Kambing Jantan Is In The House!
Gak, saya bukannya lagi jadi juragan kambing. Ini posting soal seseorang yang jadi sangat terkenal karena Kambing. Siapaaa? Tukang sate? Pak Kumis yang jualan soto kambing? Bukaaan… Tapii… Raditya Dika :).
I bet that this name is familiar for you. Yep. Raditya Dika yang populer dengan buku-buku komedinya. Pieces of writing that he calls as observational comedy.
Kemaren, Alhamdulillah saya bisa ikut Seminar Menulis Kreatif dengan Raditya Dika sebagai pembicara. Yang ngadain mahasiswa Fakultas Kedokteran, jadi acaranya tanggal 29 Mei kemaren di Gedung Utama Fakultas Kedokteran. Begitu liat selebaran soal acara ini, saya langsung memutuskan untuk ikut. Secara salah satu temen saya, si Ka Alfi adalah dosen FK, ya udahlah saya SMS dia untuk nanyain soal acara ini. Dan balesan SMS nya merupakan bukti bahwa Ka Alfi suka males ngeliatin pengumuman. Lha, dianya sendiri baru tahu acara itu dari saya kok -_-. Anyway… Akhirnya saya daftar juga lewat dia sih.
Jadi pas hari Minggu itu, saya nonton acara bareng sama Ka Alfi, Rina, dan.. Adi. Hahaha… si Adi ini, udah dari kapan kami temenan, kampus cuma beda dua tarikan nafas, eh baru ketemu kemaren. Padahal kalo di virtual world saya udah sebegitu sok akrab sok kenalnya sama Adi. Pas baru dateng, Ka Alfi dan Rina udah bawa kantong plastik yang isinya makanan. Tinggal kurang tiker aja nih, kami udah bisa ngegelar acara piknik indoor. Dika baru muncul jam 16.45. Dan begitu liat tampangnya, pikiran pertama saya adalah: “Pendek ya orangnya…”. Disusul pikirankedua: “Kayaknya Dika masih ngantuk deh…”. Secara ekspresi dia kayak orang yang dibangunin jam 2 subuh untuk ujian Kalkulus II secara mendadak.
So he talked. Bercerita sih, lebih tepatnya. Secara nih ya, niat mulia saya yang sungguh membuat saya sendiri terharu adalah untuk belajar menulis, here are some interesting things that he talked about.
It’s not about what you say, but how you say it.
Kata Dika, banyak yang beranggapan bahwa untuk menulis komedi, seseorang harus sering mengalami sendiri berbagai kejadian lucu. The truth is, it does not work that way. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita mencari sudut pandang yang menarik dari sesuatu hal yang biasa saja. Apa yang sepertinya terlihat sebagai sesuatu yang tidak menarik saking biasanya, bisa saja menjadi sesuatu yang berbeda, hanya karena cara pandang kita unik.
Menulislah tentang sesuatu yang membuat kita merasa nyaman.
Ini adalah inti dari jawaban Dika waktu ada yang nanya, dia berminat gak nulis genre lain. Horor misalnya. Sebenarnya yang paling penting dalam menulis itu kan adalah kita menuliskan tentang hal-hal yang kita ketahui, hal-hal yang memang menarik dan cocok bagi kita. Jangan deh menulis cuma karena ikut-ikutan trend.
Tulisan pertama itu memang nasibnya jelek kok.
First draft is always the worst one. Dan menurut Dika, suatu tulisan itu baru akan jadi bagus kalo sudah melewati redrafting berkali-kali. And it happens for everyone. Bahkan para penulis terkenal pun selalu melewati proses redrafting ini. Let’s put it this way, the process of writing would be: Step one, write. Two, read. Three, rewrite the draft. Four, reread the rewritten draft. Five, go back to number three. Dan berulang terus :)
Know your characters.
Ini pertanyaan dari saya. Saya selalu kesulitan untuk membuat karakter yang ada dalam tulisan saya memiliki kepribadian yang ‘muncul’. So I asked him about this. Dika bilang, the easiest way adalah menggunakan tokoh-tokoh yang memang nyata, yang memang kita kenal dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi kalau kita menciptakan sendiri suatu tokoh, we’ve got to know the character. Kita mesti tahu apa warna kesukaan dia. Apa makanan yang dia gak suka. Kamarnya seperti apa. Gimana dia bersikap kalo mesti ketemu orang yang tidak dia suka. We have to know all those little details about our character, dan karakter itu bakal jadi tiga dimensi.
Menulislah dengan jujur
Salah seorang audiens menyatakan kekagumannya tentang tulisan Dika yang membuatnya terhanyut, dan nanya gimana caranya bisa nulis seperti itu. Jawaban Dika sederhana sih sebenernya, tapi justru ngena. Kata Dika, tulisan yang dimaksud itu justru adalah salah satu tulisan dia yang bener-bener dari hati.
Those are some of interesting things that I learned from him. Sebenernya masih banyaaak lagi yang pengen saya tanyain soal menulis. Tapi apa daya, waktu jua yang memisahkan kita *berasa kayak MC acara TVRI ya?*.
To be honest, I’m not a big fan of Raditya Dika. Dari sekian banyak bukunya, yang saya baca cuma satu, dan itupun saya udah lupa yang mana. But I do respect him as a writer. He’s one of the most popular one in Indonesia rite now, and apparently, he has become one of the most inspiring and influential person for a lot of Indonesian youngsters. Dan karena rasa respek saya itulah lalu saya dengan penuh semangat datang ke acara ini. I mean, kapan lagi punya kesempatan dateng ke talkshow seorang penulis best-seller?
And yes. I learned from him. A lot. Thanks for that, Dika =).
However, walaupun judul acaranya adalah seminar menulis kreatif, sepertinya sebagian besar peserta datang bukan karena temanya, tapi karena Raditya Dika-nya. I mean. They’re HUGE fans of him. I mean, mungkin karena bagi mereka Dika bukan (hanya sekedar) penulis, tapi lebih ke seorang public figure. Bahkan waktu sesi tanya jawab, banyak pertanyaan yang bukan soal tulis-menulis, tapi malah ke arah pribadi gitu. Masa ada yang nanya gimana rasanya waktu Dika putus dari mantannya? Saya sampe mau ngecek, si penanya punya kartu pengenal sebagai wartawan infotainment kali ya… Bahkan sampai ada yang konsultasi soal masalah dia sama pacarnya. Kalo saya bilang sih, sayang banget. Padahal Dika sendiri kayaknya excited kalo dia ditanyain soal menulis. Norak mungkin, tapi saya seneeeeeng banget waktu pas sesi tanya jawab, Dika nunjuk saya sebagai salah satu penanya. Eh, saya gemeteran lhoooo… *ya saya tahu betapa noraknya saya ini*.
*Saya kayak lagi nanya mahasiswa pas sidang skirpsi ya ;p? Dika kayak ketakutan gitu*
Trus, pas saya bertanya soal permasalahan saya dalam menulis tadi, Dika malah nanya ke saya gini: “Emang kamu maujadi penulis ya?”
Saya diem, bengong selama sedetik, lalu MENGANGGUK. “Insya Alloh, kalo ada jalannya…”
Astaga. What the hell was on my mind sampai saya dengan percaya dirinya menjawab seperti ituuuu??? *getok kepala sendiri*
Si Dika lagi, jawabnya gini: “Jangan. Nanti saya banyak saingan…” (Yes, I know that he was kidding).
Sampai sekarang saya masih heran aja kenapa saya bisa jawab seperti itu. But one thing that I know for sure, I do enjoy writing =).
Pas selesai sesi tanya jawab, Dika ngajak yang nanya tadi maju ke depan untuk foto bareng. Wuuhuuu… Secara saya duduk di barisan paling depan, saya yang paling cepet maju lagi, saya jadinya pas di sebelah Dikaaa!
*itu saya lagi ketawa ngeliat pose Dika yang sok jadi anak alay -_-* Well, it’s definitely some of the things that I would never forget. Makasih banyak buat Ka Alfi yang udah ngedaftarin dan nemenin nonton, juga buat Rina dan Adi yang jadi temen nonton jugaaa :D. And here it is..Me and Raditya Dika :D!
Kambing Jantan Is In The House!
Gak, saya bukannya lagi jadi juragan kambing. Ini posting soal seseorang yang jadi sangat terkenal karena Kambing. Siapaaa? Tukang sate? Pak Kumis yang jualan soto kambing? Bukaaan… Tapii… Raditya Dika :).
I bet that this name is familiar for you. Yep. Raditya Dika yang populer dengan buku-buku komedinya. Pieces of writing that he calls as observational comedy.
Kemaren, Alhamdulillah saya bisa ikut Seminar Menulis Kreatif dengan Raditya Dika sebagai pembicara. Yang ngadain mahasiswa Fakultas Kedokteran, jadi acaranya tanggal 29 Mei kemaren di Gedung Utama Fakultas Kedokteran. Begitu liat selebaran soal acara ini, saya langsung memutuskan untuk ikut. Secara salah satu temen saya, si Ka Alfi adalah dosen FK, ya udahlah saya SMS dia untuk nanyain soal acara ini. Dan balesan SMS nya merupakan bukti bahwa Ka Alfi suka males ngeliatin pengumuman. Lha, dianya sendiri baru tahu acara itu dari saya kok -_-. Anyway… Akhirnya saya daftar juga lewat dia sih.
Jadi pas hari Minggu itu, saya nonton acara bareng sama Ka Alfi, Rina, dan.. Adi. Hahaha… si Adi ini, udah dari kapan kami temenan, kampus cuma beda dua tarikan nafas, eh baru ketemu kemaren. Padahal kalo di virtual world saya udah sebegitu sok akrab sok kenalnya sama Adi. Pas baru dateng, Ka Alfi dan Rina udah bawa kantong plastik yang isinya makanan. Tinggal kurang tiker aja nih, kami udah bisa ngegelar acara piknik indoor. Dika baru muncul jam 16.45. Dan begitu liat tampangnya, pikiran pertama saya adalah: “Pendek ya orangnya…”. Disusul pikirankedua: “Kayaknya Dika masih ngantuk deh…”. Secara ekspresi dia kayak orang yang dibangunin jam 2 subuh untuk ujian Kalkulus II secara mendadak.
So he talked. Bercerita sih, lebih tepatnya. Secara nih ya, niat mulia saya yang sungguh membuat saya sendiri terharu adalah untuk belajar menulis, here are some interesting things that he talked about.
It’s not about what you say, but how you say it.
Kata Dika, banyak yang beranggapan bahwa untuk menulis komedi, seseorang harus sering mengalami sendiri berbagai kejadian lucu. The truth is, it does not work that way. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita mencari sudut pandang yang menarik dari sesuatu hal yang biasa saja. Apa yang sepertinya terlihat sebagai sesuatu yang tidak menarik saking biasanya, bisa saja menjadi sesuatu yang berbeda, hanya karena cara pandang kita unik.
Menulislah tentang sesuatu yang membuat kita merasa nyaman.
Ini adalah inti dari jawaban Dika waktu ada yang nanya, dia berminat gak nulis genre lain. Horor misalnya. Sebenarnya yang paling penting dalam menulis itu kan adalah kita menuliskan tentang hal-hal yang kita ketahui, hal-hal yang memang menarik dan cocok bagi kita. Jangan deh menulis cuma karena ikut-ikutan trend.
Tulisan pertama itu memang nasibnya jelek kok.
First draft is always the worst one. Dan menurut Dika, suatu tulisan itu baru akan jadi bagus kalo sudah melewati redrafting berkali-kali. And it happens for everyone. Bahkan para penulis terkenal pun selalu melewati proses redrafting ini. Let’s put it this way, the process of writing would be: Step one, write. Two, read. Three, rewrite the draft. Four, reread the rewritten draft. Five, go back to number three. Dan berulang terus :)
Know your characters.
Ini pertanyaan dari saya. Saya selalu kesulitan untuk membuat karakter yang ada dalam tulisan saya memiliki kepribadian yang ‘muncul’. So I asked him about this. Dika bilang, the easiest way adalah menggunakan tokoh-tokoh yang memang nyata, yang memang kita kenal dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi kalau kita menciptakan sendiri suatu tokoh, we’ve got to know the character. Kita mesti tahu apa warna kesukaan dia. Apa makanan yang dia gak suka. Kamarnya seperti apa. Gimana dia bersikap kalo mesti ketemu orang yang tidak dia suka. We have to know all those little details about our character, dan karakter itu bakal jadi tiga dimensi.
Menulislah dengan jujur
Salah seorang audiens menyatakan kekagumannya tentang tulisan Dika yang membuatnya terhanyut, dan nanya gimana caranya bisa nulis seperti itu. Jawaban Dika sederhana sih sebenernya, tapi justru ngena. Kata Dika, tulisan yang dimaksud itu justru adalah salah satu tulisan dia yang bener-bener dari hati.
Those are some of interesting things that I learned from him. Sebenernya masih banyaaak lagi yang pengen saya tanyain soal menulis. Tapi apa daya, waktu jua yang memisahkan kita *berasa kayak MC acara TVRI ya?*.
To be honest, I’m not a big fan of Raditya Dika. Dari sekian banyak bukunya, yang saya baca cuma satu, dan itupun saya udah lupa yang mana. But I do respect him as a writer. He’s one of the most popular one in Indonesia rite now, and apparently, he has become one of the most inspiring and influential person for a lot of Indonesian youngsters. Dan karena rasa respek saya itulah lalu saya dengan penuh semangat datang ke acara ini. I mean, kapan lagi punya kesempatan dateng ke talkshow seorang penulis best-seller?
And yes. I learned from him. A lot. Thanks for that, Dika =).
However, walaupun judul acaranya adalah seminar menulis kreatif, sepertinya sebagian besar peserta datang bukan karena temanya, tapi karena Raditya Dika-nya. I mean. They’re HUGE fans of him. I mean, mungkin karena bagi mereka Dika bukan (hanya sekedar) penulis, tapi lebih ke seorang public figure. Bahkan waktu sesi tanya jawab, banyak pertanyaan yang bukan soal tulis-menulis, tapi malah ke arah pribadi gitu. Masa ada yang nanya gimana rasanya waktu Dika putus dari mantannya? Saya sampe mau ngecek, si penanya punya kartu pengenal sebagai wartawan infotainment kali ya… Bahkan sampai ada yang konsultasi soal masalah dia sama pacarnya. Kalo saya bilang sih, sayang banget. Padahal Dika sendiri kayaknya excited kalo dia ditanyain soal menulis. Norak mungkin, tapi saya seneeeeeng banget waktu pas sesi tanya jawab, Dika nunjuk saya sebagai salah satu penanya. Eh, saya gemeteran lhoooo… *ya saya tahu betapa noraknya saya ini*.
*Saya kayak lagi nanya mahasiswa pas sidang skirpsi ya ;p? Dika kayak ketakutan gitu*
Trus, pas saya bertanya soal permasalahan saya dalam menulis tadi, Dika malah nanya ke saya gini: “Emang kamu maujadi penulis ya?”
Saya diem, bengong selama sedetik, lalu MENGANGGUK. “Insya Alloh, kalo ada jalannya…”
Astaga. What the hell was on my mind sampai saya dengan percaya dirinya menjawab seperti ituuuu??? *getok kepala sendiri*
Si Dika lagi, jawabnya gini: “Jangan. Nanti saya banyak saingan…” (Yes, I know that he was kidding).
Sampai sekarang saya masih heran aja kenapa saya bisa jawab seperti itu. But one thing that I know for sure, I do enjoy writing =).
Pas selesai sesi tanya jawab, Dika ngajak yang nanya tadi maju ke depan untuk foto bareng. Wuuhuuu… Secara saya duduk di barisan paling depan, saya yang paling cepet maju lagi, saya jadinya pas di sebelah Dikaaa!
*itu saya lagi ketawa ngeliat pose Dika yang sok jadi anak alay -_-* Well, it’s definitely some of the things that I would never forget. Makasih banyak buat Ka Alfi yang udah ngedaftarin dan nemenin nonton, juga buat Rina dan Adi yang jadi temen nonton jugaaa :D. And here it is..Me and Raditya Dika :D!
whoaaaaaaa,pengen nonton juga mba amiiii.. *mewekguling-guling
BalasHapusWah, di kampusku si Kambing juga singgah, Mi. Bedanya penyelenggaranya Fakultas Sastra kayaknya. Yang jelas bukan FK deh. :D
BalasHapusEh, Alfi yang kamu maksud mesti temanku, nama kedua diawali huruf Y, perawakannya kecil dan tugasnya di Farmakologi. Benarkah?
wah, ikut seminar ini ya mbak? kebetulan aku jadi panitianya kemarin.. hehe *promosi
BalasHapus