Selasa, 27 September 2011

Balikpapan dan Tragedi Koper

Minggu lalu, saya dan beberapa orang temen ikut training di Balikpapan. Keren kan ya? Trainingnya pula, judulnya Training for Proposal Grant Writing. Wetsaaahhh… Acaranya diadain HKI, dan sponsornya CRDF, sebuah NGO dari USA. Secara nih ya, sponsornya dari luar, acara dan akomodasi di Hotel Grand Senyiur. Hotel berbintang banyak, dan satu kamar sendiri. Jadi aja saya dengan noraknya menikmati fasilitas hotel dengan wajah berbinar-binar =D.

Trainingnya sendiri cukup menarik, ada tiga pembicara, Charles, Joyce, dan Colin. Materi yang mereka sampaikan tentang bagaimana menulis proposal untuk mendapatkan grant penelitian dari luar negeri. Gak kayak kalo ikut pelatihan lain yang biasanya selalu ada adegan saya ketiduran, untuk training kali ini, dengan ajaibnya saya bisa mendengarkan, even do the note taking. Sebenernya sempet berasa ga enak, pas bagian sesi tanya jawab, saya cenderung menjadi salah satu orang yang sering bertanya. I mean, I don’t want to show off or something. But I really was curious. Lagipula, maksud saya, while I have the chance, I want to make the most of it. Maka meskipun dengan bahasa Inggris yang seadanya, saya nanya. Eh, tapi pas akhir sesi, Drew, panitia dari CRDF malah bilang terima kasih lhooo… She said that she appreciated people who asked questions, as it shows that people are really interested in the training.

Another nice thing about joining this kind of training is the chance to meet new people. Yang pasti sih, jadi ketemu sama Mbak Indah, dosen TL yang gantiin Rosy. Lalu juga ketemu dengan dosen dari Papua. Oh, dan ada Bapak dosen dari UnHalu yang baiiiik banget. Dia lulusan S3 dari Jerman *-*. Belajar beberapa hal menarik dari si Bapak Ahmad ini =D, terutama tentang menghargai hasil karya orang lain.


Oh, dan karena lokasi trainingnya di Balikpapan, akhirnya aku ketemu dengan temen lama yang sudah gak ketemu selama 6 tahun! Yeay! Finally ketemuan sama Emil – Septa (yang sudah punya dua anak kecil, Ata dan Bisma), sama Lina dan Widia. It was very nice to see them again =D.


Back to the title. Tragedinya di sebelah mana?


Jadi gini. Bulan Juni lalu, saya ikut seminar di Jogja. Dan waktu itu, saya ketemu dengan Pak Ali, dosen di Maluku. Nah, pas acara ini ya ketemu lagi. Gak sempet ngobrol banyak sih. Pas hari kita check out, sempet ketemu dia sebentar, dan dia minta nomer hape saya.


Kronologisnya sepertinya dimulai ketika saya turun dan keluar dari lift sambil membawa koper saya. Begitu pintu lift membuka, salah seorang staf hotel langsung mengambil alih koper saya. Saya mah ho’oh aja, secara saya mau ngurus check out, plus Emil dan Septa udah nungguin saya di lobby. Selesai check out, saya memperkenalkan Mb’Indah dan Sunardi sama Emil-Septa. Waktu itu Sunardi sama Mb’Indah udah di teras hotel, lengkap dengan tumpukan kper di samping mereka. Naiklah kita ke mobil. Pesawat saya dan Mb’Indah memang baru berangkat malemnya, tapi rencananya kita mau nganterin Sunardi dulu ke bandara, karena dia mau ke Berau dan pesawatnya dijadwalkan berangkat jam 12 siang. Kita sempet singgah dulu untuk beli oleh-oleh, dan sampe di bandara sekitar jam 11an. Ngedrop Pak Sunardi, dan menurunkan kper dia. Nah, pas Sunardi ngambil kopernya dari bagasi mobil, saya jadi curiga. Kok… ada satu koper lagi ya? Karena say ayakin, Mbak Indah gak bawa koper. Dia cuma bawa traveling bag. Pas saya nanya Sunardi, dia sama kagetnya dengan saya. Secara dia pikir koper item itu punya saya. Kita liat-liatan. Bengong. Lalu panik.


KOPER ITEM INI PUNYA SIAPA COBA YA?


Mbak Indah udah ketawa aja saking takjubnya.

Dalam keadaan panik, saya nelfon ke hotel untuk nanyain, ada gak tamu hotel yang lagi bingung karena kopernya hilang. Sementara itu, Sunardi dan Mbak Indah udah ngebongkar koper itu untuk nyari ID. Ketemu. Ternyata memang deh ya, si koper itu punya Pak Ali. Kayaknya karena kebetulan saya, Sunardi, Mbak Indah dan si Pak Ali ini turun untuk cehck out pada saat yang nyaris bersamaa, jadilah staf hotel yang di depan pintu lift itu dengan penuh percaya diri mengasumsikan bahwa kami satu rombongan. Jadi aja semua koper kami ditumpuk jadi satu. Lha, saya yang liat koper itu dimasukkan ke mobil kan mikirnya itu punya Sunardi. Dan Sunardi sama Mbak Indah, tentu saja berasumsi bahwa itu koper punya saya.

Nelfon hotel lagi, ternyata Pak Ali sudah check out. Parahnya lagi, kan hotel biasanya minta nomer hape tamunya ya. Lha kok pas si Pak Ali ini pihak hotel pas gak nanyain. Dengan asumsi bahwa Pak Ali pulang ke Maluku lewat Makassar, jadilah kita berkeliling counter agen penerbangan, untuk nanya, ada gak nama Pak Ali dalam daftar nama penumpang ke Makassar. Negatif. Semuanya bilang gak ada penumpang mereka atas nama itu.


Akhirnya, kami memutuskan untuk balik ke hotel. Berdoa semoga ada panitia pelatihan yang masih tersisa, dan punya nomer hapenya Pak Ali.


Alhamdulilah yah, sekitar 10 menit kami meninggalkan bandara, Pak Ali nelfon saya.


“Bu Utami dimana? Koper saya ada di Bu Utami ya?”


Iya Pak. Dan koper bapak sukses banget bikin kami panik.


Tadinya sih sempet janjian mau ninggalin koper dia di hotel aja. Tapi beberapa menit kemudian dia udah nelfon lagi, secara ternyata dia udah di jalan. Jadilah suatu pembicaraan aneh


Pak Ali: Lha, Bu Utami ini sudah sampe mana?

Saya: Saya udah hampir nyampe Plaza Balikpapan. Bapak dimana?
Pak Ali: Saya sudah sampai di..depan Bank Danamon

*saya pas lagi melongok ke jendela dan melihat gedung Bank Danamon menjulang di kanan saya*


Saya: Pak, BERHENTI Pak! Berhenti sekarang juga. STOP! *saya nyaris teriak lho ini*

Pak Ali: Ha? Jadi saya brenti disini?
Saya: IYA PAK! UDAH! Brenti disitu aja! Jangan kemana-mana lagi, biar kita samperin Bapak.

Akhirnya Septa berhasil nemu puteran jalan, dan happy ending dong. Si koper kembali ke pemilik aslinya. Dan akibat insiden itu, saya jadi laper.

Well, kalo ar-si-ti-ai terkenal dengan sinetron Putri Yang Ditukar, kami punya cerita tentang Koper yang Terbawa.


Selasa, 27 September 2011

Balikpapan dan Tragedi Koper

Minggu lalu, saya dan beberapa orang temen ikut training di Balikpapan. Keren kan ya? Trainingnya pula, judulnya Training for Proposal Grant Writing. Wetsaaahhh… Acaranya diadain HKI, dan sponsornya CRDF, sebuah NGO dari USA. Secara nih ya, sponsornya dari luar, acara dan akomodasi di Hotel Grand Senyiur. Hotel berbintang banyak, dan satu kamar sendiri. Jadi aja saya dengan noraknya menikmati fasilitas hotel dengan wajah berbinar-binar =D.

Trainingnya sendiri cukup menarik, ada tiga pembicara, Charles, Joyce, dan Colin. Materi yang mereka sampaikan tentang bagaimana menulis proposal untuk mendapatkan grant penelitian dari luar negeri. Gak kayak kalo ikut pelatihan lain yang biasanya selalu ada adegan saya ketiduran, untuk training kali ini, dengan ajaibnya saya bisa mendengarkan, even do the note taking. Sebenernya sempet berasa ga enak, pas bagian sesi tanya jawab, saya cenderung menjadi salah satu orang yang sering bertanya. I mean, I don’t want to show off or something. But I really was curious. Lagipula, maksud saya, while I have the chance, I want to make the most of it. Maka meskipun dengan bahasa Inggris yang seadanya, saya nanya. Eh, tapi pas akhir sesi, Drew, panitia dari CRDF malah bilang terima kasih lhooo… She said that she appreciated people who asked questions, as it shows that people are really interested in the training.

Another nice thing about joining this kind of training is the chance to meet new people. Yang pasti sih, jadi ketemu sama Mbak Indah, dosen TL yang gantiin Rosy. Lalu juga ketemu dengan dosen dari Papua. Oh, dan ada Bapak dosen dari UnHalu yang baiiiik banget. Dia lulusan S3 dari Jerman *-*. Belajar beberapa hal menarik dari si Bapak Ahmad ini =D, terutama tentang menghargai hasil karya orang lain.


Oh, dan karena lokasi trainingnya di Balikpapan, akhirnya aku ketemu dengan temen lama yang sudah gak ketemu selama 6 tahun! Yeay! Finally ketemuan sama Emil – Septa (yang sudah punya dua anak kecil, Ata dan Bisma), sama Lina dan Widia. It was very nice to see them again =D.


Back to the title. Tragedinya di sebelah mana?


Jadi gini. Bulan Juni lalu, saya ikut seminar di Jogja. Dan waktu itu, saya ketemu dengan Pak Ali, dosen di Maluku. Nah, pas acara ini ya ketemu lagi. Gak sempet ngobrol banyak sih. Pas hari kita check out, sempet ketemu dia sebentar, dan dia minta nomer hape saya.


Kronologisnya sepertinya dimulai ketika saya turun dan keluar dari lift sambil membawa koper saya. Begitu pintu lift membuka, salah seorang staf hotel langsung mengambil alih koper saya. Saya mah ho’oh aja, secara saya mau ngurus check out, plus Emil dan Septa udah nungguin saya di lobby. Selesai check out, saya memperkenalkan Mb’Indah dan Sunardi sama Emil-Septa. Waktu itu Sunardi sama Mb’Indah udah di teras hotel, lengkap dengan tumpukan kper di samping mereka. Naiklah kita ke mobil. Pesawat saya dan Mb’Indah memang baru berangkat malemnya, tapi rencananya kita mau nganterin Sunardi dulu ke bandara, karena dia mau ke Berau dan pesawatnya dijadwalkan berangkat jam 12 siang. Kita sempet singgah dulu untuk beli oleh-oleh, dan sampe di bandara sekitar jam 11an. Ngedrop Pak Sunardi, dan menurunkan kper dia. Nah, pas Sunardi ngambil kopernya dari bagasi mobil, saya jadi curiga. Kok… ada satu koper lagi ya? Karena say ayakin, Mbak Indah gak bawa koper. Dia cuma bawa traveling bag. Pas saya nanya Sunardi, dia sama kagetnya dengan saya. Secara dia pikir koper item itu punya saya. Kita liat-liatan. Bengong. Lalu panik.


KOPER ITEM INI PUNYA SIAPA COBA YA?


Mbak Indah udah ketawa aja saking takjubnya.

Dalam keadaan panik, saya nelfon ke hotel untuk nanyain, ada gak tamu hotel yang lagi bingung karena kopernya hilang. Sementara itu, Sunardi dan Mbak Indah udah ngebongkar koper itu untuk nyari ID. Ketemu. Ternyata memang deh ya, si koper itu punya Pak Ali. Kayaknya karena kebetulan saya, Sunardi, Mbak Indah dan si Pak Ali ini turun untuk cehck out pada saat yang nyaris bersamaa, jadilah staf hotel yang di depan pintu lift itu dengan penuh percaya diri mengasumsikan bahwa kami satu rombongan. Jadi aja semua koper kami ditumpuk jadi satu. Lha, saya yang liat koper itu dimasukkan ke mobil kan mikirnya itu punya Sunardi. Dan Sunardi sama Mbak Indah, tentu saja berasumsi bahwa itu koper punya saya.

Nelfon hotel lagi, ternyata Pak Ali sudah check out. Parahnya lagi, kan hotel biasanya minta nomer hape tamunya ya. Lha kok pas si Pak Ali ini pihak hotel pas gak nanyain. Dengan asumsi bahwa Pak Ali pulang ke Maluku lewat Makassar, jadilah kita berkeliling counter agen penerbangan, untuk nanya, ada gak nama Pak Ali dalam daftar nama penumpang ke Makassar. Negatif. Semuanya bilang gak ada penumpang mereka atas nama itu.


Akhirnya, kami memutuskan untuk balik ke hotel. Berdoa semoga ada panitia pelatihan yang masih tersisa, dan punya nomer hapenya Pak Ali.


Alhamdulilah yah, sekitar 10 menit kami meninggalkan bandara, Pak Ali nelfon saya.


“Bu Utami dimana? Koper saya ada di Bu Utami ya?”


Iya Pak. Dan koper bapak sukses banget bikin kami panik.


Tadinya sih sempet janjian mau ninggalin koper dia di hotel aja. Tapi beberapa menit kemudian dia udah nelfon lagi, secara ternyata dia udah di jalan. Jadilah suatu pembicaraan aneh


Pak Ali: Lha, Bu Utami ini sudah sampe mana?

Saya: Saya udah hampir nyampe Plaza Balikpapan. Bapak dimana?
Pak Ali: Saya sudah sampai di..depan Bank Danamon

*saya pas lagi melongok ke jendela dan melihat gedung Bank Danamon menjulang di kanan saya*


Saya: Pak, BERHENTI Pak! Berhenti sekarang juga. STOP! *saya nyaris teriak lho ini*

Pak Ali: Ha? Jadi saya brenti disini?
Saya: IYA PAK! UDAH! Brenti disitu aja! Jangan kemana-mana lagi, biar kita samperin Bapak.

Akhirnya Septa berhasil nemu puteran jalan, dan happy ending dong. Si koper kembali ke pemilik aslinya. Dan akibat insiden itu, saya jadi laper.

Well, kalo ar-si-ti-ai terkenal dengan sinetron Putri Yang Ditukar, kami punya cerita tentang Koper yang Terbawa.