Senin, 10 September 2012

Menolak Kesempatan


People say, opportunity never comes twice. Kalo menurut saya sih, gak juga. Sometimes, an opportunity may come more than once. The problem is, we often have no idea when it will come again.

Akhir-akhir ini, saya lagi kepikiran soal grabbing opportunities ini. About seizing the day. Dan setelah berkontemplasi *ow, such a cool word to use in a writing :D*, I come to a conclusion. Seringkali yang menghalangi diri kita untuk meraih kesempatan itu kita sendiri kok. Entah kita yang tidak percaya diri sehingga tidak mau mengambil kesempatan itu, atau bahkan sebaliknya. Kita yang terlalu percaya diri sehingga memilih untuk mengabaikan kesempatan itu. Kadang, kita suka mikir bahwa hanya hal sepele yang ditawarkan oleh kesempatan yang sebenarnya bisa kita raih itu.

Say, ada tawaran kerja di kota lain. Kita lalu menolaknya karena merasa malas untuk keluar dari comfort zone, untuk keluar dari lingkungan yang sudah kita kenal lama. Kita kan yang menutup pintu kesempatan untuk merasakan pengalaman baru?
Atau ada tawaran beasiswa. Ngeliat dokumen yang harus disiapkan, udah males, dan mundur duluan. There. We have another opportunity slipped out of our hand.

Speaking in a more personal life, ada dua kejadian yang membuat saya jadi lebih sering kepikiran soal menolak kesempatan ini.

The first one, soal seorang teman yang juga pencari beasiswa. FYI, akhir-akhir ini DIKTI lagi cukup royal untuk membagi-bagikan beasiswa. Salah satunya, Beasiswa Unggulan. Nah, teman yang satu ini, katakan lah si X, pada saat-saat terakhir, mundur dan tidak jadi mengirimkan aplikasi. Waktu itu saya sudah agak kecewa, karena saya merasa waktu itu saya sudah berusaha semampu saya untuk membantu dia menyiapkan beberapa syarat administratif yang diperlukan. Teman saya yang lain, let’s just call her Y, juga berjuang untuk mengirimkan aplikasi Beasiswa Unggulan ini. Mind you, perjuangan Y yang naik motor siang-siang dari Banjarmasin ke Banjarbaru, berdebat dengan orang Rektorat, mengumpulkan surat-surat yang diperlukan… I really appreciated all the effort that she had done. Dan waktu dia dinyatakan diterima, saya diam-diam nangis di depan layar computer, menatap nama dia yang dinyatakan menerima beasiswa. Seneng. Seneng banget. She really deserves it. Dan dalam hati, saya menyesalkan kenapa X malah tidak jadi mengajukan aplikasi. Karena saya yakin, secara akademis, kemampuan X di atas rata-rata banget. She got all the requirement needed for the scholarship. All, except for one thing. The determination to go for it.

Oh well, mungkin dia punya alasan sendiri. Anyway, X juga menerima beasiswa lain, beasiswa Pra S2 di salah satu PTN terkemuka di Surabaya. Dia lalu berangkat, dan…kembali lagi. Yep. Beasiswa itu dia lepas. I was like…Huh? Seriously? Apalagi ketika saya ketemu dia, dan dia mengaku alasannya melepas beasiswa itu karena kebimbangannya sendiri. Saya cuma bisa menghela nafas panjang. Oh well… *walopun dalam hati pengen mengguncang-guncang bahu dia dan bertanya… “KENAAAPAA???”*

Still, saya masih berusaha berpikir that she has her own reason. I just hope, really really hope that the reason really worth it compared to the opportunity that she just let go. Mari tetap berbaik sangka bahwa mungkin ini adalah bagian dari rencana paling indah yang sudah disiapkan Tuhan. Sekarang dia sama dengan saya, sedang menunggu hasil dari beasiswa ADS.

Hal kedua yang membuat saya berpikir banyak soal kesempatan ini, adalah waktu saya begadang gak jelas, mengubek-ubek Goodreads, dan menemukan resensi buku ini. Okay, sebelumnya, let me warn you, bahwa orang-orang Goodreads bisa sangat kejam dalam mereview buku :D. Tapi justru kalau menurut saya, sebagian besar review buku di Goodreads itu seringkali lebih obyektif. Please, have a look at the reviews that people made about the book. Saya sendiri tidak tertarik membaca buku itu. Karena genre roman memang bukan genre yang saya suka. Not at all  (oh please, I haven’t read even one book from Ilana Tan -_-, and not interested to). Tapi dari beberapa review yang ada, saya jadi manggut-manggut, karena menurut saya memang ada hal-hal yang cukup fatal (terutama soal bagian sinar matahari yang mengandung Vitamin D. Big big mistake).

Nah, sebenarnya gong-nya bukan disitu. Tapi dari cara si penulis novel menanggapi review itu. I was shocked. Pertama, cara dia mengatakan bahwa tulisan dia hanya bisa dicerna oleh orang-orang yang berotak prima. What? Oh, baiklah. Artinya saya tidak akan bisa membaca novel ini. Otak prima sama sekali bukan gambaran yang cocok untuk diri saya yang rata-rata dan biasa-biasa saja ini. Next, I often read a book to relax. Kadang saya baru sempet baca buku tengah malam, setelah ngeberesin kerjaan. No otak prima in that condition. At least for me yaaa…. Mehehehehe…

Yang saya terheran-heran, kenapa dia harus sedefensif itu terhadap kritikan? Seakan-akan semua yang memberikan review tidak menyenangkan tentang buku dia adalah orang-orang yang tidak open-minded. Iya, kritik ada yang membangun, ada yang menjatuhkan. Kita yang harus bisa memilah, dan menjadikan kritik itu masukan. And the truth is, gak semua kritik yang menyatakan bahwa karya kita itu tidak bagus adalah kritik yang menjatuhkan. Sebagaimana tidak semua komentar yang mendewa-dewakan karya kita adalah kritik yang membangun. 

Bersikap defensif terhadap kritikan justru membuat kita kehilangan kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Dengan kekepoan saya, saya lalu menjelajah ke blog si penulis. Statement si penulis di blog itu pada postingan yang ini membuat saya semakin semakin kehilangan respek.

"you need a good brain to digest my novels....
Perhatikan saja, semua novelku pasti ada informasi / pelajaran (kayak sekolahan aja). Pakai logika aja deh, kalau otakmu lagi hang, boro-boro bisa "menangkap informasi", lah wong baca kalimatku (yang kayak buku terjemahan - mengutip Meiske) aja, kamu udah puyeng duluan."

That statement, is just another way to say that the writer believes that she’s better than others. That she’s much smarter. That she’s so brilliant that only a few people can understand her words.

Saya bukan penulis. Tapi saya yakin, bagi seorang penulis, adalah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri kalau hasil tulisannya bisa dinikmati oleh banyak orang, tanpa kecuali.
Dan menganggap diri kita jauh “lebih baik” daripada orang lain membuat kita kehilangan kesempatan untuk bisa belajar dari orang lain.

Padahal saya yakin, selalu ada sesuatu hal yang bisa kita pelajari dari setiap orang. Siapapun itu. As long as we keep our ear, eyes, and most importantly, our heart and our mind widely open, there will always a thing, or two, or even more, that we can learn from somebody else.

Dari si penulis ini *yang cuma kenal sama sesama rangking I di sekolah dia dulu, saatnya untuk bilang WOW!!!*, saya belajar, bahwa kemampuan menerima kritik memerlukan pikiran yang terbuka. Oh, tentu saja, pelajaran paling penting dari dirinya adalah bahwa membaca buku dia memerlukan otak yang prima. On the other hand, semoga si penulis juga bisa belajar, bahwa sinar matahari tidak mengandung vitamin D.

And so, as the night fall to end this day, mari mengingat kembali. Is there any opportunity that we have grabbed today? Apakah ada kesempatan yang hari ini kita lepaskan begitu saja? And of course, apakah kesempatan itu akan kita lepas kembali saat dia datang lagi?

See you, people =)

Cheers!
= Ami =

*picture taken from this site*

Minggu, 09 September 2012

Things on My Mind Lately :)

Hullo! Whatzz upppp peopleeee….!!!

And so, weeks went by. Things happened. Kerjaan datang dan pergi, antara selesai dan dipasrahkan seadanya. Mehehehehe… 
Oh well, lately I feel like a day should be 36 hours instead of just 24. Meh. Berasa kayak orang sibuk banget ya? Where have I been? Around, I guess…

So, these are the things that occupy my mind lately

New Semester!
Gak cuma semester baru sih. Tapi tahun akademik baru. And it means, kami punya mahasiswa angkatan baru. Tahun 2010, ada 20 mahasiswa. Tahun 2011, 35 mahasiswa. Dan tahun iniii… Jeng jeeengg… Kimia punya 46 mahasiswa baru! Sebenernya ada 48 sih, tapi akhirnya yang beneran show up ada 46 orang. Yak! Tinggal ditambah saya dan Pak Budi selaku sekretaris dan ketua prodi, jumlahnya sudah qualified untuk membentuk sister group dari AKB48. Kami bakal bisa menyaingi JKT 48 dengan menjadi QMA48!

On one hand, seneng sih, peminat Kimia jadi bertambah banyak. But on the other haaaanddd… Semakin banyak yang diurusin! Haduh. Saya udah mulai panic mikirin itu gimana caranya ngatur praktikumnya ya?

Aaaanyyywayyy… Welcome, Class of 2012 at the Chemistry Department =).

Seperti biasa, untuk semester ini dapet jatah ngajar Kimia Dasar, Kimia Lingkungan, dan Kimia Unsur. Eh, ples Kimia Analisis di TekKim ding! So, time to review my teaching materials :D.

Es Pe Je
Oke, jadi ceritanya, ada hibah dari dana DIPA dan Pemprov. Untuk semua Prodi di Unlam, including us. Konsekuensinya sih, tentu saja, hibah itu harus disertai dengan pelaporan keuangan alias SPJ. Secara nih ya, beberapa tahun yang lalu saya udah pernah terjun ke kawah candradimuka SPJ dengan Pak Henri sebagai pengawas pas proyek PBI, say amah berasa datar aja pas ngerjain SPJ yang ini. Ngerjain lima belas menit, trus senseless browsing. Nyambung lagi 15 menit, terus ke meja Rosy, ngobrol. Ngerjain lagi 15 menit, terus ada urusan sama mahasiswa. Tapi walopun saya mengerjakannya in such a random schedule, ya udah, beres. Beberapa temen emang ngerjainnya seriuuuus banget. Sampe saya yang liatnya berasa capek sendiri. Tapi saya lalu jadi belajar sesuatu dari hal ini. Terkadang, it is us who make things more complicated than the way they should be. Most of the times, things are complicated when we think they are. And so, things can be simple if we see them to be simple.

Oh, dan mengerjakan sesuatu dengan hati yang ringan itu, terasa lebih menyenangkan :). That’s why I have to work with my I-Tunes player turned on, with my favourite and mood-booster songs on the playlist. What about you? What’s your way to make your job look easier to do?

GRE Test
Pernah denger GRE? Graduate Record Examination. Semacam tes TPA, tapi versi londo. Untuk suatu alasan tertentu, saya harus mengikuti tes GRE ini. GRE itu sendiri ada dua macam, ada GRE General, alias ya semacam TPA itu tadi, lalu ada GRE Subject, semacam tes kompetensi dasar untuk suatu bidang. GRE Chemistry, misalnya, ya tes kompetensi dasar untuk bidang Kimia. Sejak tahun 2011, format GRE dirubah dari paper-based jadi computer-based. Secara umum sih, ada 3 sections. Writing Sections, ada yang argumentative, ada yang analytical writing. Trus ada Verbal Reasoning Sections. Nah, sumpah deh, yang verbal reasoning sections ini yang bikin saya pengen nelen tusuk gigi. Kalo untuk reading comprehension, okelah…masih bisa sedikit diraba-raba. Tapi bener deh, isi passage-nya itu memusingkan. Sejauh ini dari beberapa kali latihan, saya udah dapet passage tentang art history, neural system, research on solar activity, sampe ke function of fever in warm-blooded animal. Belum lagi bagian yang word relations itu. Argh. Kata-kata yang muncul di GRE ini level dewa! For heaven’s sake, mana ada sih yang menggunakan kata-kata semacam veritable, vex, onerous, alacrity, stygian dan semacamnya in daily normal conversations?
Those confusing words.... -_-

Ya Tuhannnn…. Saya berasa pengen nelen kamus aja tiap kali nyoba ngerjainnya. Section lain dari GRE adalah Quantitative Reasoning. My favourite part. Dan sama sekali tidak berarti I’m good at it. No. Not at all. Hanya saja memang kalo bagian yang quantitative reasoning ini kan matematika dasar ya… Dan tulisan semacam (x-y)/(x+y) atau 3x-2 =7, itu terasa lebih bersahabat daripada deretan kata ajaib yang muncul di Verbal Reasoning Section. People usually prepare for the GRE test for about 3-6 months. Me? 2 minggu. Mehehehehehe… Udah pasrah aja ini… Pasraaaaahhh… *memandangi hafalan word list*. Doakan saya ya teman-temaaaannn.. Tes-nya tanggal 17 September nanti untuk GRE General. Trus saya ngambil GRE Chemistry tanggal 10 November nanti. Doakan skor saya bagus yaaaa…

David Silva
Excited with new seasons of some leagues. Dengan dimulainya musim baru untuk berbagai liga, paling tidak ada jadwal yang bisa saya tunggu-tunggu. Semenjak Casillas dikabarkan sudah berencana untuk menikahi si Sara Carbonero (yang memang cantiknya naudzubillah ituuuu….), ya udahlah… :”). Jadilah lalu saya menomorsatukan si unyu yang satu iniii…
David Silva, or "Merlin" :)
Aduh, itu kenapa deh ya bisa super duper unyu begituuu… *_* *lope-lope bertebaran di udara*. Kekna si David Silva ini salah satu midfielder yang paling bagus assistnya. Paling inget deh waktu Spain vs Ireland. Dikelilingi oleh 4 pemain Irlandia, and he still managed to create a goal :D. Owh, dan kekna kalo di timnas Spanyol, keren banget kalo ada dia dan Fabregas. Another thing that I adore about him, kalo dibandingkan sama pemain lain, dia mungil. Beneran deh, kalo gak salah tingginya cuma 170 cm, yang untuk ukuran pemain bola termasuk kecil. Tapi walopun kecil gitu…dia jagooo :D
Tuh kan? Dibandingkan Balotelli dan Aguero, dia mungil sekali yaaa...

Books
With all the things that I have to do, I still try to spare some time to read books. Because reading is a way for me to keep my sanity. On January, I pledged to read at least 50 books this year. Dan sekarang udah selesai 48 bukuuu :D. Gak tau deh ya, kalo ke toko buku bawaannya ga kuat melulu melawan godaan. Sekarang aja ada lebih dari 10 buku yang masih bersegel plastik karena belum sempat saya baca. I’ve just finished reading Samuel Johnson vs the Devil: Round II by John Connolly, and I LOVE IT! Bukunya quotable, and it’s hilarious in a sarcastic way.
Oh, and in that book, I found these interesting part:


"...you'd be surprised to see what Evil can do when it put its mind to it. On the other hand, no matter how hard Evil tries, it can never quite match up to the power of Good, because Evil is ultimately self-destructive. Evil may set to corrupt others, but in the process it corrupts itself. That's just the way Evil is. All things considered, it's better to be on the side of Good, even if Evil occasionally has nicer uniforms..."


Samuel Johnson vs the Devil: Round II - John Connolly, p.65

Currently, I am reading the Class is Not Dismissed. The second installment from School of Fear Series.

And so, my life still goes on :).

See you, people!

Senin, 10 September 2012

Menolak Kesempatan


People say, opportunity never comes twice. Kalo menurut saya sih, gak juga. Sometimes, an opportunity may come more than once. The problem is, we often have no idea when it will come again.

Akhir-akhir ini, saya lagi kepikiran soal grabbing opportunities ini. About seizing the day. Dan setelah berkontemplasi *ow, such a cool word to use in a writing :D*, I come to a conclusion. Seringkali yang menghalangi diri kita untuk meraih kesempatan itu kita sendiri kok. Entah kita yang tidak percaya diri sehingga tidak mau mengambil kesempatan itu, atau bahkan sebaliknya. Kita yang terlalu percaya diri sehingga memilih untuk mengabaikan kesempatan itu. Kadang, kita suka mikir bahwa hanya hal sepele yang ditawarkan oleh kesempatan yang sebenarnya bisa kita raih itu.

Say, ada tawaran kerja di kota lain. Kita lalu menolaknya karena merasa malas untuk keluar dari comfort zone, untuk keluar dari lingkungan yang sudah kita kenal lama. Kita kan yang menutup pintu kesempatan untuk merasakan pengalaman baru?
Atau ada tawaran beasiswa. Ngeliat dokumen yang harus disiapkan, udah males, dan mundur duluan. There. We have another opportunity slipped out of our hand.

Speaking in a more personal life, ada dua kejadian yang membuat saya jadi lebih sering kepikiran soal menolak kesempatan ini.

The first one, soal seorang teman yang juga pencari beasiswa. FYI, akhir-akhir ini DIKTI lagi cukup royal untuk membagi-bagikan beasiswa. Salah satunya, Beasiswa Unggulan. Nah, teman yang satu ini, katakan lah si X, pada saat-saat terakhir, mundur dan tidak jadi mengirimkan aplikasi. Waktu itu saya sudah agak kecewa, karena saya merasa waktu itu saya sudah berusaha semampu saya untuk membantu dia menyiapkan beberapa syarat administratif yang diperlukan. Teman saya yang lain, let’s just call her Y, juga berjuang untuk mengirimkan aplikasi Beasiswa Unggulan ini. Mind you, perjuangan Y yang naik motor siang-siang dari Banjarmasin ke Banjarbaru, berdebat dengan orang Rektorat, mengumpulkan surat-surat yang diperlukan… I really appreciated all the effort that she had done. Dan waktu dia dinyatakan diterima, saya diam-diam nangis di depan layar computer, menatap nama dia yang dinyatakan menerima beasiswa. Seneng. Seneng banget. She really deserves it. Dan dalam hati, saya menyesalkan kenapa X malah tidak jadi mengajukan aplikasi. Karena saya yakin, secara akademis, kemampuan X di atas rata-rata banget. She got all the requirement needed for the scholarship. All, except for one thing. The determination to go for it.

Oh well, mungkin dia punya alasan sendiri. Anyway, X juga menerima beasiswa lain, beasiswa Pra S2 di salah satu PTN terkemuka di Surabaya. Dia lalu berangkat, dan…kembali lagi. Yep. Beasiswa itu dia lepas. I was like…Huh? Seriously? Apalagi ketika saya ketemu dia, dan dia mengaku alasannya melepas beasiswa itu karena kebimbangannya sendiri. Saya cuma bisa menghela nafas panjang. Oh well… *walopun dalam hati pengen mengguncang-guncang bahu dia dan bertanya… “KENAAAPAA???”*

Still, saya masih berusaha berpikir that she has her own reason. I just hope, really really hope that the reason really worth it compared to the opportunity that she just let go. Mari tetap berbaik sangka bahwa mungkin ini adalah bagian dari rencana paling indah yang sudah disiapkan Tuhan. Sekarang dia sama dengan saya, sedang menunggu hasil dari beasiswa ADS.

Hal kedua yang membuat saya berpikir banyak soal kesempatan ini, adalah waktu saya begadang gak jelas, mengubek-ubek Goodreads, dan menemukan resensi buku ini. Okay, sebelumnya, let me warn you, bahwa orang-orang Goodreads bisa sangat kejam dalam mereview buku :D. Tapi justru kalau menurut saya, sebagian besar review buku di Goodreads itu seringkali lebih obyektif. Please, have a look at the reviews that people made about the book. Saya sendiri tidak tertarik membaca buku itu. Karena genre roman memang bukan genre yang saya suka. Not at all  (oh please, I haven’t read even one book from Ilana Tan -_-, and not interested to). Tapi dari beberapa review yang ada, saya jadi manggut-manggut, karena menurut saya memang ada hal-hal yang cukup fatal (terutama soal bagian sinar matahari yang mengandung Vitamin D. Big big mistake).

Nah, sebenarnya gong-nya bukan disitu. Tapi dari cara si penulis novel menanggapi review itu. I was shocked. Pertama, cara dia mengatakan bahwa tulisan dia hanya bisa dicerna oleh orang-orang yang berotak prima. What? Oh, baiklah. Artinya saya tidak akan bisa membaca novel ini. Otak prima sama sekali bukan gambaran yang cocok untuk diri saya yang rata-rata dan biasa-biasa saja ini. Next, I often read a book to relax. Kadang saya baru sempet baca buku tengah malam, setelah ngeberesin kerjaan. No otak prima in that condition. At least for me yaaa…. Mehehehehe…

Yang saya terheran-heran, kenapa dia harus sedefensif itu terhadap kritikan? Seakan-akan semua yang memberikan review tidak menyenangkan tentang buku dia adalah orang-orang yang tidak open-minded. Iya, kritik ada yang membangun, ada yang menjatuhkan. Kita yang harus bisa memilah, dan menjadikan kritik itu masukan. And the truth is, gak semua kritik yang menyatakan bahwa karya kita itu tidak bagus adalah kritik yang menjatuhkan. Sebagaimana tidak semua komentar yang mendewa-dewakan karya kita adalah kritik yang membangun. 

Bersikap defensif terhadap kritikan justru membuat kita kehilangan kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Dengan kekepoan saya, saya lalu menjelajah ke blog si penulis. Statement si penulis di blog itu pada postingan yang ini membuat saya semakin semakin kehilangan respek.

"you need a good brain to digest my novels....
Perhatikan saja, semua novelku pasti ada informasi / pelajaran (kayak sekolahan aja). Pakai logika aja deh, kalau otakmu lagi hang, boro-boro bisa "menangkap informasi", lah wong baca kalimatku (yang kayak buku terjemahan - mengutip Meiske) aja, kamu udah puyeng duluan."

That statement, is just another way to say that the writer believes that she’s better than others. That she’s much smarter. That she’s so brilliant that only a few people can understand her words.

Saya bukan penulis. Tapi saya yakin, bagi seorang penulis, adalah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri kalau hasil tulisannya bisa dinikmati oleh banyak orang, tanpa kecuali.
Dan menganggap diri kita jauh “lebih baik” daripada orang lain membuat kita kehilangan kesempatan untuk bisa belajar dari orang lain.

Padahal saya yakin, selalu ada sesuatu hal yang bisa kita pelajari dari setiap orang. Siapapun itu. As long as we keep our ear, eyes, and most importantly, our heart and our mind widely open, there will always a thing, or two, or even more, that we can learn from somebody else.

Dari si penulis ini *yang cuma kenal sama sesama rangking I di sekolah dia dulu, saatnya untuk bilang WOW!!!*, saya belajar, bahwa kemampuan menerima kritik memerlukan pikiran yang terbuka. Oh, tentu saja, pelajaran paling penting dari dirinya adalah bahwa membaca buku dia memerlukan otak yang prima. On the other hand, semoga si penulis juga bisa belajar, bahwa sinar matahari tidak mengandung vitamin D.

And so, as the night fall to end this day, mari mengingat kembali. Is there any opportunity that we have grabbed today? Apakah ada kesempatan yang hari ini kita lepaskan begitu saja? And of course, apakah kesempatan itu akan kita lepas kembali saat dia datang lagi?

See you, people =)

Cheers!
= Ami =

*picture taken from this site*

Minggu, 09 September 2012

Things on My Mind Lately :)

Hullo! Whatzz upppp peopleeee….!!!

And so, weeks went by. Things happened. Kerjaan datang dan pergi, antara selesai dan dipasrahkan seadanya. Mehehehehe… 
Oh well, lately I feel like a day should be 36 hours instead of just 24. Meh. Berasa kayak orang sibuk banget ya? Where have I been? Around, I guess…

So, these are the things that occupy my mind lately

New Semester!
Gak cuma semester baru sih. Tapi tahun akademik baru. And it means, kami punya mahasiswa angkatan baru. Tahun 2010, ada 20 mahasiswa. Tahun 2011, 35 mahasiswa. Dan tahun iniii… Jeng jeeengg… Kimia punya 46 mahasiswa baru! Sebenernya ada 48 sih, tapi akhirnya yang beneran show up ada 46 orang. Yak! Tinggal ditambah saya dan Pak Budi selaku sekretaris dan ketua prodi, jumlahnya sudah qualified untuk membentuk sister group dari AKB48. Kami bakal bisa menyaingi JKT 48 dengan menjadi QMA48!

On one hand, seneng sih, peminat Kimia jadi bertambah banyak. But on the other haaaanddd… Semakin banyak yang diurusin! Haduh. Saya udah mulai panic mikirin itu gimana caranya ngatur praktikumnya ya?

Aaaanyyywayyy… Welcome, Class of 2012 at the Chemistry Department =).

Seperti biasa, untuk semester ini dapet jatah ngajar Kimia Dasar, Kimia Lingkungan, dan Kimia Unsur. Eh, ples Kimia Analisis di TekKim ding! So, time to review my teaching materials :D.

Es Pe Je
Oke, jadi ceritanya, ada hibah dari dana DIPA dan Pemprov. Untuk semua Prodi di Unlam, including us. Konsekuensinya sih, tentu saja, hibah itu harus disertai dengan pelaporan keuangan alias SPJ. Secara nih ya, beberapa tahun yang lalu saya udah pernah terjun ke kawah candradimuka SPJ dengan Pak Henri sebagai pengawas pas proyek PBI, say amah berasa datar aja pas ngerjain SPJ yang ini. Ngerjain lima belas menit, trus senseless browsing. Nyambung lagi 15 menit, terus ke meja Rosy, ngobrol. Ngerjain lagi 15 menit, terus ada urusan sama mahasiswa. Tapi walopun saya mengerjakannya in such a random schedule, ya udah, beres. Beberapa temen emang ngerjainnya seriuuuus banget. Sampe saya yang liatnya berasa capek sendiri. Tapi saya lalu jadi belajar sesuatu dari hal ini. Terkadang, it is us who make things more complicated than the way they should be. Most of the times, things are complicated when we think they are. And so, things can be simple if we see them to be simple.

Oh, dan mengerjakan sesuatu dengan hati yang ringan itu, terasa lebih menyenangkan :). That’s why I have to work with my I-Tunes player turned on, with my favourite and mood-booster songs on the playlist. What about you? What’s your way to make your job look easier to do?

GRE Test
Pernah denger GRE? Graduate Record Examination. Semacam tes TPA, tapi versi londo. Untuk suatu alasan tertentu, saya harus mengikuti tes GRE ini. GRE itu sendiri ada dua macam, ada GRE General, alias ya semacam TPA itu tadi, lalu ada GRE Subject, semacam tes kompetensi dasar untuk suatu bidang. GRE Chemistry, misalnya, ya tes kompetensi dasar untuk bidang Kimia. Sejak tahun 2011, format GRE dirubah dari paper-based jadi computer-based. Secara umum sih, ada 3 sections. Writing Sections, ada yang argumentative, ada yang analytical writing. Trus ada Verbal Reasoning Sections. Nah, sumpah deh, yang verbal reasoning sections ini yang bikin saya pengen nelen tusuk gigi. Kalo untuk reading comprehension, okelah…masih bisa sedikit diraba-raba. Tapi bener deh, isi passage-nya itu memusingkan. Sejauh ini dari beberapa kali latihan, saya udah dapet passage tentang art history, neural system, research on solar activity, sampe ke function of fever in warm-blooded animal. Belum lagi bagian yang word relations itu. Argh. Kata-kata yang muncul di GRE ini level dewa! For heaven’s sake, mana ada sih yang menggunakan kata-kata semacam veritable, vex, onerous, alacrity, stygian dan semacamnya in daily normal conversations?
Those confusing words.... -_-

Ya Tuhannnn…. Saya berasa pengen nelen kamus aja tiap kali nyoba ngerjainnya. Section lain dari GRE adalah Quantitative Reasoning. My favourite part. Dan sama sekali tidak berarti I’m good at it. No. Not at all. Hanya saja memang kalo bagian yang quantitative reasoning ini kan matematika dasar ya… Dan tulisan semacam (x-y)/(x+y) atau 3x-2 =7, itu terasa lebih bersahabat daripada deretan kata ajaib yang muncul di Verbal Reasoning Section. People usually prepare for the GRE test for about 3-6 months. Me? 2 minggu. Mehehehehehe… Udah pasrah aja ini… Pasraaaaahhh… *memandangi hafalan word list*. Doakan saya ya teman-temaaaannn.. Tes-nya tanggal 17 September nanti untuk GRE General. Trus saya ngambil GRE Chemistry tanggal 10 November nanti. Doakan skor saya bagus yaaaa…

David Silva
Excited with new seasons of some leagues. Dengan dimulainya musim baru untuk berbagai liga, paling tidak ada jadwal yang bisa saya tunggu-tunggu. Semenjak Casillas dikabarkan sudah berencana untuk menikahi si Sara Carbonero (yang memang cantiknya naudzubillah ituuuu….), ya udahlah… :”). Jadilah lalu saya menomorsatukan si unyu yang satu iniii…
David Silva, or "Merlin" :)
Aduh, itu kenapa deh ya bisa super duper unyu begituuu… *_* *lope-lope bertebaran di udara*. Kekna si David Silva ini salah satu midfielder yang paling bagus assistnya. Paling inget deh waktu Spain vs Ireland. Dikelilingi oleh 4 pemain Irlandia, and he still managed to create a goal :D. Owh, dan kekna kalo di timnas Spanyol, keren banget kalo ada dia dan Fabregas. Another thing that I adore about him, kalo dibandingkan sama pemain lain, dia mungil. Beneran deh, kalo gak salah tingginya cuma 170 cm, yang untuk ukuran pemain bola termasuk kecil. Tapi walopun kecil gitu…dia jagooo :D
Tuh kan? Dibandingkan Balotelli dan Aguero, dia mungil sekali yaaa...

Books
With all the things that I have to do, I still try to spare some time to read books. Because reading is a way for me to keep my sanity. On January, I pledged to read at least 50 books this year. Dan sekarang udah selesai 48 bukuuu :D. Gak tau deh ya, kalo ke toko buku bawaannya ga kuat melulu melawan godaan. Sekarang aja ada lebih dari 10 buku yang masih bersegel plastik karena belum sempat saya baca. I’ve just finished reading Samuel Johnson vs the Devil: Round II by John Connolly, and I LOVE IT! Bukunya quotable, and it’s hilarious in a sarcastic way.
Oh, and in that book, I found these interesting part:


"...you'd be surprised to see what Evil can do when it put its mind to it. On the other hand, no matter how hard Evil tries, it can never quite match up to the power of Good, because Evil is ultimately self-destructive. Evil may set to corrupt others, but in the process it corrupts itself. That's just the way Evil is. All things considered, it's better to be on the side of Good, even if Evil occasionally has nicer uniforms..."


Samuel Johnson vs the Devil: Round II - John Connolly, p.65

Currently, I am reading the Class is Not Dismissed. The second installment from School of Fear Series.

And so, my life still goes on :).

See you, people!