Senin, 23 Januari 2012

Drive Safely, and You'll Stay Alive


Long wiken, dan Indonesia malah denger berita duka tentang kecelakaan lalu lintas. Hari Minggu tanggal 22 Januari barusan, sebuah Xenia menabrak pejalan kaki. Delapan tewas di tempat, satu meninggal setelah beberapa jam dirawat intensif di rumah sakit, dan empat lain luka parah. 
Pertama kali denger soal musibah ini, I was shocked. I mean, 13 victims? Cuma karena satu buah mobil? I can’t help wondering what was on the driver’s mind at that time. Dugaan saya waktu itu, si pengemudi betul=-betul teramat sangat sedang stress dan berusaha bunuh diri dengan cara yang teramat sangat konyol sekali.

The truth was, the driver, a female at her late 20s, baru saja mengkonsumsi narkoba dan alkohol beberapa jam sebelumnya. 
Oh, and as if it wa not bad enough, the driver did NOT have a driving license.

Habis make obat, minum, dan gak punya SIM.
Betapa ya?

Banyak sekali yang lalu menghujat si pengemudi ini lewat social media. Apalagi katanya si AS ini keliatannya kayak yang gak merasa berdosa gitu.

Well, saya berusaha sedapat mungkin gak ikut-ikutan menghujat. Apalagi saya sempat membaca twit Adhitya Mulya: Nyumpahin orang atas perbuatannya, meski emg salah, brings us closer to kualat akan kesalahan yang sama. (Kpd mrk yg belum puas numpahin).

Yaaa… Menurut saya sih, gak bisa juga saya nge-judge bahwa si AS tidak merasa bersalah. Man, in just a few seconds, 8 lives gone because of her! Gak mungkin kalo dia tidak merasa terguncang. Tapi kan setiap orang punya cara berbeda-beda untuk mengekspresikan rasa terguncang dan penyesalannya. Adayang langsung nangis sesenggukan. Ada yang cuma bisa diam. Who knows, siapa tahu AS ini bengong karena masih berusaha sadar atas apa yang menimpanya?

But still, saya gak habis pikir. Tidak ada yang ingin celaka. Kecuali orang-orang bodoh yang lupa bahwa suicide is a permanent solution to an unpermanent problem. And really, people with common sense should be wiser than have a person who consumed drugs and alcohol, and not having a driving license, to drive a car.



Drive safely is one thing that you can do to stay alive.

Still, it remains as if only. Seandainya saja yang mengemudi bukan AS. Seandainya saja AS sadar bahwa dia akan mengemudi, dan memilih untuk tidak ikut-ikutan minum dan make drugs *at least at that particular day*. Sebenernya, okelah…orang-orang yang menghujat si AS itu punya alasan kenapa mereka menyalahkan AS: dia mengemudi di bawah pengaruh obat dan alkohol. But really, ada satu hal lagi yang bisa juga jadi penyebab kecelakaan.


Yup, doing things with your cellphone while you drive. Gini deh, saya aja kalo lagi di dalam angkot suka gak fokus kalo nerima telfon atau baca SMS. Lha, ini?

Asli, saya berasa pengen nendang orang yang dengan nekatnya masih nelfon sambil nyetir kendaraannya. Sebel banget ngeliat orang yang bela-belain menyelipkan ponsel di helmnya supaya bisa tetap ngobrol di telfon sambil mengemudi sepeda motor. Apa susahnya sih ke pinggir dan berhenti sebentar kalau memang telfon itu bener-bener penting? It takes less than 5 minutes to do it, and it’s totally worth the life that you might have saved by doing it.

Is there anything worse than having a phone call while you’re riding a motorcycle? Yes. Texting while you ride.

Euh. Mata kemana, pikiran kemana, fokus kemana. Yang ada, you’ll end up at the hospital. Even worse, orang lain ikut celaka gara-gara anda.



Udah gitu, worth it gak sih kalo isi SMS-annya cuma: “Sudah makan, Yang?”. Sudah. Sudah makan aspal.

Jalan raya bukan cuma punya anda. Respect other drivers and riders. Respect pedestrians. Talking about driving safely, saya sendiri pengguna jalan. But I don’t drive. Jangankan mobil, naik sepeda motor aja saya gak bisa. Tapi yang pasti, salah satu alasan saya kenapa saya gak nyetir sendiri adalah, saya orangnya panikan. Kedua, saya paling gak kuat nahan kantuk kalo di jalan. So instead of risking my life (and others too), lebih baik saya jadi penumpang angkot yang cukup bahagia untuk bisa tidur sepanjang jalan.

Lima menit untuk berhenti di pinggir jalan dan menerima telfon atau membalas SMS seems like a simple thing to do. But it's one simple thing that can save lives.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 23 Januari 2012

Drive Safely, and You'll Stay Alive


Long wiken, dan Indonesia malah denger berita duka tentang kecelakaan lalu lintas. Hari Minggu tanggal 22 Januari barusan, sebuah Xenia menabrak pejalan kaki. Delapan tewas di tempat, satu meninggal setelah beberapa jam dirawat intensif di rumah sakit, dan empat lain luka parah. 
Pertama kali denger soal musibah ini, I was shocked. I mean, 13 victims? Cuma karena satu buah mobil? I can’t help wondering what was on the driver’s mind at that time. Dugaan saya waktu itu, si pengemudi betul=-betul teramat sangat sedang stress dan berusaha bunuh diri dengan cara yang teramat sangat konyol sekali.

The truth was, the driver, a female at her late 20s, baru saja mengkonsumsi narkoba dan alkohol beberapa jam sebelumnya. 
Oh, and as if it wa not bad enough, the driver did NOT have a driving license.

Habis make obat, minum, dan gak punya SIM.
Betapa ya?

Banyak sekali yang lalu menghujat si pengemudi ini lewat social media. Apalagi katanya si AS ini keliatannya kayak yang gak merasa berdosa gitu.

Well, saya berusaha sedapat mungkin gak ikut-ikutan menghujat. Apalagi saya sempat membaca twit Adhitya Mulya: Nyumpahin orang atas perbuatannya, meski emg salah, brings us closer to kualat akan kesalahan yang sama. (Kpd mrk yg belum puas numpahin).

Yaaa… Menurut saya sih, gak bisa juga saya nge-judge bahwa si AS tidak merasa bersalah. Man, in just a few seconds, 8 lives gone because of her! Gak mungkin kalo dia tidak merasa terguncang. Tapi kan setiap orang punya cara berbeda-beda untuk mengekspresikan rasa terguncang dan penyesalannya. Adayang langsung nangis sesenggukan. Ada yang cuma bisa diam. Who knows, siapa tahu AS ini bengong karena masih berusaha sadar atas apa yang menimpanya?

But still, saya gak habis pikir. Tidak ada yang ingin celaka. Kecuali orang-orang bodoh yang lupa bahwa suicide is a permanent solution to an unpermanent problem. And really, people with common sense should be wiser than have a person who consumed drugs and alcohol, and not having a driving license, to drive a car.



Drive safely is one thing that you can do to stay alive.

Still, it remains as if only. Seandainya saja yang mengemudi bukan AS. Seandainya saja AS sadar bahwa dia akan mengemudi, dan memilih untuk tidak ikut-ikutan minum dan make drugs *at least at that particular day*. Sebenernya, okelah…orang-orang yang menghujat si AS itu punya alasan kenapa mereka menyalahkan AS: dia mengemudi di bawah pengaruh obat dan alkohol. But really, ada satu hal lagi yang bisa juga jadi penyebab kecelakaan.


Yup, doing things with your cellphone while you drive. Gini deh, saya aja kalo lagi di dalam angkot suka gak fokus kalo nerima telfon atau baca SMS. Lha, ini?

Asli, saya berasa pengen nendang orang yang dengan nekatnya masih nelfon sambil nyetir kendaraannya. Sebel banget ngeliat orang yang bela-belain menyelipkan ponsel di helmnya supaya bisa tetap ngobrol di telfon sambil mengemudi sepeda motor. Apa susahnya sih ke pinggir dan berhenti sebentar kalau memang telfon itu bener-bener penting? It takes less than 5 minutes to do it, and it’s totally worth the life that you might have saved by doing it.

Is there anything worse than having a phone call while you’re riding a motorcycle? Yes. Texting while you ride.

Euh. Mata kemana, pikiran kemana, fokus kemana. Yang ada, you’ll end up at the hospital. Even worse, orang lain ikut celaka gara-gara anda.



Udah gitu, worth it gak sih kalo isi SMS-annya cuma: “Sudah makan, Yang?”. Sudah. Sudah makan aspal.

Jalan raya bukan cuma punya anda. Respect other drivers and riders. Respect pedestrians. Talking about driving safely, saya sendiri pengguna jalan. But I don’t drive. Jangankan mobil, naik sepeda motor aja saya gak bisa. Tapi yang pasti, salah satu alasan saya kenapa saya gak nyetir sendiri adalah, saya orangnya panikan. Kedua, saya paling gak kuat nahan kantuk kalo di jalan. So instead of risking my life (and others too), lebih baik saya jadi penumpang angkot yang cukup bahagia untuk bisa tidur sepanjang jalan.

Lima menit untuk berhenti di pinggir jalan dan menerima telfon atau membalas SMS seems like a simple thing to do. But it's one simple thing that can save lives.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar