Day 8 - Three Things you want to say to different people
Agak gak ngerti ya
maksudnyaaa…. Tiga hal ke tiga orang? Atau masing-masing satu hal ke tiga
orang? Atau ke beberapa orang tapi setiap orang dan masing-masing orang tiga
hal gitu?
Atuuhhhlaaahhh… Gak
ngerti. Ambil yang gampang aja deh ya, ke tiga orang berbeda.
And I think it will be
about the things that I will never have the chance to say to them directly.
(Alm) Kai
Kai disini
adalah kakek saya dari pihak Abah. Beliau meninggal pada usia sekitar 75an
tahun (Gosh, I don’t even remember how old he was when he passed away :”( ).
Saya tidak pernah dekat dengan beliau. For some reasons, beliau beberapa kali
pindah rumah. Pertama kali yang saya ingat, tentu saja di Kuin. Lalu beliau
pindah ke PulangPisau. Terakhir, sampai beliau meninggal, beliau tiggal di
Pleihari. Dan tentu saja, panggilan saya berubah-ubah mengikuti domisili itu.
Dari Kai Kuin, Kai Pulang Pisau, sampai Kai Pleihari.
Beliau
pendiam. Pendiam sekali. Rasanya sampai beberapa bulan sebelum beliau
meninggal, beliau masih sering berkeliling, mengunjungi anak-anak beliau *ada
13 bersaudara lho Abah saya itu*, menginap selama 3-4 hari. Biasanya kalau
beliau datang, saya akan melihat beliau duduk dengan tenang di ruang tamu,
sambil membaca. Saya tidak pernah sekalipun melihat beliau menonton TV. Kalau
lagi di rumah saya, beliau kalau tidak membaca, pasti mengobrol dengan Abah,
atau kalau pagi, melihat-lihat tanaman di halaman depan dan samping rumah.
Kalau mengobrol dengan Abah juga, suara beliau pelan, dalam, dan berhati-hati
sekali. Beda banget dengan istri beliau, (Almh) Nini yang suaranya kalau beliau
lagi di dapur bisa sampe kedengeran di ruang tamu. Dan mungkin karena beliau
begitu pendiam itulah saya segan dengan beliau.
Sampai akhirnya beliau jatuh
sakit, karena sudah tua. Tiba-tiba selama beberapa bulan Abah jadi lebih
pendiam. Dan entah kenapa, saya jadi merasa, ada yang agak aneh, karena kamar
di atas yang biasanya dipakai Kai kalau beliau datang, jadi terasa begitu
kosong. But still, being an annoying teenager at my age (waktu itu saya kelas 2
SMA), saya dengan jahatnya nyari-nyari alasan supaya gak usah ikut ke Pleihari
kalau Abah dan Mama menjenguk beliau.
Sampai suatu hari, Abah gak bisa kesana.
Gak tau kenapa, saya bilang, “Ya udah Ma, Ami ikut deh”. It was depressing, to
be honest. When we got there, at first I
only took a peek from the door. Tapi lalu, Kai menoleh ke arah saya, dan
tersenyum. Dan entah kenapa, saya lalu masuk, berjalan, dan duduk di sebelah
tempat tidur beliau. And then I started to talk. And talk. And talk. Saya tidak
ingat lagi apa saja yang saya ceritakan pada beliau. Dan mungkin beliau juga
tidak begitu paham apa yang saya ceritakan. Tapi beliau terus mendengarkan,
mengangguk-angguk, bahkan sesekali, beliau tertawa. And I just kept on talking. Saya bahkan tidak
sadar bahwa paman dan bibi saya keluar dari kamar, meninggakan kami berdua. I.
Just. Kept on talking. Sampai Mama datang, menepuk bahu saya perlahan, bilang
bahwa kami sudah harus pulang. Dan saya baru saja sadar, bahwa saya sudah
berbicara terus menerus selama hamper dua jam. Saya pamitan, menyalami dan
mencium tangan beliau, berjanji akan datang lagi. Ekspresi beliau waktu itu
masih saya ingat sampai sekarang. Masih begitu jelas. Beliau mengangguk. Tapi
mata beliau begitu sedih, begitu…kesepian.
Dua
minggu kemudian, beliau meninggal. Tanpa saya sempat menengok beliau lagi.
I
didn’t cry. I can’t. I was just, so numb. After the funeral, I lay down on my
bed, trying to cry because isn’t it what I supposed to do as a mourning
grandchildren, but I couldn’t. I was just so, numb. And the image of him, his
lonely eyes, kept haunting me. Until now.
So, this is what I want
to say to him.
Kai, maafkan
Ami. Yang gak pernah bisa jadi cucu yang baik. Yang tidak pernah berusaha lebih
jauh untuk mengenal Kai. Yang begitu terlambat untuk akhirnya bisa mengobrol
dengan Kai.
Maafkan Ami,
yang membiarkan Kai kesepian. Seharusnya, seharusnya Ami bisa jadi cucu yang jauh
lebih baik untuk Kai. Semoga Kai disana beristirahat dengan tenang, di tempat
yang paling damai dan indah.
My Incognito
It’s been
years. So many years. It’s not that I cannot move on from you. But the thing
is. The thing is, there is this little piece of my heart that you have taken
away with you, without you even realizing it. I still have no idea whether you
know it or no, but it was you. It is you. And maybe, it will always be you.
You’re happy
now with your life. And nothing makes me happier than to see you happy (except
maybe when Spain won the World Cup and EURO and MCFC won EPL). But yeah, you
know what I mean.
Thank you for
everything. Literally everything.
I‘ve never
lost you for I never have you anyway. But at least, at the very least, you have once
come into my life, and no one has ever touched my life the way you did
David Silva
Keep showing
us your magic on the pitch. You're always a brilliant player, and such a sweet
heart for everyone. Keep up the amazing work.
Go and find a
decent girl and get marry and have some children of your own that you would
just love. Or maybe you just can find me and marry me.
Day 8, FINISHED!!!
terharu baca yang buat Kai T-T, kalo boleh curhat aku malah nggak pernah deket sama kakek-nenekku dari papa maupun mama kak beliau2 udah meninggal dari aku kecil. jadi aku juga bener2 ga ngerti gimana senengnya punya kakek-nenek.. T-T
BalasHapus