Kamis, 20 Juni 2013

30 Day Challenge - Day 20

Day 20 – Concerts You Have Attended

Aaaa… Jadi kangen jaman kuliah S1 duluuuu! Secara ya, di Jogja dulu saya suka nonton acara musik kampus gitu.Secara itu salah satu hiburan yang murah meriah adalah nonton acara musik kampus gitu. Istilah kita waktu itu sih, nonton band-band-an. Jadi pernah juga liat The Rain, Shakey, Es Nanas, dan beberapa band indie lain. Iya, awal sampe pertengahan 2000an kan jamannya band indie gitu, dan Jogja adalah salah satu surganya band indie. (OMG how I miss those golden times)
Anyway, kalo memang yang dianggap konser disini adalah konser yang serius gitu…Hmm…
Baiklah.

1. KLa Project
Konser pertama yang pernah saya tonton di Jogja. Waktu itu konsernya di Kridosono. Dan tiketnya berapa? 15.000 perak. Waktu itu tahun 99 sih. Tapi tetep aja, rasanya kok murah yaaaa…. Puas banget. Memang ya, Katon itu walaupun udah tua, kualitas vokalnya gak boong deh

2. Sheila on 7 & KLa Project.

Jadi ya sodara-sodara. Saya itu sejak SMP itu udah jadi KLaNis. Dan semenjak mereka pertama kali muncul pun saya udah ngefans abis sama Sheila On 7. Jadi kebayang dong gimana saya nangis histeris waktu tau mereka bakal konser bareng? Iya. KLa DAN Sheila On 7. Konsernya di GSP. Tiketnya 20.000 perak. Waktu itu nontonnya berempat, bareng sama anak-anak kos.
PUAS BANGET SERIUS. Sumpah ya…. Yang muncul duluan Kla, sekitar 1,5 jam gitu. Lalu Sheila On 7. Dan saya ingeeeet banget, itu pertama kali lagu Sephia diperdengarkan di depan umum. Sheila On 7 nya kalo gak salah hampir 2 jam gitu. Dan senengnya nonton mereka adalah, beda sama yang di kaseeeetttt… Ahahahaha…maksud saya, mereka pinter deh bikin improvisasinya. Pas pertama kali masuk panggung, yang mereka mainkan adalah intronya My Heart Will Go On, tau-tau jadi lagu “Kita” gituuu. ..

3. Dewa
Ini adalah konser yang saya paling ingetnya kenapa coba? Karena gak bayar. Kita ngedobrak. Nyahahahahaha…. Waktu itu kan album Bintang 5 baru keluar. Dan percaya deh, album itu best of the bestnya Dewa banget-bangetan. Satu album bagus semuaaaaa lagunya. Jadi waktu tau mereka mau konser, kita satu kost pada mau nonton. Masalahnya, kita terlalu kompak. Kebayang gak sih susahnya nyari 8 tiket sekaligus??? Tentu saja kita kehabisan tiket dimana-mana.
Nah, pas malam konsernya, saya, Widia, Eka dan Ifan pada berangkat aja nonton tanpa bawa tiket. Berharap bakal dapet dari calo. Eh, Emil juga pergi sih, tapi sama pacarnya. Tapi sialan ya….tiket yang harusnya cuma 15.000 mereka jualnya sampe 60-75 ribu gitu. Tolong ya. Jual tiket apa ngajak miskin sih Bang?
Dalam keadaan hopeless, kita keliling ngider GSP. Eh, kok tau-tau kita nyampe di pintu dimana ternyata para personil Dewa pada datang dan masuk ya? ITU SAYA SEMPET DEKET BANGET SAMA ONCE LHO. Bening abis dia itu. Trus, lama-kelamaan, itu kok orang yang numpuk makin banyak ya di pintu itu? Dan kita pun akhirnyaaaa….ikut rombongan manusia itu mendobrak pintuuuu! YEAAAAYYY! Jadilah kita ikut menyerbu masuk ke dalam.
Jadi sodara-sodara, sensasinya bukan cuma di nonton konsernya, tapi cara masuknya yang brutal. Huahahahahaha…

4. Element

Konsernya di UPN Veteran. Ini saya agak heran deh kenapa saya nonton. Secara ya gak ngefans-ngefans amat sama Element. Yang saya inget cuma karena salah satu panitianya mantan pacar temen saya, jadi saya dapat tiket gratis dan temen-temen sekost saya dapet diskon. Udah. Gitu doang. Nontonnya juga jadinya biasa aja.

5. Soundrenaline 2003.

Yang paling seru nih. Secara Soundrenaline la yaaaa…. Jadi yang konser kan borongan gitu. Waktu itu kalo gak salah ada Jikustik, sama siapa lagi ya? Ada Iwan Fals, Dewa ya kalo nggak salah? Sama…Naif. Trus ada TIC Band (itu drummernya saya masih inget, Rama, gantengnya gak nyante). Trus siapa lagi ya? Aduh, lupa. Serius. Yah, pokoknya mah banyaaaakkk…. Kita kesana dari jam 1 siang, sampe jam 11 malam. Konsernya kan di Alun-alun gitu. Saya nonton sama anak-anak kost, dalam keadaan ceking dan item habis KKN selama 2 bulan di desa terpencil. Dekil abis lah pokoknya :)). Ini salah satu kenangan paling berkesan selama di Jogja, dan terakhir kali saya nonton konser-konseran di jaman S1 saya yang penuh huru-hara itu :)).

6. Sidney Meyer Concert With Melbourne Symphony Orchestra
Ihiiiyyy… Kosner ‘berbudaya’. Setelah sekian lama gak nonton band-band-an, nonton konser lagiii…. Tahun 2009 nih. Tahun terakhir saya sekolah S2. Konsernya…gratisan. Ahahahaha… Mungkin itulah salah satu alasan utama kenapa kami nonton. Lagian ya sayang aja, mumpung masih di Melbourne waktu itu, masa gak pernah sekalipun nonton konser disanaaa?
It was nice :). Siapa bilang musik klasik itu membosankan?




Well, yeah. Sepertinya masih ada beberapa lagi kali ya yang pernah saya tonton. Apalagi waktu di Jogja, hiburan murah meriah ya nonton band-band gituuu :D. Tapi untuk saat ini mah ingetnya itu doang. So yeah.
Day 20, finished!!!

Sabtu, 08 Juni 2013

What Makes Us the Same?

Beberapa tahun yang lalu, waktu saya dapet beasiswa untuk studi S2, sebelum berangkat kan ikut kursus EAP dulu. EAP itu English for Academic Purposes. Durasinya tergantung nilai IELTS yang kita peroleh waktu seleksi dulu. Saya ikut EAP yang 6 minggu, dan sekelas dengan beberapa orang lain.
Ada salah satu hal yang saya ingat waktu zaman dulu itu. Salah satu teman sekelas pas EAP itu lulusan Psikologi UI. Dan dia pernah ngomong gini:
Sebenernya ya, meskipun dari luar keliatannya beda-beda, ada satu hal yang sama dari kita semua. Maksud gua, yang sama diantara para penerima beasiswa ini.
Waktu saya nanya, yang sama apanya, dia cuma ketawa aja. Dia bilang, “Ya, ntar lo pasti ngerasa dan bisa liat sendiri deh.”
Sampe sekarang, kata-kata dia somehow masih melekat di benak saya.

Kenapa? Apa sih yang bikin sama?

Apalagi waktu EAP dulu, kami kayaknya kok pribadinya beda-beda banget. Ada yang memang tipe serius. Ada yang laid back. Some were procrastinators (including me, to be honest). At that time, saya masih gak ngerti apa yang dia maksud.

Begitu saya berangkat S2 dan ketemu dengan sesama AusAid awardee lainnya pun, saya masih berusaha menebak-nebak, what do we have in common?

And now, thank God, I am awarded another scholarship.

Dan percayalah, waktu PDO kemaren, me the insecure sekali lagi ngerasa a bit lost among those great people. Berasa kek sebutir SiO2 di tengah lautan pasir gak sih waktu denger ada Mbak langsing berwajah jelita yang bakal ngelanjutin S2 di Harvard? Law pula. Belum lagi liat grantee yang lain, yang aktif di bidang edukasi, sosial, those kind of great things. Me?
You know me. The moody one. Yang nangis paling nggak 2 jam kalo City atau Madrid kalah. Yang mentally married with David Silva. Yang kerjaannya nulis-nulis fanfic gak jelas. Yang suka becanda garing kalo lagi gak ngajar.
Kadang saya ngerasa Tuhan sebenernya lagi becanda by putting me among these people. 
Dan kembali, kata-kata temen saya dulu itu kepikir lagi di benak saya. 

And maybe, maybe we do have something in common.
All of us are fighter.

Karena yang namanya getting a scholarship is not an easy path. 
Iya, kalo liat sekilas emang kayaknya enak ya, bisa dapet beasiswa ke luar negri. Tapi coba deh diliat lagi, di balik itu, prosesnya gak sebentar. Berbagai macam tes, mengisi formulir aplikasi, menulis essay, melengkapi berkas, mencari surat rekomendasi.

We fight for it.
Yes, we do dream of it, but we don’t end up just dreaming.
We fight for it.

Itu baru usahanya. Belum lagi kalo ternyata, kabar yang datang bukanlah yang diinginkan. Saya udah ngerasain ditolak DAAD, BLN Dikti, ADS, dan StuNed. 

But did I give up?
To be honest, almost.
Tapi enggak. I did not give up. I did not quit the fight. 
Because every time I fall, it only makes my chin stronger than before :).

Kemudian, beberapa hari yang lalu, satu obrolan di grup WhatsApp membuat saya menemukan lagi satu hal yang mungkin we do have in common.
Salah satu temen nyeletuk, bahwa beasiswa ini bener-bener proses satu tahun ya….
Iya juga sih. Saya inget, ngirim aplikasi tanggal 10 April 2012 (deadlinenya 15 April 2012). Wawancara 1 Agustus dan 19 Agustus. Tes iBT dan GRE di bulan september 2012. GRE subject pas November. Februari itu kalo gak salah submission plan. Dan sepanjang Februari-Maret-April menanti kabar universitas mana yang akhirnya rela menerima saya. Dari 5 universitas, satu menolak dengan ikhlas. Yah, say ajuga ikhlas ditolak sih :p. Secara mereka minta iBT minimal 98, dan iBT saya…99. NYAHAHAHAHA ya iyalah saya ditolak.

Universitas yang menerima saya adalah universitas di pilihan kedua. Pilihan yang sebenernya saya taruh cuma dari segi idealisme dan bukannya dari segi realistisnya. Secara pas lihat peringkatnya, kok kekna mimpi banget ya saya bisa kuliah disana.

Eh. Ternyata, Tuhan itu Maha Baik. Saya diterima disana, dan dapat tuition waiver sebesar 50%.

Eeeeniweeeiii… Kembali ke soal one-year process ini. Jadi menurut temen-temen, ada satu hal lagi yang seharusnya dimiliki para Fulbright grantee: persistence.
And of course, if you have the persistence, you’re a fighter :).
So, let end this post with the song that never fails to lift my spirit again.
The Fighter - Gym Class Heroes feat. Ryan Tedder

Minggu, 02 Juni 2013

Quick Recap of May

OMG. Itu kenapa tidak ada posting apapun di bulan Mei ya? Yeah. Lazy me being lazy. But, then again, to my defense, there were…things. That need to be done. Anyway, here’s what happened in May.

1. Admitted at The University.
Remember when I told you about me being a scholarship hunter throughout 2012? Well. So. Here’s the thing. I was admitted at one of the universities in Australia. I got the IPRS Scholarship to study there.
BUT.
I also got admitted at one of the university in the USA through the Fulbright programs.
Decision time. Moment of truth.
Saya gak tau, entah kenapa merasa betapa tidak bersyukurnya ya saya ini. Sementara orang ada yang bingung karena gak keterima di mana-mana, saya malah bingung karena keterima di dua tempat.
But yeah. A decision has to be made anyway.
I did cry after I clicked the “Decline” button on the scholarship offer.
I did cry a little when I sent the e-mail to the committee of the other scholarship, telling them that I accept the offer.
I did have doubt on myself about my own decision of choosing the more difficult path.
But I do not have doubt that God will still be with me.
Bismillah. Semoga ini memang keputusan terbaik :”).

2. PDO

Pre-Departure Orientation ini semacam pengarahan bagi para Fulbright grantee. A priceless experience. Considering these facts:
  • The inspiring and enlightening speech from Pak Anis Baswedan. About how we should share our experience. Because sometimes we just don’t realize that we do have a chance to be inspiring for other people. So yeah. I made a pledge to myself, I’ll write more on my upcoming journey =)
  • Making new friends! Awww… It’s just… fun. And nice. Meeting these wonderful people. Beberapa memang udah pernah ketemu waktu interview dan atau tes iBT dan GRE. Tapi ada beberapa yang sebelumnya cuma ketemu lewat grup di FB atau Twitter atau blog. Bahkan di tengah acara pun, kadang-kadang saya ngeliatin isi ruangan. Thinking, is this for real? Me, being a part of these great awesome people? And me being insecure, suka mikir. Oh, God This is not real. I am not that good. Not as good as them. Apalagi kalo dibandingkan sama yang keterima di Harvard itu. Beuh. Berasa saya ini cuma sebutir garam di lautan Atlantik. Still, it’s just so nice to make friends with these people, and I feel so blessed to have the chance to meet them.
  • Staying at a fancy hotel (Sheraton!). Dan entah kenapa, sementara yang lain satu kamar untuk berdua, saya sekamar sendiriiii…. Hiks. Antara seneng karena berasa mewah banget, tapi juga sebel karena sepi =(
  • Fotografer acaranya ganteng kuadrat.
I think I’ll write some more about this PDO thing

3. End of Season
Last season, jagoan saya menang semua. Manchester City juara BPL (dan menangnya itu drama abis! Awww….). Real Madrid juara La Liga. Chelsea juara Liga Champions.
Tahun ini?
City ends up at second position. And the bitter defeat at Wembley at the FA Cup (saya bad mood selama hampir seminggu). Not to mention our horrible performance at UCL. Real Madrid berminggu-minggu betah aja di posisi 3 (walopun akhirnya ends up at second juga sih). And of course, I still have this urge to cry tentang kekalahan di semifinal UCL. La Decima yang tadinya terasa begitu dekat pupus begitu saja.
Okay. Chelsea menang European League. Tapi tetep. Oh well, at least Juan Mata betul-betul bersinar di season ini.
Tapi toh, season ini bikin saya semakin sadar. Supporting a team does not only mean that you cheer for them when they’re winning. It’s about still have your head and chin up and say how proud you are with the team, even in the worst of the season.
And yeah.
I am still a loud, proud, and loyal supporter of Manchester City. Together we are City. City till I die!

And thanks to Tumblr, menyenangkan sekali menemukan sesama Citizen :”). Secara kekna susah banget nyari supporter Citizen di Indonesia, apalagi di Banjarmasin –“
Selain itu, one thing about being a Citizen, it’s not just about the game. It’s the supporter. After the defeat in Wembley, saya tracking posts tentang City. And guess what? 90% about the posts are showing their respect to Wigan, and admitting that we played not well enough to win it.
And of course, I am still a Madridista. White blood in my vein, pure football in my heart :).

Jadi semoga saja UCL season mendatang tidak lagi menempatkan City dan Madrid dalam satu grup -_-. Really, it broke my heart to see the game. Tapi tetep dong, unforgettable moment banget waktu leg pertama City vs Madrid di Santiago Bernabeu, pas David Silva subbed off and he walked out off the pitch, he got a standing ovation from the people in Bernabeu. Even until now I still got the shiver :)

4. Reading and Writing
I’ve told you that I am taking request in football fic. Dan seminggu saya bisa ngerjain antara 4-6 one-shot alias cerpen. Ada saat dimana saya ngerasa so happy to know that people who requested like the one-shot that I’ve written for them. Tapi juga sering kok saya baca punya orang dan tiba-tiba ngerasa frustrasi. Why the hell I'm doing this? I’m nothing compared to those people. Compared to them, my writings are crap (insecure me being insecure). But still, dengan insecurenya saya, tetep aja saya nulis. Ahahahahaha….
On the other hand, as I am doing the writing quite a lot, reading speed saya untuk baca buku jadi menurun –(Sampai minggu ini, saya baru selesai membaca sekitar 20 buku. Mulai hopeless baca Cloud Atlas, karena membosankan sekali. The last book that I finished was Will Grayson, Will Grayson by John Green and David Levithan. Dan nyesel. KENAPA SAYA BARU BACA JOHN GREEN SEKARANG SIH? *sobs*
He writes so beautifully. So beautifully that I cry and read some lines and then cry again and read the lines again.

5. Crush
I seriously start to have this hopeless crush on this man:
Juan Manuel Mata Garcia.
He’s perfect that it feels unfair that he exists and being just perfect.
I mean, he did a journalism degree when he was in Spain (he used to play for Valencia, along with Silva (!!!) and Villa). And now he’s doing a degree in business and advertising. He likes Murakami’s books. He likes Coldplay. His favorite actor is Woody Allen. And. He runs a blog where he writes about his thought regularly.
Oh. And of course. He has a perfect look.
People, this is just so unfair. A perfect person like him should not be alive as his perfection can kill.
Still, this person that has that stupid awkward smile and hair so fluffy is still the love of my life.
David Josue Jimenez Silva. 
Thank you so much for being my perfect life-ruiner.

Okay, so now that’s a (long) recap of May for me.
So, hello, June =)

Kamis, 20 Juni 2013

30 Day Challenge - Day 20

Day 20 – Concerts You Have Attended

Aaaa… Jadi kangen jaman kuliah S1 duluuuu! Secara ya, di Jogja dulu saya suka nonton acara musik kampus gitu.Secara itu salah satu hiburan yang murah meriah adalah nonton acara musik kampus gitu. Istilah kita waktu itu sih, nonton band-band-an. Jadi pernah juga liat The Rain, Shakey, Es Nanas, dan beberapa band indie lain. Iya, awal sampe pertengahan 2000an kan jamannya band indie gitu, dan Jogja adalah salah satu surganya band indie. (OMG how I miss those golden times)
Anyway, kalo memang yang dianggap konser disini adalah konser yang serius gitu…Hmm…
Baiklah.

1. KLa Project
Konser pertama yang pernah saya tonton di Jogja. Waktu itu konsernya di Kridosono. Dan tiketnya berapa? 15.000 perak. Waktu itu tahun 99 sih. Tapi tetep aja, rasanya kok murah yaaaa…. Puas banget. Memang ya, Katon itu walaupun udah tua, kualitas vokalnya gak boong deh

2. Sheila on 7 & KLa Project.

Jadi ya sodara-sodara. Saya itu sejak SMP itu udah jadi KLaNis. Dan semenjak mereka pertama kali muncul pun saya udah ngefans abis sama Sheila On 7. Jadi kebayang dong gimana saya nangis histeris waktu tau mereka bakal konser bareng? Iya. KLa DAN Sheila On 7. Konsernya di GSP. Tiketnya 20.000 perak. Waktu itu nontonnya berempat, bareng sama anak-anak kos.
PUAS BANGET SERIUS. Sumpah ya…. Yang muncul duluan Kla, sekitar 1,5 jam gitu. Lalu Sheila On 7. Dan saya ingeeeet banget, itu pertama kali lagu Sephia diperdengarkan di depan umum. Sheila On 7 nya kalo gak salah hampir 2 jam gitu. Dan senengnya nonton mereka adalah, beda sama yang di kaseeeetttt… Ahahahaha…maksud saya, mereka pinter deh bikin improvisasinya. Pas pertama kali masuk panggung, yang mereka mainkan adalah intronya My Heart Will Go On, tau-tau jadi lagu “Kita” gituuu. ..

3. Dewa
Ini adalah konser yang saya paling ingetnya kenapa coba? Karena gak bayar. Kita ngedobrak. Nyahahahahaha…. Waktu itu kan album Bintang 5 baru keluar. Dan percaya deh, album itu best of the bestnya Dewa banget-bangetan. Satu album bagus semuaaaaa lagunya. Jadi waktu tau mereka mau konser, kita satu kost pada mau nonton. Masalahnya, kita terlalu kompak. Kebayang gak sih susahnya nyari 8 tiket sekaligus??? Tentu saja kita kehabisan tiket dimana-mana.
Nah, pas malam konsernya, saya, Widia, Eka dan Ifan pada berangkat aja nonton tanpa bawa tiket. Berharap bakal dapet dari calo. Eh, Emil juga pergi sih, tapi sama pacarnya. Tapi sialan ya….tiket yang harusnya cuma 15.000 mereka jualnya sampe 60-75 ribu gitu. Tolong ya. Jual tiket apa ngajak miskin sih Bang?
Dalam keadaan hopeless, kita keliling ngider GSP. Eh, kok tau-tau kita nyampe di pintu dimana ternyata para personil Dewa pada datang dan masuk ya? ITU SAYA SEMPET DEKET BANGET SAMA ONCE LHO. Bening abis dia itu. Trus, lama-kelamaan, itu kok orang yang numpuk makin banyak ya di pintu itu? Dan kita pun akhirnyaaaa….ikut rombongan manusia itu mendobrak pintuuuu! YEAAAAYYY! Jadilah kita ikut menyerbu masuk ke dalam.
Jadi sodara-sodara, sensasinya bukan cuma di nonton konsernya, tapi cara masuknya yang brutal. Huahahahahaha…

4. Element

Konsernya di UPN Veteran. Ini saya agak heran deh kenapa saya nonton. Secara ya gak ngefans-ngefans amat sama Element. Yang saya inget cuma karena salah satu panitianya mantan pacar temen saya, jadi saya dapat tiket gratis dan temen-temen sekost saya dapet diskon. Udah. Gitu doang. Nontonnya juga jadinya biasa aja.

5. Soundrenaline 2003.

Yang paling seru nih. Secara Soundrenaline la yaaaa…. Jadi yang konser kan borongan gitu. Waktu itu kalo gak salah ada Jikustik, sama siapa lagi ya? Ada Iwan Fals, Dewa ya kalo nggak salah? Sama…Naif. Trus ada TIC Band (itu drummernya saya masih inget, Rama, gantengnya gak nyante). Trus siapa lagi ya? Aduh, lupa. Serius. Yah, pokoknya mah banyaaaakkk…. Kita kesana dari jam 1 siang, sampe jam 11 malam. Konsernya kan di Alun-alun gitu. Saya nonton sama anak-anak kost, dalam keadaan ceking dan item habis KKN selama 2 bulan di desa terpencil. Dekil abis lah pokoknya :)). Ini salah satu kenangan paling berkesan selama di Jogja, dan terakhir kali saya nonton konser-konseran di jaman S1 saya yang penuh huru-hara itu :)).

6. Sidney Meyer Concert With Melbourne Symphony Orchestra
Ihiiiyyy… Kosner ‘berbudaya’. Setelah sekian lama gak nonton band-band-an, nonton konser lagiii…. Tahun 2009 nih. Tahun terakhir saya sekolah S2. Konsernya…gratisan. Ahahahaha… Mungkin itulah salah satu alasan utama kenapa kami nonton. Lagian ya sayang aja, mumpung masih di Melbourne waktu itu, masa gak pernah sekalipun nonton konser disanaaa?
It was nice :). Siapa bilang musik klasik itu membosankan?




Well, yeah. Sepertinya masih ada beberapa lagi kali ya yang pernah saya tonton. Apalagi waktu di Jogja, hiburan murah meriah ya nonton band-band gituuu :D. Tapi untuk saat ini mah ingetnya itu doang. So yeah.
Day 20, finished!!!

Sabtu, 08 Juni 2013

What Makes Us the Same?

Beberapa tahun yang lalu, waktu saya dapet beasiswa untuk studi S2, sebelum berangkat kan ikut kursus EAP dulu. EAP itu English for Academic Purposes. Durasinya tergantung nilai IELTS yang kita peroleh waktu seleksi dulu. Saya ikut EAP yang 6 minggu, dan sekelas dengan beberapa orang lain.
Ada salah satu hal yang saya ingat waktu zaman dulu itu. Salah satu teman sekelas pas EAP itu lulusan Psikologi UI. Dan dia pernah ngomong gini:
Sebenernya ya, meskipun dari luar keliatannya beda-beda, ada satu hal yang sama dari kita semua. Maksud gua, yang sama diantara para penerima beasiswa ini.
Waktu saya nanya, yang sama apanya, dia cuma ketawa aja. Dia bilang, “Ya, ntar lo pasti ngerasa dan bisa liat sendiri deh.”
Sampe sekarang, kata-kata dia somehow masih melekat di benak saya.

Kenapa? Apa sih yang bikin sama?

Apalagi waktu EAP dulu, kami kayaknya kok pribadinya beda-beda banget. Ada yang memang tipe serius. Ada yang laid back. Some were procrastinators (including me, to be honest). At that time, saya masih gak ngerti apa yang dia maksud.

Begitu saya berangkat S2 dan ketemu dengan sesama AusAid awardee lainnya pun, saya masih berusaha menebak-nebak, what do we have in common?

And now, thank God, I am awarded another scholarship.

Dan percayalah, waktu PDO kemaren, me the insecure sekali lagi ngerasa a bit lost among those great people. Berasa kek sebutir SiO2 di tengah lautan pasir gak sih waktu denger ada Mbak langsing berwajah jelita yang bakal ngelanjutin S2 di Harvard? Law pula. Belum lagi liat grantee yang lain, yang aktif di bidang edukasi, sosial, those kind of great things. Me?
You know me. The moody one. Yang nangis paling nggak 2 jam kalo City atau Madrid kalah. Yang mentally married with David Silva. Yang kerjaannya nulis-nulis fanfic gak jelas. Yang suka becanda garing kalo lagi gak ngajar.
Kadang saya ngerasa Tuhan sebenernya lagi becanda by putting me among these people. 
Dan kembali, kata-kata temen saya dulu itu kepikir lagi di benak saya. 

And maybe, maybe we do have something in common.
All of us are fighter.

Karena yang namanya getting a scholarship is not an easy path. 
Iya, kalo liat sekilas emang kayaknya enak ya, bisa dapet beasiswa ke luar negri. Tapi coba deh diliat lagi, di balik itu, prosesnya gak sebentar. Berbagai macam tes, mengisi formulir aplikasi, menulis essay, melengkapi berkas, mencari surat rekomendasi.

We fight for it.
Yes, we do dream of it, but we don’t end up just dreaming.
We fight for it.

Itu baru usahanya. Belum lagi kalo ternyata, kabar yang datang bukanlah yang diinginkan. Saya udah ngerasain ditolak DAAD, BLN Dikti, ADS, dan StuNed. 

But did I give up?
To be honest, almost.
Tapi enggak. I did not give up. I did not quit the fight. 
Because every time I fall, it only makes my chin stronger than before :).

Kemudian, beberapa hari yang lalu, satu obrolan di grup WhatsApp membuat saya menemukan lagi satu hal yang mungkin we do have in common.
Salah satu temen nyeletuk, bahwa beasiswa ini bener-bener proses satu tahun ya….
Iya juga sih. Saya inget, ngirim aplikasi tanggal 10 April 2012 (deadlinenya 15 April 2012). Wawancara 1 Agustus dan 19 Agustus. Tes iBT dan GRE di bulan september 2012. GRE subject pas November. Februari itu kalo gak salah submission plan. Dan sepanjang Februari-Maret-April menanti kabar universitas mana yang akhirnya rela menerima saya. Dari 5 universitas, satu menolak dengan ikhlas. Yah, say ajuga ikhlas ditolak sih :p. Secara mereka minta iBT minimal 98, dan iBT saya…99. NYAHAHAHAHA ya iyalah saya ditolak.

Universitas yang menerima saya adalah universitas di pilihan kedua. Pilihan yang sebenernya saya taruh cuma dari segi idealisme dan bukannya dari segi realistisnya. Secara pas lihat peringkatnya, kok kekna mimpi banget ya saya bisa kuliah disana.

Eh. Ternyata, Tuhan itu Maha Baik. Saya diterima disana, dan dapat tuition waiver sebesar 50%.

Eeeeniweeeiii… Kembali ke soal one-year process ini. Jadi menurut temen-temen, ada satu hal lagi yang seharusnya dimiliki para Fulbright grantee: persistence.
And of course, if you have the persistence, you’re a fighter :).
So, let end this post with the song that never fails to lift my spirit again.
The Fighter - Gym Class Heroes feat. Ryan Tedder

Minggu, 02 Juni 2013

Quick Recap of May

OMG. Itu kenapa tidak ada posting apapun di bulan Mei ya? Yeah. Lazy me being lazy. But, then again, to my defense, there were…things. That need to be done. Anyway, here’s what happened in May.

1. Admitted at The University.
Remember when I told you about me being a scholarship hunter throughout 2012? Well. So. Here’s the thing. I was admitted at one of the universities in Australia. I got the IPRS Scholarship to study there.
BUT.
I also got admitted at one of the university in the USA through the Fulbright programs.
Decision time. Moment of truth.
Saya gak tau, entah kenapa merasa betapa tidak bersyukurnya ya saya ini. Sementara orang ada yang bingung karena gak keterima di mana-mana, saya malah bingung karena keterima di dua tempat.
But yeah. A decision has to be made anyway.
I did cry after I clicked the “Decline” button on the scholarship offer.
I did cry a little when I sent the e-mail to the committee of the other scholarship, telling them that I accept the offer.
I did have doubt on myself about my own decision of choosing the more difficult path.
But I do not have doubt that God will still be with me.
Bismillah. Semoga ini memang keputusan terbaik :”).

2. PDO

Pre-Departure Orientation ini semacam pengarahan bagi para Fulbright grantee. A priceless experience. Considering these facts:
  • The inspiring and enlightening speech from Pak Anis Baswedan. About how we should share our experience. Because sometimes we just don’t realize that we do have a chance to be inspiring for other people. So yeah. I made a pledge to myself, I’ll write more on my upcoming journey =)
  • Making new friends! Awww… It’s just… fun. And nice. Meeting these wonderful people. Beberapa memang udah pernah ketemu waktu interview dan atau tes iBT dan GRE. Tapi ada beberapa yang sebelumnya cuma ketemu lewat grup di FB atau Twitter atau blog. Bahkan di tengah acara pun, kadang-kadang saya ngeliatin isi ruangan. Thinking, is this for real? Me, being a part of these great awesome people? And me being insecure, suka mikir. Oh, God This is not real. I am not that good. Not as good as them. Apalagi kalo dibandingkan sama yang keterima di Harvard itu. Beuh. Berasa saya ini cuma sebutir garam di lautan Atlantik. Still, it’s just so nice to make friends with these people, and I feel so blessed to have the chance to meet them.
  • Staying at a fancy hotel (Sheraton!). Dan entah kenapa, sementara yang lain satu kamar untuk berdua, saya sekamar sendiriiii…. Hiks. Antara seneng karena berasa mewah banget, tapi juga sebel karena sepi =(
  • Fotografer acaranya ganteng kuadrat.
I think I’ll write some more about this PDO thing

3. End of Season
Last season, jagoan saya menang semua. Manchester City juara BPL (dan menangnya itu drama abis! Awww….). Real Madrid juara La Liga. Chelsea juara Liga Champions.
Tahun ini?
City ends up at second position. And the bitter defeat at Wembley at the FA Cup (saya bad mood selama hampir seminggu). Not to mention our horrible performance at UCL. Real Madrid berminggu-minggu betah aja di posisi 3 (walopun akhirnya ends up at second juga sih). And of course, I still have this urge to cry tentang kekalahan di semifinal UCL. La Decima yang tadinya terasa begitu dekat pupus begitu saja.
Okay. Chelsea menang European League. Tapi tetep. Oh well, at least Juan Mata betul-betul bersinar di season ini.
Tapi toh, season ini bikin saya semakin sadar. Supporting a team does not only mean that you cheer for them when they’re winning. It’s about still have your head and chin up and say how proud you are with the team, even in the worst of the season.
And yeah.
I am still a loud, proud, and loyal supporter of Manchester City. Together we are City. City till I die!

And thanks to Tumblr, menyenangkan sekali menemukan sesama Citizen :”). Secara kekna susah banget nyari supporter Citizen di Indonesia, apalagi di Banjarmasin –“
Selain itu, one thing about being a Citizen, it’s not just about the game. It’s the supporter. After the defeat in Wembley, saya tracking posts tentang City. And guess what? 90% about the posts are showing their respect to Wigan, and admitting that we played not well enough to win it.
And of course, I am still a Madridista. White blood in my vein, pure football in my heart :).

Jadi semoga saja UCL season mendatang tidak lagi menempatkan City dan Madrid dalam satu grup -_-. Really, it broke my heart to see the game. Tapi tetep dong, unforgettable moment banget waktu leg pertama City vs Madrid di Santiago Bernabeu, pas David Silva subbed off and he walked out off the pitch, he got a standing ovation from the people in Bernabeu. Even until now I still got the shiver :)

4. Reading and Writing
I’ve told you that I am taking request in football fic. Dan seminggu saya bisa ngerjain antara 4-6 one-shot alias cerpen. Ada saat dimana saya ngerasa so happy to know that people who requested like the one-shot that I’ve written for them. Tapi juga sering kok saya baca punya orang dan tiba-tiba ngerasa frustrasi. Why the hell I'm doing this? I’m nothing compared to those people. Compared to them, my writings are crap (insecure me being insecure). But still, dengan insecurenya saya, tetep aja saya nulis. Ahahahahaha….
On the other hand, as I am doing the writing quite a lot, reading speed saya untuk baca buku jadi menurun –(Sampai minggu ini, saya baru selesai membaca sekitar 20 buku. Mulai hopeless baca Cloud Atlas, karena membosankan sekali. The last book that I finished was Will Grayson, Will Grayson by John Green and David Levithan. Dan nyesel. KENAPA SAYA BARU BACA JOHN GREEN SEKARANG SIH? *sobs*
He writes so beautifully. So beautifully that I cry and read some lines and then cry again and read the lines again.

5. Crush
I seriously start to have this hopeless crush on this man:
Juan Manuel Mata Garcia.
He’s perfect that it feels unfair that he exists and being just perfect.
I mean, he did a journalism degree when he was in Spain (he used to play for Valencia, along with Silva (!!!) and Villa). And now he’s doing a degree in business and advertising. He likes Murakami’s books. He likes Coldplay. His favorite actor is Woody Allen. And. He runs a blog where he writes about his thought regularly.
Oh. And of course. He has a perfect look.
People, this is just so unfair. A perfect person like him should not be alive as his perfection can kill.
Still, this person that has that stupid awkward smile and hair so fluffy is still the love of my life.
David Josue Jimenez Silva. 
Thank you so much for being my perfect life-ruiner.

Okay, so now that’s a (long) recap of May for me.
So, hello, June =)