Dulu saya pernah dapet beasiswa untuk
melanjutkan studi S2. Jadi sekarang pun masih ada yang nanya-nanya ke saya soal
gimana caranya. Gak cuma itu, akhir-akhir inipun, karena status saya adalah
scholarship-hunter, saya sama beberapa temen yang lain juga suka ngobrolin soal
ini, saling berbagi info, saling menyemangati, dan berjanji bakal saling mengunjungi
:D *oke, keliatan ya bahwa salah satu motif saya nyari beasiswa adalah pengen
jalan-jalan*.
Anyway, dari pengalaman saya berburu
beasiswa, ada beberapa hal yang bagi saya penting for being a scholarship hunter.
Nothing is easy to the unwilling.
Salah satu modal utama jadi pemburu
beasiswa: jangan malas. Mau usaha. Mulai dari step awal aja deh, Saya suka
ketawa aja kalo ada yang nanya, nyari info beasiswa dimana ya? Just a reminder,
we live in an internet era, where the world is just one click away. Google udah
jadi kata kerja lho sekarang. Anyway, salah satu cara, ikut milis. Satu milis
beasiswa yang saya ikut nih: http://groups.yahoo.com/group/beasiswa. Anyone here on twitter?
Salah satu yang cukup informatif adalah akun @beasiswaIndo. Jangan males
ngeklik link yang dikasih dari situs informasi itu. Jangan males membaca
keterangan yang ada. Beberapa program beaiswa yang sudah established juga punya
laman masing-masing. Ada beasiswa ADS (Australia), StuNed (Belanda), Fulbright
(USA), Cheveningen (UK), atau DAAD (Jerman). In those sites, a complete package
of information is available for you. Masih bingung dengan yang tercantum
disana? They have the FAQ page. Still can’t find the answer for your question?
Jangan malu (apalagi gengsi) untuk menghubungi mereka, by e-mail or by phone.
Just a little note, kalau ingin menghubungi mereka, make sure tat you ask a
particular question. Jangan nanya hal yang sudah bisa diketahui dengan membaca
website mereka.
Contoh nih, daripada nanya: “Dokumen yang
diperlukan apa aja ya?”. Lebih baik nanya: “Di website disebutkan bahwa
fotokopi dokumen harus dilegalisir. Yang berhak melegalisir apakah cukup
instansi tenpat saya bekerja atau harus dilegalisir oleh notaris, atau ada
pihak lain?”. Be exact.
Udah sukses nyari info, jangan keder duluan
liat persyaratannya. Banyak orang yang urung mengajukan aplikasi beasiswa cuma
karena males duluan liat syarat-syarat administratif yang diperlukan. Gak rugi
kok menyiapkan itu. Dan rasanya, tidak perlu sampai harus memindahkan gunung
atau memasukkan jin ke dalam botol kan untuk sekedar menyiapkan fotokopi ijazah
atau membuat CV?
Beberapa persyaratan lain mungkin terlihat
agak serem. Misalnya saja, bikin research proposal. Hey, like most of the other
things in this world, seringkali yang bikin susah itu adalah memulainya. So
pull yourself together, and start doing it. It’s often get easier once you have
started. Believe me.
If you really want it, you’ll find a way. If you don’t, you’ll find a reason.
Kalo emang bener-bener kepengen, pasti akan
ada jalannya. Ini salah satu contoh dialog yang sering terjadi pada saya nih:
Mahasiswa: Saya pengen deh kayak Ibu, bisa
sekolah ke luar negri.
Saya: Ya udah. Coba aja cari beasiswa
Mhs: Ah, susah Bu. Rata-rata minta TOEFLnya
tinggi. Saya kan gak bisa bahasa Inggris.
Saya: Ya belajar dong.
Mhs: Susah Bu, saya dari dulu memang paling
gak bisa bahasa Inggris.
Biasanya kalo udah gitu saya bakal nyengir,
dan ngeloyor pergi. Gak ada gunanya dilanjutin. Udah ditunjukin jalan tapi
tetep gak mau, ya udah, silakan jalan di tempat aja. Keep in mind that no great
achievement comes easily.
You might find some difficulties in the
application process. You can choose just to quit and walk away. But you also
always have a choice to face it, to find a way, to look for help. People will
think no less of you when you’re asking for help. And you can always pray for
God for some help and enlightment.
Beberapa form beasiswa memang terlihat
rumit (saya nyaris mabok waktu liat form ADS terbaru yang sampe 25 halaman
lebih). Kalo memang gak niat, ya udah, gak usah diisi. Tapi kalo memang niat,
take a closer and more careful look at it. It might not as complicated as when
you had your first glance at it. And it often helpful if you discuss about it with
others.
Beberapa beasiswa mensyaratkan bahwa si
pelamar sudah punya pilihan universitas. Even better kalo sudah punya calon
supervisor di universitas yang dituju. Bagi beberapa orang, ini salah satu
stage yang paling memusingkan. Saya sendiri sempet maju-mundur lho untuk syarat
yang ini. Lah, ngomong sama dosen sendiri pake bahasa Indonesia aja udah mikir
banget. Apalagi ngomong ke dosen di universitas di luar negri, belum pernah
ketemu, pake bahasa Inggris pula. Bahkan goyang itik pun terasa jauh lebih
mudah daripada harus ngerjain tahap yang ini. But as I said before, it’s not
that difficult. Saya dengan modal bahasa Inggris ala kadarnya berusaha mengirim
e-mail pada beberapa profesor, cerita bahwa saya pengen studi lagi di bidang
bla bla bla, punya background di bla bla bla..... Eh, ngeklik tombol send aja
saya baca Bsimillah berkali-kali lho. Mhuahahaha... Sebagian memang tidak merespon. Tapi banyak
yang merespon balik :). See? It’s always worth a try. Don’t make it at the
first attempt? Then give it another try. Again. And again. Soal menghubungi
profesor untuk dimintai kesediaan jadi calon supervisor ini, saya suka baca di
milis juga. Banyak kok yang suka share soal pengalaman mereka tentang ini.
People that Matters
Speaking in a personal opinion, bagi saya
sukses tidaknya kita mengirim aplikasi beasiswa seringkali dibantu oleh banyak
orang. Me myself as an example. Untuk mengirim aplikasi beasiswa, saya dibantu
banyak temen. Ada yang bantu ngasih contoh e-mail ke profesor, contoh CV dan
research proposal. Ada yang bantuin ngoreksiin research proposal. Ada yang saya
todong buat ngejelasin isian form yang saya gak ngerti. I am so lucky to have
these people as my friends. Berdasarkan pengalaman saya, yang suka bantuin soal
beginian adalah sesama pencari beasiswa (secara merasa sesama senasib kali ya
:D), atau yang pernah dapet beasiswa juga. These people who once were also
awarded a scholarship usually eager to share their experience :).
Gak cuma soal
itu, beberapa beasiswa mensyaratkan ada surat rekomendasi yang dilampirkan.
Biasanya yang diminta adalah dari dosen dari jenjang pendidikan terdahulu, atau
atasan di instansi tempat bekerja. Once again, I feel so grateful that my
supervisor when I was writing my thesis is like, one of the most wonderful
people on earth. Udah pinter (banget-banget), baik hati, ganteng pula. Walopun
saya sempet agak canggung ngimel dia untuk minta rekomendasi, ternyata dia
dengan baik hatinya bersedia :D. Jadi jangan ragu untuk minta rekomendasi dari
dosen kita dulu deh. Karena biasanya they will happily do it. Mereka rata-rata
seneng kok kalo liat kita semangat pengen sekolah lagi ^_^ (hey, me myself is a
lecturer, dan saya selalu ikut semangat kalo denger ada mahasiswa saya yang
pengen sekolah lagi).
Ooh, jangan lupa, soal surat rekomendasi ini, pastikan
apakah ada format khusus yang perlu diikuti. Kalo ADS kemaren sih nggak ada
format baku (I called ADS Office to make sure about it). Tapi Fulbright ada
formatnya sendiri.
Selain hal-hal teknis tadi, bagi saya,
temen dan orang-orang terdekat itu juga sumber motivasi dan semangat. Ada kok
saat-saat dimana deadline aplikasi semakin mendekat, and we feel like we’re not
going to make it. That’s when family and friends come to rescue :D. Gak cuma
sebagai sumber motivasi dan semangat, beberapa orang bisa jadi sumber
inspirasi. Some of the people I know are scholarship awardee. And talking with
these people about their experience always become some kind of mood-booster for
me and keep my spirit on fire.
If you fall, pick yourself off from the floor. Get up.
Gagal sekali bukan berarti selamanya. Tahun
lalu, aplikasi beasiswa saya untuk DAAD dan StuNed ditolak. Sedih sih. Tapi
selalu ada kesempatan untuk mencoba lagi kan? Dan kalo kita berhenti begitu
saja hanya karena satu kegagalan, kita otomatis menutup pintu kesempatan. Why
should we complain about one single failure when God gives us the opportunity
to try again 10 more times?
Temen saya ada dulu mencoba 4 kali
sebelum akhirnya dapet beasiswa ADS. Another friend of mine, who is now in ANU,
juga pernah gagal sebelum akhirnya keterima.
Iya, seringkali gagal itu terasa
menyakitkan. But it shouldn’t stop us from getting up and try again. Banyak
yang lupa bahwa memperoleh beasiswa itu adalah salah satu bagian dari proses.
Dan proses itu gak instan. Memang ada beberapa yang lucky enough, baru satu
kali ngirim aplikasi dan langsung keterima. Tapi jauh lebih banyak lagi yang
harus mencoba lagi dan lagi sebelum akhirnya berhasil menggapai cita-cita
mereka. And this is another thingthat we
should learn from other who have succeeded. Iya, sekarang kita lihat mereka
sebagai orang yang sukses. Tapi jangan lupa juga untuk melihat perjuangan
mereka untuk sampai ke titik itu.
God is there. Watching. Listening. Granting.
Usaha tanpa doa itu kesombongan semata. Dan saya selalu yakin, Tuhan itu baik. Maha Baik. Dia selalu denger kok doa kita apa. Dia selalu bisa melihat perjuangan kita seperti apa. Dan tentu saja, Tuhan selalu memberikan apa yang terbaik untuk kita.
This is where I end my posting for this
time. Hopefully bisa membuat yang baca ikut semangat bergabung dengan saya dan
laskar beasiswa lainnya. Ayo berjuang bersama! In the next posting, saya mau
cerita soal pengalaman saya dengan salah satu program beasiswa :)
Ami, over and out!
*) Hey, I always love to talk and share about
being a scholarship hunter. So if you want to talk more about it, feel free to
contact me. I am usually available on my twitter account, or send me a message
on my Facebook account*
**) Posting ini sebetulnya janji pribadi saya, dan juga janji saya sama Ambar :).
Thanks for sharing with us mbak *hugs* aku juga mau nyari2 beasiswa nih... Sambil les bing sama teman2.. Doain yaa :-)
BalasHapusAaaaaahhhhh ini yang kutunggu2!!! Thanks for sharing the experience!! Truly informative and reading your writing is always enjoyable :) I looovee your spirit and optimism to be a scholarship hunter :)and thanks for writing my name there.. feel honoured :D
BalasHapus