Jumat, 23 Januari 2009

Pemilu Legislatif: Cepatlah Berlalu!

Frankly speaking, saya sungguuh-sungguh tidak menyukai politik. I stay away as far as possible from any discussion about politics. Taaaapiiiii… saya lagi gemes banget dengan salah satu topik yang happening banget di bidang politik: Pemilu Legislatif. Bagi anda yang mungkin sudah tahu, mohon maaf kalau saya ingin menyampaikan kepada yang belum tahu bahwa pelaksanaan Pemilu Legislatif ini adalah pada tanggal 9 April 2009. Silakan melihat TVOne untuk menghitung countdown hari menuju pemilu legislatif tersebut, mereka dengan penuh dedikasi atas komitmen mereka sebagai TV Pemilu memajang sekian hari menuju pemilu di bagian bawah layar *I’m not saying that this is a bad thing..okay?*. Well, anyway, saya sendiri sebetulnya tidak terlalu peduli. Saya ga bisa ikut juga toh, secara perasaan pas Pemilu Legislatif itu saya udah jauh (lagi) dari kampung halaman. Cuma bener deh, saya betul-betul berharap bahwa Pemilu Legislatif ini segera berlalu. Kenapa? Karena, saya sudah betul-betul amat sangat eneg dengan kampanye para caleg *and I’m not trying to over-exaggerate that*. Serius. Kayaknya sih mungkin cuma di Banjarmasin ya, tapi para caleg di Banjarmasin ini sepertinya…banci tampil banget. Ada ratusan ribu *oke, bagian yang ini mungkin sedikit hiperbolis* baliho, spanduk, papan iklan sampai stiker yang mengiklankan diri para caleg tersebut. It really makes me sick. Radius 20 meter, udah ada papan iklan/baliho/spanduk yang berusaha ‘mensugesti’ kita untuk mencontreng nama caleg tertentu pas pemilu nanti. Seakan tidak cukup di pinggir-pinggir jalan, di kaca belakang angkutan umum juga biasanya dilapisi dengan iklan para caleg itu. Cuma mobil angkot? Sayangnya, enggak, di becak pun ada. SIAPA SIH ORANG-ORANG HAUS TAMPIL INIIIIIII????!!! Ada sih beberapa yang ‘terkenal’ di tingkat lokal. Misalnya nih, ada anak gubernur. Terus, ada juga anak mantan gubernur yang menyatakan dia ingin jadi caleg karena terinspirasi oleh ayahnya (dan baidewei, ayahnya sekarang dipenjara karena kasus korupsi). Ada artis kesenian lokal. Bahkan anak tetangga ada yang pernah cerita kalo dia pernah dikasih kartu nama oleh seorang caleg yang saat ini berprofesi sebagai…tukang ojek. Ada juga mahasiswa, yang bilang dia tidak gentar harus bersaing dengan anak pejabat walaupun dia sendiri ‘hanyalah’ anak pembakal (semacam kepala desa). Yang membuat saya mengerutkan kening, si ayah yang pembakal tersebut punya gelar Profesor. Serius. Entah (beli) dari universitas mana. Arrrgghhh…

Abah sudah mempertimbangkan dengan *sangat* serius untuk golput saja. Dengan alasan, hampir setengah dari caleg tersebut tidak dikenal, dan hampir setengah lagi yang dikenal adalah yang akan kita pilih kalau kita sudah mulai kehilangan akal sehat dan logika. And, seriously, yakin nih mau memilih caleg hanya karena mereka memasang begitu banyak baliho?

Saya biasanya bukan orang yang sebegitu skeptiknya. Tapi saya tidak yakin setengah dari orang-orang itu betul-betul mengerti apa yang harus mereka lakukan begitu sudah dilantik menjadi anggota legislatif. Dan ketidakyakinan saya semakin parah kalo inget kinerja anggota legislatif yang sekarang *makanya alam bawah sadar saya berusaha untuk tidak mengingatnya*. Biar gimana, mereka nanti akan menjadi anggota legislatif, yang harus menyusun legislasi *supaya bisa memperjuangkan rakyat, as what they have promised to do*. Ini ada yang ditanya aturan mana yang sudah ada dan harus diperbaiki, malah ha-ho-ha-ho ga jelas. Ada yang malah lebih asyik bikin iklan kampanye di TV Lokal. Ah, sudahlah. Saat ini, saya menghitung hari menuju pemilu hanya dengan harapan menjelang pemilu tersebut, SEMUA baliho tersebut dicabut. Itu saja. Soal anggota legislatif yang terpilih nanti, saya cuma bisa berharap, semoga ada keajaiban dari Tuhan. Itu saja. Dan melihat para caleg yang ada, sepertinya kita betul-betul perlu keajaiban untuk akhirnya bisa memperoleh anggota dewan yang berkualitas.

Asisten dan Teknologi

Kalau..kalau asisten dan teknologi yang dimaksud disini adalah yang berhubungan dengan PDA dan semacamnya, okelah... Kalau mungkin asisten yang dimaksud adalah asisten di bidang pekerjaan kantoran, jelaslah kita sangat berharap punya asisten yang mengerti teknologi. Tapi tidak. Mari saya perjelas. Asisten yang saya maksud disini adalah asisten tingkat domestik bidang kerumahtanggaan, dengan asistennya Mama saya di rumah as a particular example. Dan teknologi yang dimaksud disini juga bukan teknologi yang rumit banget, definetely not a rocket science. A simple one, a basic one in information technology: celluler phones aka hand-phone. Jadi ceritanya, tentu saja selama saya disini, saya juga berfungsi sebagai pendengar setia curhatan Mama mengenai berbagai hal. Termasuk juga betapa Mama begittttuuuuuuu gemes sama si M’Rus, asisten terbarunya Mama alias PRT di rumah kami. Si M’Rus ini masih muda banget, 20 tahunan gitu kali ya... Asli Madura. Dia udah kerja disini sekitar 4 bulanan gitu. Sekitar 2 bulan terakhir ini, M’Rus punya handphone baru. Tipenya? Nokia 6600 (handphone yang dulu sempet saya kategorikan sebagai handphone sejuta umat). Second sih, beli dari si Yana (anak angkatnya orang tua saya yang tinggal di rumah ini juga). Semenjak punya handphone, M’Rus dan handphone nya bagaikan….. apa ya? Dora dan Boots? Musik dangdut dan seruling bambu? Atau kiper sepakbola dan gawangnya? Apapun lah… Yang jelas, mereka (M’Rus dan handphonenya ituh) tak terpisahkan. Pernah, si Mama bingung waktu pagi-pagi denger M’Rus nyuci sambil ngobrol, waktu Mama ngintip dari jendela dapur, kok ya si m’Rus itu tertawa-tawa sendirian. Mama sempat merasa ketakutan, tapi ternyata, si M’Rus (yang ga lulus SD ini) sedang bertelfon-telfonan ria pake handsfree. Pernah juga, saya agak bingung waktu denger M’Rus mengepel lantai pagi-pagi, kok ya si Esah (pembantu di rumah depan kami) udah dateng dan ngobrol ya? Ternyataaa… sekali lagi M’Rus bertelfon-telfonan, sekali ini dengan memanfaatkan fasilitas speakernya. Rada bete juga sih, masa, pernah kami sama-sama lagi membereskan meja makan habis makan siang, dia dengan santainya masih bertelfon-telfonan pake speaker-phone gitu, padahal saya sedang berdiri persis di sebelah dia. Mama juga pernah mengalami kejadian yang sama, waktu sama-sama lagi di dapur. Sementara Mama mengupas bawang di hadapan dia, dia mengulek bumbu sambi bergosip ria dengan riuhnya pake speaker-phone nya itu. Dan Mama mengeluhkan kualitas pekerjaannya M’Rus yang mengalami penurunan secara signifikan. Mulai dari piring dan gelas yang dicuci jadi ga bersih, setrikaan yang pernah tidak dicabut semalaman, sapu dan kain pel yang jadi ditinggalkan dimana saja. Belum lagi, frekuensi telfon-telfonannya betul-betul menguntungkan provider XL deh. Pernah jam 3 dini hari, waktu Abah bangun untuk sahur, masih terdengar suara M’Rus lagi nelfon!! Jam 3 dini hari sodara-sodara!! Nah, kemaren waktu aku maen ke tempatnya Fitria, sama-sama si Nana, cerita punya cerita nih, Nana juga mengalami problema serupa. Kedua asistennya di rumah juga berkelakuan tak terpisahkan dengan handphone mereka. Malah, untuk kasus Nana lebih parah lagi. Salah satu asistennya Nana sms-an dengan salah seorang pekerja di toko iparnya Nana, dan berujung pada suka-sama-suka. Yang jadi masalah adalah, si pekerja itu udah punya istri dan dua orang anak! Gimana Nana ga stress abis waktu istrinya si pekerja itu datang ke rumah Nana karena suaminya dibawa lari sama asistennya Nana itu... Gua ngakak. Setengah geli setengah kasian.

Memang sih, kalo dipikir-pikir lagi, yang namanya handphone memang udah barang umum banget deh ya kayaknya. Tapi kalo sampai sebegitunya banget, tetep aja teknologi yang satu ini bagaikan buah simalakama...

Jumat, 23 Januari 2009

Pemilu Legislatif: Cepatlah Berlalu!

Frankly speaking, saya sungguuh-sungguh tidak menyukai politik. I stay away as far as possible from any discussion about politics. Taaaapiiiii… saya lagi gemes banget dengan salah satu topik yang happening banget di bidang politik: Pemilu Legislatif. Bagi anda yang mungkin sudah tahu, mohon maaf kalau saya ingin menyampaikan kepada yang belum tahu bahwa pelaksanaan Pemilu Legislatif ini adalah pada tanggal 9 April 2009. Silakan melihat TVOne untuk menghitung countdown hari menuju pemilu legislatif tersebut, mereka dengan penuh dedikasi atas komitmen mereka sebagai TV Pemilu memajang sekian hari menuju pemilu di bagian bawah layar *I’m not saying that this is a bad thing..okay?*. Well, anyway, saya sendiri sebetulnya tidak terlalu peduli. Saya ga bisa ikut juga toh, secara perasaan pas Pemilu Legislatif itu saya udah jauh (lagi) dari kampung halaman. Cuma bener deh, saya betul-betul berharap bahwa Pemilu Legislatif ini segera berlalu. Kenapa? Karena, saya sudah betul-betul amat sangat eneg dengan kampanye para caleg *and I’m not trying to over-exaggerate that*. Serius. Kayaknya sih mungkin cuma di Banjarmasin ya, tapi para caleg di Banjarmasin ini sepertinya…banci tampil banget. Ada ratusan ribu *oke, bagian yang ini mungkin sedikit hiperbolis* baliho, spanduk, papan iklan sampai stiker yang mengiklankan diri para caleg tersebut. It really makes me sick. Radius 20 meter, udah ada papan iklan/baliho/spanduk yang berusaha ‘mensugesti’ kita untuk mencontreng nama caleg tertentu pas pemilu nanti. Seakan tidak cukup di pinggir-pinggir jalan, di kaca belakang angkutan umum juga biasanya dilapisi dengan iklan para caleg itu. Cuma mobil angkot? Sayangnya, enggak, di becak pun ada. SIAPA SIH ORANG-ORANG HAUS TAMPIL INIIIIIII????!!! Ada sih beberapa yang ‘terkenal’ di tingkat lokal. Misalnya nih, ada anak gubernur. Terus, ada juga anak mantan gubernur yang menyatakan dia ingin jadi caleg karena terinspirasi oleh ayahnya (dan baidewei, ayahnya sekarang dipenjara karena kasus korupsi). Ada artis kesenian lokal. Bahkan anak tetangga ada yang pernah cerita kalo dia pernah dikasih kartu nama oleh seorang caleg yang saat ini berprofesi sebagai…tukang ojek. Ada juga mahasiswa, yang bilang dia tidak gentar harus bersaing dengan anak pejabat walaupun dia sendiri ‘hanyalah’ anak pembakal (semacam kepala desa). Yang membuat saya mengerutkan kening, si ayah yang pembakal tersebut punya gelar Profesor. Serius. Entah (beli) dari universitas mana. Arrrgghhh…

Abah sudah mempertimbangkan dengan *sangat* serius untuk golput saja. Dengan alasan, hampir setengah dari caleg tersebut tidak dikenal, dan hampir setengah lagi yang dikenal adalah yang akan kita pilih kalau kita sudah mulai kehilangan akal sehat dan logika. And, seriously, yakin nih mau memilih caleg hanya karena mereka memasang begitu banyak baliho?

Saya biasanya bukan orang yang sebegitu skeptiknya. Tapi saya tidak yakin setengah dari orang-orang itu betul-betul mengerti apa yang harus mereka lakukan begitu sudah dilantik menjadi anggota legislatif. Dan ketidakyakinan saya semakin parah kalo inget kinerja anggota legislatif yang sekarang *makanya alam bawah sadar saya berusaha untuk tidak mengingatnya*. Biar gimana, mereka nanti akan menjadi anggota legislatif, yang harus menyusun legislasi *supaya bisa memperjuangkan rakyat, as what they have promised to do*. Ini ada yang ditanya aturan mana yang sudah ada dan harus diperbaiki, malah ha-ho-ha-ho ga jelas. Ada yang malah lebih asyik bikin iklan kampanye di TV Lokal. Ah, sudahlah. Saat ini, saya menghitung hari menuju pemilu hanya dengan harapan menjelang pemilu tersebut, SEMUA baliho tersebut dicabut. Itu saja. Soal anggota legislatif yang terpilih nanti, saya cuma bisa berharap, semoga ada keajaiban dari Tuhan. Itu saja. Dan melihat para caleg yang ada, sepertinya kita betul-betul perlu keajaiban untuk akhirnya bisa memperoleh anggota dewan yang berkualitas.

Asisten dan Teknologi

Kalau..kalau asisten dan teknologi yang dimaksud disini adalah yang berhubungan dengan PDA dan semacamnya, okelah... Kalau mungkin asisten yang dimaksud adalah asisten di bidang pekerjaan kantoran, jelaslah kita sangat berharap punya asisten yang mengerti teknologi. Tapi tidak. Mari saya perjelas. Asisten yang saya maksud disini adalah asisten tingkat domestik bidang kerumahtanggaan, dengan asistennya Mama saya di rumah as a particular example. Dan teknologi yang dimaksud disini juga bukan teknologi yang rumit banget, definetely not a rocket science. A simple one, a basic one in information technology: celluler phones aka hand-phone. Jadi ceritanya, tentu saja selama saya disini, saya juga berfungsi sebagai pendengar setia curhatan Mama mengenai berbagai hal. Termasuk juga betapa Mama begittttuuuuuuu gemes sama si M’Rus, asisten terbarunya Mama alias PRT di rumah kami. Si M’Rus ini masih muda banget, 20 tahunan gitu kali ya... Asli Madura. Dia udah kerja disini sekitar 4 bulanan gitu. Sekitar 2 bulan terakhir ini, M’Rus punya handphone baru. Tipenya? Nokia 6600 (handphone yang dulu sempet saya kategorikan sebagai handphone sejuta umat). Second sih, beli dari si Yana (anak angkatnya orang tua saya yang tinggal di rumah ini juga). Semenjak punya handphone, M’Rus dan handphone nya bagaikan….. apa ya? Dora dan Boots? Musik dangdut dan seruling bambu? Atau kiper sepakbola dan gawangnya? Apapun lah… Yang jelas, mereka (M’Rus dan handphonenya ituh) tak terpisahkan. Pernah, si Mama bingung waktu pagi-pagi denger M’Rus nyuci sambil ngobrol, waktu Mama ngintip dari jendela dapur, kok ya si m’Rus itu tertawa-tawa sendirian. Mama sempat merasa ketakutan, tapi ternyata, si M’Rus (yang ga lulus SD ini) sedang bertelfon-telfonan ria pake handsfree. Pernah juga, saya agak bingung waktu denger M’Rus mengepel lantai pagi-pagi, kok ya si Esah (pembantu di rumah depan kami) udah dateng dan ngobrol ya? Ternyataaa… sekali lagi M’Rus bertelfon-telfonan, sekali ini dengan memanfaatkan fasilitas speakernya. Rada bete juga sih, masa, pernah kami sama-sama lagi membereskan meja makan habis makan siang, dia dengan santainya masih bertelfon-telfonan pake speaker-phone gitu, padahal saya sedang berdiri persis di sebelah dia. Mama juga pernah mengalami kejadian yang sama, waktu sama-sama lagi di dapur. Sementara Mama mengupas bawang di hadapan dia, dia mengulek bumbu sambi bergosip ria dengan riuhnya pake speaker-phone nya itu. Dan Mama mengeluhkan kualitas pekerjaannya M’Rus yang mengalami penurunan secara signifikan. Mulai dari piring dan gelas yang dicuci jadi ga bersih, setrikaan yang pernah tidak dicabut semalaman, sapu dan kain pel yang jadi ditinggalkan dimana saja. Belum lagi, frekuensi telfon-telfonannya betul-betul menguntungkan provider XL deh. Pernah jam 3 dini hari, waktu Abah bangun untuk sahur, masih terdengar suara M’Rus lagi nelfon!! Jam 3 dini hari sodara-sodara!! Nah, kemaren waktu aku maen ke tempatnya Fitria, sama-sama si Nana, cerita punya cerita nih, Nana juga mengalami problema serupa. Kedua asistennya di rumah juga berkelakuan tak terpisahkan dengan handphone mereka. Malah, untuk kasus Nana lebih parah lagi. Salah satu asistennya Nana sms-an dengan salah seorang pekerja di toko iparnya Nana, dan berujung pada suka-sama-suka. Yang jadi masalah adalah, si pekerja itu udah punya istri dan dua orang anak! Gimana Nana ga stress abis waktu istrinya si pekerja itu datang ke rumah Nana karena suaminya dibawa lari sama asistennya Nana itu... Gua ngakak. Setengah geli setengah kasian.

Memang sih, kalo dipikir-pikir lagi, yang namanya handphone memang udah barang umum banget deh ya kayaknya. Tapi kalo sampai sebegitunya banget, tetep aja teknologi yang satu ini bagaikan buah simalakama...