dan saya masih ingat judul buku pertama yang saya pilih sendiri untuk dibelikan Abah disana: Sama’a sang penjaga Mata Air. I even still remember the cover. Terus ada juga Toko Buku Hasanu di deket Bundaran Air Mancur. Sayang sekali, semenjak ada Gramedia, toko-toko buku itu tidak bisa bertahan.
Terus, setiap kali Abah tugas ke Jakarta, saya pasti akan bikin daftar buku yang saya inginkan untuk dititipkan pada Abah.
Anyway, I grew up reading these kind of books
Lima Sekawan
Siapa sih yang gak pernah baca buku ini? Julian, Dick, George, Ann, dan tentu saja, Timmy! Yakin deh, yang baca buku ini waktu jaman kecil dulu pasti pernah berjhayal untuk berpetualang seperti mereka.
Seri Rumah Kecil di Padang Rumput
Baca ini pas kelas 1 SD gitu.Tapi yang Tahun-tahun Bahagia baca pas sudah kelas 4 SD gitu kali yaaa… Terhanyut banget dengan kehidupan sehari-hari Laura. Dan saya baru sadar belasan tahun kemudian, bahwa mungkin saya menyukai Laura di buku itu karena dia terasa begitu nyata, just like my reflection on the mirror. Sedikit nakal, selalu ingin tahu, diam-diam iri pada orang lain karen aberbagai alasan yang sebetulnya konyol. I even gave the name Charlotte to one of my dolls, just like Laura named her doll.
Taman Rahasia, Putri Mungil, Pangeran yang Hilang, Little Lord Fauntleroy
Semuanya karya Frances H. Burnett. Dan menurut saya, these books are evergreen classics.
Serial Malory Towers dan St. Clare
Aaaa…. Dulu ngoleksi buku ini tapi dipinjem kakak kelas dan gak balik :(. Jadi kemaren beli box setnya, dan maraton menghabiskan masing-masing 6 buku dalam serial ini. Saking sukanya sama serial ini, saya sama adek saya waktu kecil dulu suka berpura-pura menjadi tokoh dalam buku ini.
Serial Girl Talk, The Baby Sitter Club, Dear Diary
Yang ini waktu udah mulai ABG nih, pas kelas 5-6 SD, sama SMP gitu. Di Girl Talk,paling suka sama tokoh Allison. Pengen aja jadi kayak dia :D.
Penjelajah Antariksa (Bencana di Planet Poa, Sekoci Penyelamat, Kunin Bergolak)
Buku science-fiction pertama yang saya baca , bacanya waktu saya kelas 3 SD. Dan buku pertama dari serial ini saya baca sambil duduk di pojokan toko Gramedia di Bandung. Selesai dalam waktu dua jam. Ahahaha… waktu itu soalnya saya gak mau ikut belanja di toko lain sama Mama, jadi aja saya ditinggal sendirian di Gramedia selama hampir 4 jam. Yang masih tersisa di rak buku saya sekrang tinggal yang jilid 2 dan 3. Sebenernya agak kesel sama buku ini, karena nanggung. Di buku ketiga sih tulisannya bersambung ke buku keempat yang berjudul Lembah Api. Tapi sepertinya buku itu gak pernah terbit =(
Komik Mahabharata, Bratayudha, Ramayana
Aaaa…kangen sama komik wayang iniii! Saya dulu sampe hafal lho silsilah keluarga Pandawa dan Kurawa! Sayang ya model kayak ginian gak diterbitkan lagiii…
Sebenernya sih masih banyak lagi. Serial Pilih Sendiri Petualanganmu, Kelompok 2&1, Tro Detektif, whuaaa…kangen buku-buku jaman dulu ituuuu!
Komik terbitan Elex dulu jugaaa… Saya suka banget ngumpulin Serial Misteri. Apalagi kalo Yoko Matsumoto, pasti langsung beli. Sama yang Yu Asagiri. Bagus-baguuuus! Gambarnya bagus, ceritanya juga, mulai dari konyol (favorit saya Time Limit, Empat Sekawan, sama SOS), so sweet (Ring Memory, School, dll). Kalau komik jaman sekarang? Jujur, saya ngerasanya terlalu vulgar. Beda dengan cerita romantis di komik jaman dulu, yang plos tapi malah simply sweet and romantic.
Kalau dipikir-pikir, cerita jaman dulu itu karakternya sedikit beda dengan novel remaja zaman sekarang ya? Ceritanya lebih sederhana, bahasanya lebih lugas.
Makanya, seneng banget liat Taman Rahasia, A Little Princess dan beberapa buku klasik semacam itu dicetak ulang lagi :’).
Aaahh… Jadi kepengen membaca ulang kembali beberapa buku yang dulu menjadi penghias masa kecil saya :p
Jumat, 01 Juli 2011
The Lost Hero – Rick Riordan
Aannnyway… Akhirnya saya baca juga… AND I LOVE IT :D!
Yes, The Heroes of Olympus series is the sequel from Percy Jackson series. Bagi yang ngikutin Percy Jackson, inget dong that the last book ended with a prophecy? Dan novel ini merupakan perwujudan dari ramalan itu.
Tokoh sentralnya sebenernya baru. Jason, Leo, dan Piper. Obviously, they are demigods. Beberapa tokoh lama juga sempet muncul disini, Annabeth, Thalia, Chiron… Well, Percy, in one way or another, was also mentioned in this book. Was mentioned, not showed up.
Mirip dengan seri pendahulunya, ketiga remaja ini tadinya gak nyadar kalo mereka adalah blasteran dewa-manusia. Sekali lagi, mirip dengan seri pendahulunya, mereka baru sadar that there is something way so unusual about them, karena mereka harus berantem dengan monster. Geez, kenapa sih gak bisa ya mereka tahu bahwa mereka itu half-bloods in a more conveninet way? Ya, misalnya pas lagi duduk-duduk minum teh, tau-tau ada yang dateng, terus bilang, “Nice weather, huh? And by the way, do you know that you’re the daughter of Aphrodite?”.
Ngeeeniweeeeii…
Salah satu hal yang sangat beda, adalah point of view yang dipake. Di novel ini, Riordan pake point of view orang ketiga. Dan KETIGA tokoh dipake. Jadi dua bab pertama adalah POV Jason, trus dua bab selanjutnya dari POV Piper, trus dua bab lagi POV Leo. Dan gitu lagi. Not bad. Dan saya ngerasa, karakter tokoh jadi muncul banget disini. Oh, oke, yang Jason mungkin gak begitu ya… Tapi si Leo ini, asli, saya langsung jatuh cinta sama Leo. I mean, he’s funny, tapi di sisi lain, he has a soft spot too. Apalagi tentang betapa sayangnya dia sama ibunya, dan betapa dia merasa bersalah terhadap apa yang menimpa ibunya. Lagipula, si Leo ini yang paling lucuuuu. Komentar-komentarnya suka ajaib aja. Apalagi waktu dia naksir sama Ratu Es itu…
Another different thing, is the age. Buku pertama Percy Jackson waktu dia berusia 12 tahun. Nah, seri ini dimulai waktu tokohnya sudah remaja semua. Jadi ya… pergolakan batinnya model-model galaunya anak remaja gitu. Terutama antara Jason dan Piper -_-“. Toh, setiap tokoh punya konflik batin masing-masing.
Kemudian temanya juga..agak sedikit…beda. Inti utamanya masih sama, peperangan antar dewa gitu. Cuma di buku ini, tidak hanya mitologi Yunani, tapi juga ada mitologi Romawi. Kalau dipikir-pikir, memang sebagian besar dewa-dewi dari kedua mitologi itu sama sih. Cuma namanya aja yang beda-beda. You know, Aphrodite in the Greek myths, Venus in the Roman. Greek people call him as Ares, and Roman people know him as Mars. Kemudian mitologi yang ada di buku ini juga diceritakan lebih detail. Misalnya aja, soal kelahiran Aphrodite. Eh, tapi saya sempet agak bingung soal Medea deh… Saya sampe sempet brenti baca sebentar cuma untuk googling tentang siapa itu Medea ._.
As usual, Riordan punya cara sendiri untuk membuat pembaca terhanyut. Apalagi cerita sudah diawali dengan suatu misteri, Jason yang tiba-tiba saja sudah lupa tentang identitasnya sendiri. Dan tentu saja, the thing that I always find fascinating about Riordan’s writing, cara dia membuat tokoh-tokoh mitologi itu hidup kembali dengan latar dekade ini. Favorit saya? Aeolous, the master of winds, yang malah menjadi anchor untuk berita ramalan cuaca.
However, ada beberapa hal yang di bawah ekspektasi saya. First of all, it’s such a damn thick book! Hampir 600 halamaaaaan…. Dan itu karena there are so many things happened in the book. So.many.things. Kemudian, gak tau kenapa, saya suka berasa datar aja kalo pas POV nya Jason. Walaupun sepertinya dia yang jadi leader dari ketiga remaja ini, bagi saya dia jadi terasa…membosankan. Beda dengan bab dimana POV yang dipakai adalah POV nya Leo. Joke-nya selalu bikin saya ketawa. Ikut berasa nyesek waktu akhirnya dia ketemu sama ayahnya yang dewa. Pengen nangis waktu dia, untuk kesekian kalinya, merindukan ibunya dan merasa bersalah atas kematian ibunya. And somehow, the feeling that Leo was trying to hide. That he actually often feels like a square peg in a round hole. That he belongs nowhere. That he’s the odd one out. A very familiar feeling.
And one thing that I found a bit weird, kok jaraknya berasa terlalu singkat ya antara kejadian dimana seri ini dimulai dengan kejadian dimana Percy Jackson series berakhir? Saya malah merasanya kenapa para dewa-dewi itu tidak betah hidup damai???
Novel The Lost Hero ini adalah buku pertama dari seri The Heroes of Olympus, yang akan menjadi tetralogi. And guess what? Setiap buku akan diterbitkan tiap tahun. The Lost Hero was published in October 2010. The next one, The Son of Neptune, will be released in October 2011. KENAPA COBA YA MESTI SELAMA ITU???
Anyway, I give 4.5 out of 5 for this book =).
Selasa, 28 Juni 2011
Random Siang Hari
Procrastinating, of course.
Jadi suka pengen getok kepala sendiri kalo inget betapa banyak hal yang sebenernya bisa dari kapan itu selesai, tapi malah saya tunda-tunda.
1. Form aplikasi beasiswa masih tergeletak tanpa ada coretan apapun sedikitpun. Shame on me. Ngapain minta reference ke Christian kalo akhirnya gak dipake?
2. Naskah iseng-aja-pengen-nyoba-nulis itu masih tergeletak di rak paling bawah lemari. So far from being sent to anyone.
3. Tabungan bukannya menggemuk, malah makin kurus aja -_-. Etapi kan dipake buat bikin dapur di RSS gue sendiri ding. Hahahaha... Ngelesnya yang ini lumayan deh.
Anyway, setelah bikin posting ini, semoga semakin termotivasi untuk mulai melengkapi berkas. All that I need to do sebenernya tinggal melegalisir beberapa dokumen, ngisi form. Udah. Somethingthat I can actually do in 2 days. Tuhaaaannn... maafkanlah hambaMu yang kebangetan ini :(
Bismillah... Semoga niat ini terus menyala :)
Selasa, 14 Juni 2011
Me, and… VIDI ALDIANO!
Jadi sebenernya nih ya, hari Sabtu tanggal 11 itu dimulai dengan sedikit kelabu. Saya sih memang udah minta izin di tempat saya ngajar les, kalo sore itu saya gak bisa masuk. Karena rencananya, malam itu saya mau begadang buat nyelesain slide saya untuk presentasi hari Selasa nanti. Eh, mungkin karena Tuhan tau kalo saya ngepens sama mahluk ciptaanNya yang satu itu, jadi entah kenapa, hari Sabtu itu di kampus sepi, dan saya gak ada kerjaan. Jadi aja jam setengah dua belas saya udah bisa pulang. Pas lagi di jalan, pas OL twitter..dapet info kalo… ADA MEET AND GREET VIDI DI DUTA MALL! Astaga, itu sopir angkot sampe mau saya kalungin kembang tau gak sih saking senengnya.
Yo wis, dengan penuh semangat membara menyala-nyala seperti api unggun pramuka, langsung aja saya ngeloyor ke sana. Singgah sebentar di Gramedia, trus naik ke atas, ke food court tempat MnG nya nanti. Tadinya sih sepi, walopun panggungnya udah disiapin. Baru ada sekitar 8 orang yang udah pake baju Vidies duduk di tempat duduk khusus deket panggung situ. Atuh saya mah BERUSAHA terlihat kalem dan santai (padahal dalam hati deg-degan), jadi dengan manisnya, saya pesen pempek dulu. Laper. Habis bayar, dan mau balik ke tempat yang rada deket sama panggung, lah, kenapa jadi mulai penuh gitu? Sialan. Untung masih dapet kursi deket situ. Berapa lama ya saya sempet nungguin gitu? Yah, sekitar hampir 45 menit sih, trus, lama-kelamaan, makin banyak crew yang dateng, meeka mondar-mandir sambil ngomong lewat HT gitu. Melihat perkembangan semacam ini, berdirilah saya, dan mulai bergeser mendekat ke arah panggung. Untuk kesekian kalinya, saya bersyukuuur banget punya badan yang mungil begini. Jadi gak banyak orang yang sadar, apalagi protes, kalo saya udah deket sama panggung. Daaannn…
VIDI DATENG! YOI JEEEKKK… VIDI ALDIANO DATENG!
Begitu liat Vidi, gak tau kenapa, saya tereak. Tereaknya sambil bengong gitu… Astaga, dia lewat cuma sekitar 1 meter dari tempat saya. Pake kaos biasa gitu. Untungnya bukan cuma saya yang tereak. Trus, langsung foto session gitu. Saya dong dengan penuh semangat langsung merangsek maju ke depan. Jadi aja saya berfoto di kloter pertama, berempat gitu. Nah, sebenernya sama si crew kita disuruh berdiri di bawah panggung, Vidi di atas. Tapi Vidi bilang, “Eh, gak enak banget deh gue di atas gini. Gue di bawah aja ya?”.
Lalu dia turun.
Dan berdiri.
Di SAMPING SAYA.
IYA SODARA-SODARA! PAS DISEBELAH SAYA! Yakin dah, saya dicolek dikit aja sama Vidi udah pingsan sambil cengar-cengir.
Habis foto, kita salaman. Had a short dialogue with him:
“Makasih ya Vid…”
“Iya, sama-sama…”
“Semoga kuliahnya cepet lulus ya Vid…”
“Amin… Makasih ya…”
“Semoga cepet skripsi ya Vid…”
“AMIIINN …AMIIINNN!! Makasih yaaa…”
Oke, dari sekian banyak orang yang datang, kekna cuma saya yang kepikiran untuk ngomong gitu., Maap, naluri dosen. Sebenrnya mau saya tambahin, “Saya bersedia kok jadi dosen pembimbing kamu…”
Anyway, bodohnya saya adalah…
SAYA GAK FOTO PAKE KAMERA SENDIRI. *gali aspal*
Ya gimanaaaa??? Saya pikir mah, itu kan crew pada memotret kami dengan kamera canggih gitu, saya pikir pas habis acara bakal dijual gitu. You know lah, kayak acara seminar atau apaaa gitu kan suka ada tukang foto dadakan gitu. E sialan ya, ternyata enggaaaak!
Saya mah udah lemes aja. Eh, tapi pas saya lagi bingung gitu, ada kru yang kayaknya gak tega ngeliat betapa nelangsanya penderitaan yang tergambar di wajah saya. “Ya udah Mbak, foto lagi, biar saya fotoin…”
JADI YA UDAH SAYA FOTO LAGI DAN SEKARANG CUMA BERDUA SAMA VIDI! *loncat-loncat* *terbang melintasi samudra*
Yah, hasilnya blur sih. Bodo. Yang penting saya foto sama Pidi =D.
Eh, Vidi itu asli baik banget deh… ada tuh dia yang dikerubuti banget, tapi asli, dia mah teteeeeep aja senyuuuum terus. Dan senyumnya memang asli manis banget. Selesai sesi foto, sempet ada sesi tanya jawab gitu. Saya angkat tangan dooong :D. Eh, beneran, sama host mikrofonnya dikasih ke saya. Bukannya nanya, kata-kata pembuka saya adalah.. “Vidi, kalo gak salah, single yang Nuansa Bening itu kan tahun 2009 ya? Saya cuma mau bilang makasih aja. Soalnya single itu yang menemani saya selama saya mengerjakan tesis sampai akhirnya lulus.” Dia langsung ketawa, dan orang-orang langsung pada tepuk tangan. Well, setengah jam kemudian saya baru nyadar, saya ngomong gitu mah artinya saya ngebuka aib soal umur ya? Bodo ah. Emang bener kok, dulu kan pas lagi ngerjain literature review di tesis, lagunya Vidi itu mulu yang bolak-balik saya puter. Sampai-sampai pas farewell party Monashindosummer juga itu yang saya request buat dinyanyiin. Trus saya nanya lagi soal kapan dia mulai pengen jadi penyanyi, sama yang jadi inspirasi dia.Ternyata sodara-sodara, Vidi itu dulu sebenernya mau jadi dokter anak! Aww… how sweet…
Trus pas mau udahan, ada sesi foto lagiiii…. Tadinya sih saya mau foto lagi, maksudnya biar dapet gambar yang lebih jelas lagi. Tapi..ah, masa sih sampe tiga kali. Ya udah, akhirnya saya minta tanda tangan doang. Tanda tangannya dimana coba? Di novel sayaaa… ahahahaha….
Eh, Vidi mah kalo di TV keliatan cakep ya? Salah. Aslinya mah dia itu CAKEP BANGET. Astaga… Dan emang bener deh ya, dia itu ramaaah banget. Pas akhir-akhir itu, malah crew yang rada ribut nyuruh udahan, Vidi nya aja yang nyempetin tanda tangan dan foto bareng gitu. Trus dia sempet nyanyi dikit. Man, his voice is AMAZING. Asli, emang suaranya bening banget!!! See?
Ah, intinya mah saya seneng. Seneeeeng banget. Akhirnya bisa liat salah satu idola saya dari deket. Dekeeet banget. Bisa salaman, foto bareng, dapet tanda tangan. Dan sempet ngasih tau betapa secara tidak langsung, his song helped me going through those this-thesis-is-killing-me days. Thanks Vidi :).
Oh iyaaa… Karena Meet and Greet Vidi ini jiuga akhirnya saya bisa ketemu sama salah satu temen saya yang tadinya cuma kenal di twitter dan facebook. Si Tri! Hahahaha… Tri…maap yaaa…gak sempet ngobrol banyaaak. Dan saya lupa buat jaga imej di depan kamu. Hahahaha… Saking excitednya, jadi aja saya malah cengar-cengir gaje mulu di depan Tri. Saya kok mikir dia jadi meragukan status saya sebagai dosen ya? Eh, Tri kenapa gak mau diajakin foto bareng Vidiii? Kan sayaaang :(. Kapan-kapan ketemuan lagi ya Tri :).
Last words to say: I’m proudl to be a Vidies =D!
Sabtu, 31 Desember 2011
2011: What I Remember, What I Learn
Sabtu, 10 Desember 2011
Selamat Ulang Tahun, HIMAMIA!
Kamis, 10 November 2011
The Day I Met Failure
Senin 7 November kemaren., akhirnya saya mendapatkan apa yang selama ini saya tunggu: e-mail dari salah satu universitas di Jerman. Isinya singkat. "Your application has been reviewed, and we regret to say that you can not be accepted for this Master Programme, due to insufficient background that we expect…”
Yap. Saya gagal. Melayang sudah harapan saya untuk menjadi salah satu awardee DAAD. Saya langsung blank. Dan saya…nangis selama setengah jam lebih. Saya merasa saya sudah ngecewain Mama, Abah, Ita, temen-temen di PS, Christian yang sudah ngasih recommendation letter…
Toh, setelah nangis itu, saya masih bisa pergi keluar sebentar untuk beli nasi goreng. Sambil nungguin si Mas masak pesenan saya, saya bengong sambil mikir. Banyak hal yang berkelebat di benak saya. Iya, saya gagal. Untuk kali ini. But still, it won’t stop me. Abah dan Mama begitu denger berita ini *dari saya yang cerita sambil terisak-isak* juga bilang mungkin memang belum waktunya bagi saya. Dian, yang bingung kenapa tantenya ini tiba-tiba nangis gitu aja, padahal gak ada yang sedih-sedih di TV, juga langsung memeluk saya. Adik saya juga menghibur saya.
They are right, of course =).
Tuhan bukannya tidak mendengar doa saya. Dia bukannya tidak mau mengabulkan harapan saya. Dia hanya ingin saya memperoleh sesuatu yang lebih baik dari ini. Tuhan cuma ingin mengajarkan, bahwa ada saatnya saya harus jatuh dulu untuk bisa bangkit kembali dan berlari lebih kencang lagi.
Saya pikir-pikir lagi, memang mungkin saya salah strategi juga. I applied for a master degree instead of for a Ph.D. The course that I aimed for was in the Faculty of Engineering and Hydraulic (or something like that) that expect their students to have a professional background in water management. I sent an ITP certificate while International TOEFL or iBT was actually preferred. *garuk kepala sendiri* *nyengir*
That day, I met failure. But it won’t stop me.
Toh sebelum ini, sudah begitu banyak karunia Alloh yang Dia limpahkan pada saya. Keterima di UGM lewat jalur PMDK. Ikut PIMNAS. Having this job. The scholarship from AusAid. Fabulous experience with amazing people. And of course, one of the best gifts that He gives me is my family, people who always be with me with their love and prayers.
Why should I complain for one single failure that I have?
Toh sebelumnya saya sudah pernah berkali-kali menghadapi kegagalan juga. Dapet E untuk Stereokimia Organik (huahahaha… memang ya, saya dan Kimia Organik gak pernah rukun XD), gagal jadi istrinya Duta (okeabaikanyangsatuini), keberangkatan yang tertunda karena medical problem. All of those troubles that once came my way. And look, I still survive =).
And then, the next day, I woke up and still can face the day with my smile.
My theme song? I Get Knocked Down, by Chumbawamba.
We’ll be singing, when we’re winning
We’ll be singing…
I get knocked down, but I get up again.
You ain’t never gonna kicked me down!
Every new day is a new opportunity for me to make my steps, reaching my dreams and make them come true =)
Jumat, 21 Oktober 2011
Currently Watching, Currently Listening
Minggu, 09 Oktober 2011
Me and the Cooking Cup
Silakan dibaca lagi kalimat di atas. Anda gak salah baca kok, saya ikut lomba memasak.
Jadi gini, dalam rangka Dekan Cup, salah satu lomba yang diadakan oleh BEM FMIPA *ye,p Fakultas MIPA, tempat saya mencari nafkah* adalah lomba memasak. Tadinya saya gak ada minat sama sekali untuk ikutan. Tapi akhirnya saya jadi tertarik karenaaa… satu, masaknya boleh di rumah, jadi di kampus udah tinggal nata-nata hidangannya aja. Kemudian, yang alasan selanjutnya yang membuat saya makin semangat untuk ikut adalaaah… Jurinya si Chef Agus! Iyaaa, yang jadi Runner Up Master Chef Indonesia ituuu! Eh, gini-gini saya penonton setia MCI lho, dan saya pendukung Chef Agus *selain karena dia jagoan, dia juga.. ganteng*.
Eeeniwei, tentu saja, sebagai seseorang yang menyadari kelemahan diri sendiri, langkah pertama yang saya lakukan adalah merayu Mama untuk membantu saya. Tadinya sih mama gak mau. Tapi setelah membaca selebaran tentang lomba itu yang saya bawakan, si Mama malah jadi semangat juga. Dia tau-tau udah mengajukan berbagai macam ide masakan, sementara saya cuma manggut-manggut aja. Lombanya hari Sabtu, dan Jum’at malem, begitu saya sampe rumah, si Mama udah selesai aja bikin semacam nugget gitu dari ikan haruan. Bentuknya lucu-lucu pula, dicetak Mama pake cetakan kue.
Sabtu paginya, sampe di kampus, seperti biasa saya pake acara panik dulu. Secara nih ya, saya agak-agak clueless membayangkan itu si nugget mau ditata seperti apa. Apalagi begitu melihat pserta lain yang oh-keren-sekali-masakannya. Peserta dari dosen totalnya ada lima orang. Kalo dari mahasiswa, akhirnya ada 11 apa 12 orang gitu. Saya dapet nomer peserta dua. Di sebelah saya, Bu Wati, staf bagian kepegawaian yang memang punya katering. Begitu melihat masakan dia yang ditata dengan begitu cantiknya di atas piring, serius saya pengen mundur aja. Apalagi melihat masakan punya Ipul, yang ditata ala chef profesional. Itu lhooo..yang sausnya dibentuk kayak garis abstrak gitu di atas piring. Untunglah para mahasiswa saya dengan baik hatinya ikut bantuin nata-nata si nugget itu.
Setelah berpikir selama…beberapa detik, akhirnya saya memutuskan untuk menamai nugget itu sebagai… Hau Good. Hau dari kata haruan, sementara Good karena mau nyaingin nugget So Good.
Sekitar hampir jam 10an, Agus dateeeng. Ih ya ampun, dari deket dia ganteng bangeeeet. Senyumnya itu lho, mampu melumerkan es batu dalam segelas es teh manis.
Singkat cerita, dia mendatangi satu persatu meja peserta untuk mencicipi masakan yang dilombakan. Karena rasa gugup *biasalah, saya si drama queen harus selalu lebay* dan grogi karena berdekatan dengan si ganteng yang jago memasak, jadi aja saya mempresentasikan masakan saya dengan sungguh ala kadarnya.
Yang paling saya ingat dari komentar Agus nyicipin masakan saya? Waktu dia nyicipin sausnya: “Sausnya enak…” katanya sambil senyum.
“O ya? Alhamdulillah. Padahal itu mah cuma nyampurin semua yang tersisa di rak di dapur…” kata saya dengan polosnya. Lha wong kata Mama gitu kooook…
Begitu Agus berpindah untuk mencicipi masakan Bu Wati, saya langsung mencicipi masakan saya sendiri. Eh, beneran, saya sendiri belum nyicipin lhoooo….
Anyway, nugget HauGood saya tidak bertahan lama. Ada 12 potong yang saya bawa. Setengah potong dicicipin Agus (dan saya ngabisin yang sisa setengah potongnya ;p). Sebelum Agus selesai nyicipin semua masakan peserta, itu nugget udah tinggal setengahnya gara-gara dicicipin dosen dan mahasiswa. Trus, tau-tau, Agus belum selesai demo masak, semua nugget itu udah lenyap. Yang tersisa tinggal daun selada dan tomat yang jadi garnishnya aja.
Selesai melakukan penilaian, Agus lalu demo masak. Ih, canggih deh. Ternyata beneran ya dia kalo masak dengan gaya kalem gitu, tapi cepeeet banget. Rapi pula. Sempet sambil ngobrol pula. Canggih aja.
Dia bikin steak patin saus pandan, sama jus cempedak sasirangan. Wetsah! Keren yak?
Akhirnya, pengumuman pemenaaang. Yang bacain Agus. Jujur, saya kalopun berharap menang, cuma ngincer juara III. Apalagi semua staf dan dosen di Fakultas memang sudah meramalkan bahwa yang bakal juara I itu Bu Wati. Waktu Agus membacakan kalo yang juara III itu Mbak Lina, dosen PS Fisika (nilainya 80), saya ikut tepuk tangan dengan gembira. Pas Juara II diumumkan, dengan nilai 81, saya sempet kaget. Lha, kok juara II nya… Bu Wati? Jadilah saya menduga juara I nya Pak Noer, Pembantu Dekan III kami yang juga ikut.
“Kemudian, untuk Juara I, dengan nilai 84,5…” kata Agus. Saya udah ngeliatin Ipul dan Pak Noer aja. Pilihannya kan tinggal mereka doang.
“Ya…kira-kira nomor peserta berapa yang jadi juara?” kata Agus.
Nggak tau mahasiswa, gak tau staf, ada yang teriak gini… “Nomer empaaat…”. Saya sih langsung keplok-keplok aja. Nomer empat itu nomer pesertanya Pak Noer.
Eh, si Agus manggut-manggut…
“Iya, nomer empat…” katanya. Saya senyum. Yah, paling nggak kan Pak Noer dosen Kimia juga.
Eh, tapi tau-tau Agus ngomong lagi. “Tapi empat kurang dua. Jadi juara I adalah nomer peserta dua, atas nama Utami Irawati.”
Saya bengong. Lalu tereak. “Whuaaa… Kimia menaaang!!”. Mahasiswa Kimia juga pada tepuk tangan dan tereak-tereak, sementara saya dengan noraknya loncat-loncat. Ahahaha… seneng bangeeeet.
Udah gitu, untuk kategori mahasiswa, Kimia dapet juara II! Weeeyyy… Keren banget kaaan =D!
Trus para pemenangnya disuruh maju untuk nerima piala. Eh, ternyata yang nyerahin pialanyaaaa… Bukan Agus -_-. Yang nyerahin piala Pembantu Rektor III. Mbak Lina udah bisik-bisik aja : “Yah, kok bukannya Agus aja ya?”. Saya langsung setuju. With all due respect ya Pak, ketemu sama PR III mah banyak kesempatannya. Tapi ketemu sama Agus?
Tapi tapi tapi… selesai foto bareng sama peserta…
...
...
...
Iyaaa… saya foto sama Aguuuus! Ecieee... ini begitu dia ngerangkul saya gitu, saya langsung disorakin mahasiswa lho ;p.
Pas selesai pembagian hadiah, saya langsung ngabarin Abah-Mama. Mama tadinya sempet gak percaya, karena kata Mama bikin masakan itu tadi gampang banget. Tapi pas malemnya saya pulang dan ngasih liat pialanya, Mama baru percaya. Ahahaha…
Jadilah ini membuktikan, that I have the best Mom in the world. Masakan Mama memang adalah masakan paling enak seduniaaa.
I love you, Mom =*
Selasa, 27 September 2011
Balikpapan dan Tragedi Koper
Trainingnya sendiri cukup menarik, ada tiga pembicara, Charles, Joyce, dan Colin. Materi yang mereka sampaikan tentang bagaimana menulis proposal untuk mendapatkan grant penelitian dari luar negeri. Gak kayak kalo ikut pelatihan lain yang biasanya selalu ada adegan saya ketiduran, untuk training kali ini, dengan ajaibnya saya bisa mendengarkan, even do the note taking. Sebenernya sempet berasa ga enak, pas bagian sesi tanya jawab, saya cenderung menjadi salah satu orang yang sering bertanya. I mean, I don’t want to show off or something. But I really was curious. Lagipula, maksud saya, while I have the chance, I want to make the most of it. Maka meskipun dengan bahasa Inggris yang seadanya, saya nanya. Eh, tapi pas akhir sesi, Drew, panitia dari CRDF malah bilang terima kasih lhooo… She said that she appreciated people who asked questions, as it shows that people are really interested in the training.
Another nice thing about joining this kind of training is the chance to meet new people. Yang pasti sih, jadi ketemu sama Mbak Indah, dosen TL yang gantiin Rosy. Lalu juga ketemu dengan dosen dari Papua. Oh, dan ada Bapak dosen dari UnHalu yang baiiiik banget. Dia lulusan S3 dari Jerman *-*. Belajar beberapa hal menarik dari si Bapak Ahmad ini =D, terutama tentang menghargai hasil karya orang lain.
Oh, dan karena lokasi trainingnya di Balikpapan, akhirnya aku ketemu dengan temen lama yang sudah gak ketemu selama 6 tahun! Yeay! Finally ketemuan sama Emil – Septa (yang sudah punya dua anak kecil, Ata dan Bisma), sama Lina dan Widia. It was very nice to see them again =D.
Back to the title. Tragedinya di sebelah mana?
Jadi gini. Bulan Juni lalu, saya ikut seminar di Jogja. Dan waktu itu, saya ketemu dengan Pak Ali, dosen di Maluku. Nah, pas acara ini ya ketemu lagi. Gak sempet ngobrol banyak sih. Pas hari kita check out, sempet ketemu dia sebentar, dan dia minta nomer hape saya.
Kronologisnya sepertinya dimulai ketika saya turun dan keluar dari lift sambil membawa koper saya. Begitu pintu lift membuka, salah seorang staf hotel langsung mengambil alih koper saya. Saya mah ho’oh aja, secara saya mau ngurus check out, plus Emil dan Septa udah nungguin saya di lobby. Selesai check out, saya memperkenalkan Mb’Indah dan Sunardi sama Emil-Septa. Waktu itu Sunardi sama Mb’Indah udah di teras hotel, lengkap dengan tumpukan kper di samping mereka. Naiklah kita ke mobil. Pesawat saya dan Mb’Indah memang baru berangkat malemnya, tapi rencananya kita mau nganterin Sunardi dulu ke bandara, karena dia mau ke Berau dan pesawatnya dijadwalkan berangkat jam 12 siang. Kita sempet singgah dulu untuk beli oleh-oleh, dan sampe di bandara sekitar jam 11an. Ngedrop Pak Sunardi, dan menurunkan kper dia. Nah, pas Sunardi ngambil kopernya dari bagasi mobil, saya jadi curiga. Kok… ada satu koper lagi ya? Karena say ayakin, Mbak Indah gak bawa koper. Dia cuma bawa traveling bag. Pas saya nanya Sunardi, dia sama kagetnya dengan saya. Secara dia pikir koper item itu punya saya. Kita liat-liatan. Bengong. Lalu panik.
KOPER ITEM INI PUNYA SIAPA COBA YA?
Mbak Indah udah ketawa aja saking takjubnya.
Dalam keadaan panik, saya nelfon ke hotel untuk nanyain, ada gak tamu hotel yang lagi bingung karena kopernya hilang. Sementara itu, Sunardi dan Mbak Indah udah ngebongkar koper itu untuk nyari ID. Ketemu. Ternyata memang deh ya, si koper itu punya Pak Ali. Kayaknya karena kebetulan saya, Sunardi, Mbak Indah dan si Pak Ali ini turun untuk cehck out pada saat yang nyaris bersamaa, jadilah staf hotel yang di depan pintu lift itu dengan penuh percaya diri mengasumsikan bahwa kami satu rombongan. Jadi aja semua koper kami ditumpuk jadi satu. Lha, saya yang liat koper itu dimasukkan ke mobil kan mikirnya itu punya Sunardi. Dan Sunardi sama Mbak Indah, tentu saja berasumsi bahwa itu koper punya saya.
Nelfon hotel lagi, ternyata Pak Ali sudah check out. Parahnya lagi, kan hotel biasanya minta nomer hape tamunya ya. Lha kok pas si Pak Ali ini pihak hotel pas gak nanyain. Dengan asumsi bahwa Pak Ali pulang ke Maluku lewat Makassar, jadilah kita berkeliling counter agen penerbangan, untuk nanya, ada gak nama Pak Ali dalam daftar nama penumpang ke Makassar. Negatif. Semuanya bilang gak ada penumpang mereka atas nama itu.
Akhirnya, kami memutuskan untuk balik ke hotel. Berdoa semoga ada panitia pelatihan yang masih tersisa, dan punya nomer hapenya Pak Ali.
Alhamdulilah yah, sekitar 10 menit kami meninggalkan bandara, Pak Ali nelfon saya.
“Bu Utami dimana? Koper saya ada di Bu Utami ya?”
Iya Pak. Dan koper bapak sukses banget bikin kami panik.
Tadinya sih sempet janjian mau ninggalin koper dia di hotel aja. Tapi beberapa menit kemudian dia udah nelfon lagi, secara ternyata dia udah di jalan. Jadilah suatu pembicaraan aneh
Pak Ali: Lha, Bu Utami ini sudah sampe mana?
Saya: Saya udah hampir nyampe Plaza Balikpapan. Bapak dimana?
Pak Ali: Saya sudah sampai di..depan Bank Danamon
*saya pas lagi melongok ke jendela dan melihat gedung Bank Danamon menjulang di kanan saya*
Saya: Pak, BERHENTI Pak! Berhenti sekarang juga. STOP! *saya nyaris teriak lho ini*
Pak Ali: Ha? Jadi saya brenti disini?
Saya: IYA PAK! UDAH! Brenti disitu aja! Jangan kemana-mana lagi, biar kita samperin Bapak.
Akhirnya Septa berhasil nemu puteran jalan, dan happy ending dong. Si koper kembali ke pemilik aslinya. Dan akibat insiden itu, saya jadi laper.
Well, kalo ar-si-ti-ai terkenal dengan sinetron Putri Yang Ditukar, kami punya cerita tentang Koper yang Terbawa.
Rabu, 06 Juli 2011
Books I Grew up With
Tapi yang pasti, saya jadi keinget beberapa buku yang dulu saya baca waktu saya masih kecil dan imut serta menggemaskan (yah, sampe sekarang juga masih sih ;p)
I am lucky enough that I have parents that love reading. Pertama kali bisa baca umur 3 tahun, dan mulai umur 5 tahun sudah baca buku sendiri. Jadi jujur saja, sampai sekarang saya masih suka agak heran kalau tahu ada orangyang tidak suka membaca.
Dulu, zaman Banjarmasin masih kota kecil, jumlah toko buku masih sangat sedikit. Yang saya ingat, dulu ada Sampaga. Dan saya masih ingat judul buku pertama yang saya pilih sendiri untuk dibelikan Abah disana: Sama’a sang penjaga Mata Air. I even still remember the cover. Terus ada juga Toko Buku Hasanu di deket Bundaran Air Mancur. Sayang sekali, semenjak ada Gramedia, toko-toko buku itu tidak bisa bertahan.
Terus, setiap kali Abah tugas ke Jakarta, saya pasti akan bikin daftar buku yang saya inginkan untuk dititipkan pada Abah.
Anyway, I grew up reading these kind of books
Lima Sekawan
Siapa sih yang gak pernah baca buku ini? Julian, Dick, George, Ann, dan tentu saja, Timmy! Yakin deh, yang baca buku ini waktu jaman kecil dulu pasti pernah berjhayal untuk berpetualang seperti mereka.
Seri Rumah Kecil di Padang Rumput
Baca ini pas kelas 1 SD gitu.Tapi yang Tahun-tahun Bahagia baca pas sudah kelas 4 SD gitu kali yaaa… Terhanyut banget dengan kehidupan sehari-hari Laura. Dan saya baru sadar belasan tahun kemudian, bahwa mungkin saya menyukai Laura di buku itu karena dia terasa begitu nyata, just like my reflection on the mirror. Sedikit nakal, selalu ingin tahu, diam-diam iri pada orang lain karen aberbagai alasan yang sebetulnya konyol. I even gave the name Charlotte to one of my dolls, just like Laura named her doll.
Taman Rahasia, Putri Mungil, Pangeran yang Hilang, Little Lord Fauntleroy
Semuanya karya Frances H. Burnett. Dan menurut saya, these books are evergreen classics.
Serial Malory Towers dan St. Clare
Aaaa…. Dulu ngoleksi buku ini tapi dipinjem kakak kelas dan gak balik :(. Jadi kemaren beli box setnya, dan maraton menghabiskan masing-masing 6 buku dalam serial ini. Saking sukanya sama serial ini, saya sama adek saya waktu kecil dulu suka berpura-pura menjadi tokoh dalam buku ini.
Serial Girl Talk, The Baby Sitter Club, Dear Diary
Yang ini waktu udah mulai ABG nih, pas kelas 5-6 SD, sama SMP gitu. Di Girl Talk,paling suka sama tokoh Allison. Pengen aja jadi kayak dia :D.
Penjelajah Antariksa (Bencana di Planet Poa, Sekoci Penyelamat, Kunin Bergolak)
Buku science-fiction pertama yang saya baca , bacanya waktu saya kelas 3 SD. Dan buku pertama dari serial ini saya baca sambil duduk di pojokan toko Gramedia di Bandung. Selesai dalam waktu dua jam. Ahahaha… waktu itu soalnya saya gak mau ikut belanja di toko lain sama Mama, jadi aja saya ditinggal sendirian di Gramedia selama hampir 4 jam. Yang masih tersisa di rak buku saya sekrang tinggal yang jilid 2 dan 3. Sebenernya agak kesel sama buku ini, karena nanggung. Di buku ketiga sih tulisannya bersambung ke buku keempat yang berjudul Lembah Api. Tapi sepertinya buku itu gak pernah terbit =(
Komik Mahabharata, Bratayudha, Ramayana
Aaaa…kangen sama komik wayang iniii! Saya dulu sampe hafal lho silsilah keluarga Pandawa dan Kurawa! Sayang ya model kayak ginian gak diterbitkan lagiii…
Sebenernya sih masih banyak lagi. Serial Pilih Sendiri Petualanganmu, Kelompok 2&1, Tro Detektif, whuaaa…kangen buku-buku jaman dulu ituuuu!
Komik terbitan Elex dulu jugaaa… Saya suka banget ngumpulin Serial Misteri. Apalagi kalo Yoko Matsumoto, pasti langsung beli. Sama yang Yu Asagiri. Bagus-baguuuus! Gambarnya bagus, ceritanya juga, mulai dari konyol (favorit saya Time Limit, Empat Sekawan, sama SOS), so sweet (Ring Memory, School, dll). Kalau komik jaman sekarang? Jujur, saya ngerasanya terlalu vulgar. Beda dengan cerita romantis di komik jaman dulu, yang plos tapi malah simply sweet and romantic.
Kalau dipikir-pikir, cerita jaman dulu itu karakternya sedikit beda dengan novel remaja zaman sekarang ya? Ceritanya lebih sederhana, bahasanya lebih lugas.
Makanya, seneng banget liat Taman Rahasia, A Little Princess dan beberapa buku klasik semacam itu dicetak ulang lagi :’).
Aaahh… Jadi kepengen membaca ulang kembali beberapa buku yang dulu menjadi penghias masa kecil saya :p
Jumat, 01 Juli 2011
The Lost Hero – Rick Riordan
Aannnyway… Akhirnya saya baca juga… AND I LOVE IT :D!
Yes, The Heroes of Olympus series is the sequel from Percy Jackson series. Bagi yang ngikutin Percy Jackson, inget dong that the last book ended with a prophecy? Dan novel ini merupakan perwujudan dari ramalan itu.
Tokoh sentralnya sebenernya baru. Jason, Leo, dan Piper. Obviously, they are demigods. Beberapa tokoh lama juga sempet muncul disini, Annabeth, Thalia, Chiron… Well, Percy, in one way or another, was also mentioned in this book. Was mentioned, not showed up.
Mirip dengan seri pendahulunya, ketiga remaja ini tadinya gak nyadar kalo mereka adalah blasteran dewa-manusia. Sekali lagi, mirip dengan seri pendahulunya, mereka baru sadar that there is something way so unusual about them, karena mereka harus berantem dengan monster. Geez, kenapa sih gak bisa ya mereka tahu bahwa mereka itu half-bloods in a more conveninet way? Ya, misalnya pas lagi duduk-duduk minum teh, tau-tau ada yang dateng, terus bilang, “Nice weather, huh? And by the way, do you know that you’re the daughter of Aphrodite?”.
Ngeeeniweeeeii…
Salah satu hal yang sangat beda, adalah point of view yang dipake. Di novel ini, Riordan pake point of view orang ketiga. Dan KETIGA tokoh dipake. Jadi dua bab pertama adalah POV Jason, trus dua bab selanjutnya dari POV Piper, trus dua bab lagi POV Leo. Dan gitu lagi. Not bad. Dan saya ngerasa, karakter tokoh jadi muncul banget disini. Oh, oke, yang Jason mungkin gak begitu ya… Tapi si Leo ini, asli, saya langsung jatuh cinta sama Leo. I mean, he’s funny, tapi di sisi lain, he has a soft spot too. Apalagi tentang betapa sayangnya dia sama ibunya, dan betapa dia merasa bersalah terhadap apa yang menimpa ibunya. Lagipula, si Leo ini yang paling lucuuuu. Komentar-komentarnya suka ajaib aja. Apalagi waktu dia naksir sama Ratu Es itu…
Another different thing, is the age. Buku pertama Percy Jackson waktu dia berusia 12 tahun. Nah, seri ini dimulai waktu tokohnya sudah remaja semua. Jadi ya… pergolakan batinnya model-model galaunya anak remaja gitu. Terutama antara Jason dan Piper -_-“. Toh, setiap tokoh punya konflik batin masing-masing.
Kemudian temanya juga..agak sedikit…beda. Inti utamanya masih sama, peperangan antar dewa gitu. Cuma di buku ini, tidak hanya mitologi Yunani, tapi juga ada mitologi Romawi. Kalau dipikir-pikir, memang sebagian besar dewa-dewi dari kedua mitologi itu sama sih. Cuma namanya aja yang beda-beda. You know, Aphrodite in the Greek myths, Venus in the Roman. Greek people call him as Ares, and Roman people know him as Mars. Kemudian mitologi yang ada di buku ini juga diceritakan lebih detail. Misalnya aja, soal kelahiran Aphrodite. Eh, tapi saya sempet agak bingung soal Medea deh… Saya sampe sempet brenti baca sebentar cuma untuk googling tentang siapa itu Medea ._.
As usual, Riordan punya cara sendiri untuk membuat pembaca terhanyut. Apalagi cerita sudah diawali dengan suatu misteri, Jason yang tiba-tiba saja sudah lupa tentang identitasnya sendiri. Dan tentu saja, the thing that I always find fascinating about Riordan’s writing, cara dia membuat tokoh-tokoh mitologi itu hidup kembali dengan latar dekade ini. Favorit saya? Aeolous, the master of winds, yang malah menjadi anchor untuk berita ramalan cuaca.
However, ada beberapa hal yang di bawah ekspektasi saya. First of all, it’s such a damn thick book! Hampir 600 halamaaaaan…. Dan itu karena there are so many things happened in the book. So.many.things. Kemudian, gak tau kenapa, saya suka berasa datar aja kalo pas POV nya Jason. Walaupun sepertinya dia yang jadi leader dari ketiga remaja ini, bagi saya dia jadi terasa…membosankan. Beda dengan bab dimana POV yang dipakai adalah POV nya Leo. Joke-nya selalu bikin saya ketawa. Ikut berasa nyesek waktu akhirnya dia ketemu sama ayahnya yang dewa. Pengen nangis waktu dia, untuk kesekian kalinya, merindukan ibunya dan merasa bersalah atas kematian ibunya. And somehow, the feeling that Leo was trying to hide. That he actually often feels like a square peg in a round hole. That he belongs nowhere. That he’s the odd one out. A very familiar feeling.
And one thing that I found a bit weird, kok jaraknya berasa terlalu singkat ya antara kejadian dimana seri ini dimulai dengan kejadian dimana Percy Jackson series berakhir? Saya malah merasanya kenapa para dewa-dewi itu tidak betah hidup damai???
Novel The Lost Hero ini adalah buku pertama dari seri The Heroes of Olympus, yang akan menjadi tetralogi. And guess what? Setiap buku akan diterbitkan tiap tahun. The Lost Hero was published in October 2010. The next one, The Son of Neptune, will be released in October 2011. KENAPA COBA YA MESTI SELAMA ITU???
Anyway, I give 4.5 out of 5 for this book =).
Selasa, 28 Juni 2011
Random Siang Hari
Procrastinating, of course.
Jadi suka pengen getok kepala sendiri kalo inget betapa banyak hal yang sebenernya bisa dari kapan itu selesai, tapi malah saya tunda-tunda.
1. Form aplikasi beasiswa masih tergeletak tanpa ada coretan apapun sedikitpun. Shame on me. Ngapain minta reference ke Christian kalo akhirnya gak dipake?
2. Naskah iseng-aja-pengen-nyoba-nulis itu masih tergeletak di rak paling bawah lemari. So far from being sent to anyone.
3. Tabungan bukannya menggemuk, malah makin kurus aja -_-. Etapi kan dipake buat bikin dapur di RSS gue sendiri ding. Hahahaha... Ngelesnya yang ini lumayan deh.
Anyway, setelah bikin posting ini, semoga semakin termotivasi untuk mulai melengkapi berkas. All that I need to do sebenernya tinggal melegalisir beberapa dokumen, ngisi form. Udah. Somethingthat I can actually do in 2 days. Tuhaaaannn... maafkanlah hambaMu yang kebangetan ini :(
Bismillah... Semoga niat ini terus menyala :)
Selasa, 14 Juni 2011
Me, and… VIDI ALDIANO!
Jadi sebenernya nih ya, hari Sabtu tanggal 11 itu dimulai dengan sedikit kelabu. Saya sih memang udah minta izin di tempat saya ngajar les, kalo sore itu saya gak bisa masuk. Karena rencananya, malam itu saya mau begadang buat nyelesain slide saya untuk presentasi hari Selasa nanti. Eh, mungkin karena Tuhan tau kalo saya ngepens sama mahluk ciptaanNya yang satu itu, jadi entah kenapa, hari Sabtu itu di kampus sepi, dan saya gak ada kerjaan. Jadi aja jam setengah dua belas saya udah bisa pulang. Pas lagi di jalan, pas OL twitter..dapet info kalo… ADA MEET AND GREET VIDI DI DUTA MALL! Astaga, itu sopir angkot sampe mau saya kalungin kembang tau gak sih saking senengnya.
Yo wis, dengan penuh semangat membara menyala-nyala seperti api unggun pramuka, langsung aja saya ngeloyor ke sana. Singgah sebentar di Gramedia, trus naik ke atas, ke food court tempat MnG nya nanti. Tadinya sih sepi, walopun panggungnya udah disiapin. Baru ada sekitar 8 orang yang udah pake baju Vidies duduk di tempat duduk khusus deket panggung situ. Atuh saya mah BERUSAHA terlihat kalem dan santai (padahal dalam hati deg-degan), jadi dengan manisnya, saya pesen pempek dulu. Laper. Habis bayar, dan mau balik ke tempat yang rada deket sama panggung, lah, kenapa jadi mulai penuh gitu? Sialan. Untung masih dapet kursi deket situ. Berapa lama ya saya sempet nungguin gitu? Yah, sekitar hampir 45 menit sih, trus, lama-kelamaan, makin banyak crew yang dateng, meeka mondar-mandir sambil ngomong lewat HT gitu. Melihat perkembangan semacam ini, berdirilah saya, dan mulai bergeser mendekat ke arah panggung. Untuk kesekian kalinya, saya bersyukuuur banget punya badan yang mungil begini. Jadi gak banyak orang yang sadar, apalagi protes, kalo saya udah deket sama panggung. Daaannn…
VIDI DATENG! YOI JEEEKKK… VIDI ALDIANO DATENG!
Begitu liat Vidi, gak tau kenapa, saya tereak. Tereaknya sambil bengong gitu… Astaga, dia lewat cuma sekitar 1 meter dari tempat saya. Pake kaos biasa gitu. Untungnya bukan cuma saya yang tereak. Trus, langsung foto session gitu. Saya dong dengan penuh semangat langsung merangsek maju ke depan. Jadi aja saya berfoto di kloter pertama, berempat gitu. Nah, sebenernya sama si crew kita disuruh berdiri di bawah panggung, Vidi di atas. Tapi Vidi bilang, “Eh, gak enak banget deh gue di atas gini. Gue di bawah aja ya?”.
Lalu dia turun.
Dan berdiri.
Di SAMPING SAYA.
IYA SODARA-SODARA! PAS DISEBELAH SAYA! Yakin dah, saya dicolek dikit aja sama Vidi udah pingsan sambil cengar-cengir.
Habis foto, kita salaman. Had a short dialogue with him:
“Makasih ya Vid…”
“Iya, sama-sama…”
“Semoga kuliahnya cepet lulus ya Vid…”
“Amin… Makasih ya…”
“Semoga cepet skripsi ya Vid…”
“AMIIINN …AMIIINNN!! Makasih yaaa…”
Oke, dari sekian banyak orang yang datang, kekna cuma saya yang kepikiran untuk ngomong gitu., Maap, naluri dosen. Sebenrnya mau saya tambahin, “Saya bersedia kok jadi dosen pembimbing kamu…”
Anyway, bodohnya saya adalah…
SAYA GAK FOTO PAKE KAMERA SENDIRI. *gali aspal*
Ya gimanaaaa??? Saya pikir mah, itu kan crew pada memotret kami dengan kamera canggih gitu, saya pikir pas habis acara bakal dijual gitu. You know lah, kayak acara seminar atau apaaa gitu kan suka ada tukang foto dadakan gitu. E sialan ya, ternyata enggaaaak!
Saya mah udah lemes aja. Eh, tapi pas saya lagi bingung gitu, ada kru yang kayaknya gak tega ngeliat betapa nelangsanya penderitaan yang tergambar di wajah saya. “Ya udah Mbak, foto lagi, biar saya fotoin…”
JADI YA UDAH SAYA FOTO LAGI DAN SEKARANG CUMA BERDUA SAMA VIDI! *loncat-loncat* *terbang melintasi samudra*
Yah, hasilnya blur sih. Bodo. Yang penting saya foto sama Pidi =D.
Eh, Vidi itu asli baik banget deh… ada tuh dia yang dikerubuti banget, tapi asli, dia mah teteeeeep aja senyuuuum terus. Dan senyumnya memang asli manis banget. Selesai sesi foto, sempet ada sesi tanya jawab gitu. Saya angkat tangan dooong :D. Eh, beneran, sama host mikrofonnya dikasih ke saya. Bukannya nanya, kata-kata pembuka saya adalah.. “Vidi, kalo gak salah, single yang Nuansa Bening itu kan tahun 2009 ya? Saya cuma mau bilang makasih aja. Soalnya single itu yang menemani saya selama saya mengerjakan tesis sampai akhirnya lulus.” Dia langsung ketawa, dan orang-orang langsung pada tepuk tangan. Well, setengah jam kemudian saya baru nyadar, saya ngomong gitu mah artinya saya ngebuka aib soal umur ya? Bodo ah. Emang bener kok, dulu kan pas lagi ngerjain literature review di tesis, lagunya Vidi itu mulu yang bolak-balik saya puter. Sampai-sampai pas farewell party Monashindosummer juga itu yang saya request buat dinyanyiin. Trus saya nanya lagi soal kapan dia mulai pengen jadi penyanyi, sama yang jadi inspirasi dia.Ternyata sodara-sodara, Vidi itu dulu sebenernya mau jadi dokter anak! Aww… how sweet…
Trus pas mau udahan, ada sesi foto lagiiii…. Tadinya sih saya mau foto lagi, maksudnya biar dapet gambar yang lebih jelas lagi. Tapi..ah, masa sih sampe tiga kali. Ya udah, akhirnya saya minta tanda tangan doang. Tanda tangannya dimana coba? Di novel sayaaa… ahahahaha….
Eh, Vidi mah kalo di TV keliatan cakep ya? Salah. Aslinya mah dia itu CAKEP BANGET. Astaga… Dan emang bener deh ya, dia itu ramaaah banget. Pas akhir-akhir itu, malah crew yang rada ribut nyuruh udahan, Vidi nya aja yang nyempetin tanda tangan dan foto bareng gitu. Trus dia sempet nyanyi dikit. Man, his voice is AMAZING. Asli, emang suaranya bening banget!!! See?
Ah, intinya mah saya seneng. Seneeeeng banget. Akhirnya bisa liat salah satu idola saya dari deket. Dekeeet banget. Bisa salaman, foto bareng, dapet tanda tangan. Dan sempet ngasih tau betapa secara tidak langsung, his song helped me going through those this-thesis-is-killing-me days. Thanks Vidi :).
Oh iyaaa… Karena Meet and Greet Vidi ini jiuga akhirnya saya bisa ketemu sama salah satu temen saya yang tadinya cuma kenal di twitter dan facebook. Si Tri! Hahahaha… Tri…maap yaaa…gak sempet ngobrol banyaaak. Dan saya lupa buat jaga imej di depan kamu. Hahahaha… Saking excitednya, jadi aja saya malah cengar-cengir gaje mulu di depan Tri. Saya kok mikir dia jadi meragukan status saya sebagai dosen ya? Eh, Tri kenapa gak mau diajakin foto bareng Vidiii? Kan sayaaang :(. Kapan-kapan ketemuan lagi ya Tri :).
Last words to say: I’m proudl to be a Vidies =D!