(Ditulis tanggal 14 November)
Salah satu mata kuliah yang paling berkesan waktu aku kuliah dulu adalah... Mekanisme Reaksi Anorganik! Yup, semua yang pernah kuliah di MIPA Kimia UGM pasti sepakat bahwa mata kuliah ini salah satu mata kuliah yang bikin kita can’t hardly wait, untuk tau kita bakalan tidak lulus dengan nilai apa. Pertama kali ngambil, aku dapet C, dan aku langsung bersumpah ga bakal ngulang. Tapiii.... ya udahlah, nyoba peruntungan, aku ngambil lagi waktu Semester Pendek, dan tetep mengulang nilainya, jadi aja dapet C lagi. Ujiannya bener-bener bikin sakit kepala, tau nggak siiihhhh.....
Tapi sesakit kepala apapun efek samping ujian ini, aku jauh lebih mending harus ujian mata kuliah ini selama 4 jam (atau 5 deh...) terus menerus daripada harus menghabiskan waktu selama 30 menit ke dokter gigi. Arrrgghhh..... Terserah deh, mau dibilang childish, norak, apapun lah... Tapi aku yakin, rasa takut ke dokter gigi adalah suatu hal yang sangaaaat manusiawi. Terakhir kali ke dokter gigi tuh hampir tiga tahun yang lalu, waktu aku harus mencabut gigiku. Dua hari menjelang eksekusi, aku udah stress abis. Minta dukungan moril serta doa restu kesana kemari. Mulai dari temen-temen dan bos di kampus, sampai temen-temen di milis Kimia 99. Dukungan moril dari orang rumah? Manalah mungkiiiinnn.....! Si Ita malah memanfaatkannya untuk habis-habisan menjatuhkan semangatku sampai at the bottom of my curve. Toh, hari eksekusi pencabutan itu dateng juga...sampai saat memasuki ruangan dokter, aku masih lumayan tenang, walaupun secara tidak sopan aku menggeret Ita danmemaksa Mama untuk ikut masuk ke dalam ruangan dokter. Begitu duduk di kursi keramat yang sophisticated itu... I started to cry... Mulailah aku menangis ga jelas. Padahal mulai dari aku duduk sampai si gigi yang mesti dicabut sudah sukses dikeluarkan dari tempatnya berada , total waktunya tuh cuma lima menit! Serius. Tapi aku masih saja dengan penuh penghayatan tetap berlinangan air mata dan terisak-isak. Aku akhirnya brenti nangis kapan coba? Waktu udah nyampe di rumah…
Nah, hari Sabtu barusan (tanggal 10 November) aku dengan berat hati mneyadari, bahwa gigiku yang sebelah kanan sakit lagi. Haduuuhhh…. Minggu mah ga ada dokter gigi yang buka! Si mama dan Abah udah nafsu aja nyuruh aku ke dokter gigi. Aku sempat dengan penuh tanggung jawab bilang kalo aku ga bisa ke dokter gigi senin ini, karena banyak-urusan-yang-harus-diselesaikan-di-kampus. Padahal satu-satunya alasan adalah aku berharap sepenuh hati ada keajaiban, lubang di gigi kananku ini bisa hilang sendiri… Ga berhasil. Keajaiban kayak gitu ternyata memang cuma ada di buku cerita, tapi ga di dunia nyata ini. Ya udahlah, terpaksa Selasa sore aku nongol di ruang praktek dokter gigi langganan keluarga, bersama Mama yang udah sepanjang hari mengingatkan aku agar jangan sampai mempermalukan dirinya lagi. Begitu masuk, si dokter langsung nyengir ngeliat aku “Udah stress duluan ya?” katanya dengan wajah yang (menurut aku sih) penuh rasa kemenangan... Aku langsung tambah keilangan rasa semangat dan percaya diri. Maka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang tersisa, duduklah aku di bangku ajaib itu. Si dokter mah asyik aja mengutek-ngutek gigiku, memvonis bahwa ada lubang di gigi kananku yang atas (tuuh kan…bener kan??), dan banyak sekali lubang-lubang kecil yang harus dibersihkan. Dia juga dengan santainya mengobrol sama Mama (yang juga tidak peduli bahwa anak sulungnya ini udah nyaris menitikkan air mata), sementara aku harus merelakan mulutku dikutak-katik dengan berbagai macam bor ajaib itu. Enggak sakit sih, beneran. Tapiiii… tetep aja rasa takut aku sama dokter gigi membuat setiap jenis alat dan pergerakannya di seputar kursi itu bikin aku berasa mau pingsan. Ga nyampe sepuluh menit, selesai sudah. Tertutuplah sudah lubang yang menyebalkan itu. Aku udah mau loncat dan lari keliling lapangan aja saking bersyukurnya. Tapi perintah dokter untuk kembali kesana lagi minggu depan membuat rasa bahagiaku jadi ternodaaa..... Tidaaaaakkkk....!
Hiks. Doakan aku tabah yaaaaa.....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Senin, 03 Desember 2007
Mendingan juga Ujian
(Ditulis tanggal 14 November)
Salah satu mata kuliah yang paling berkesan waktu aku kuliah dulu adalah... Mekanisme Reaksi Anorganik! Yup, semua yang pernah kuliah di MIPA Kimia UGM pasti sepakat bahwa mata kuliah ini salah satu mata kuliah yang bikin kita can’t hardly wait, untuk tau kita bakalan tidak lulus dengan nilai apa. Pertama kali ngambil, aku dapet C, dan aku langsung bersumpah ga bakal ngulang. Tapiii.... ya udahlah, nyoba peruntungan, aku ngambil lagi waktu Semester Pendek, dan tetep mengulang nilainya, jadi aja dapet C lagi. Ujiannya bener-bener bikin sakit kepala, tau nggak siiihhhh.....
Tapi sesakit kepala apapun efek samping ujian ini, aku jauh lebih mending harus ujian mata kuliah ini selama 4 jam (atau 5 deh...) terus menerus daripada harus menghabiskan waktu selama 30 menit ke dokter gigi. Arrrgghhh..... Terserah deh, mau dibilang childish, norak, apapun lah... Tapi aku yakin, rasa takut ke dokter gigi adalah suatu hal yang sangaaaat manusiawi. Terakhir kali ke dokter gigi tuh hampir tiga tahun yang lalu, waktu aku harus mencabut gigiku. Dua hari menjelang eksekusi, aku udah stress abis. Minta dukungan moril serta doa restu kesana kemari. Mulai dari temen-temen dan bos di kampus, sampai temen-temen di milis Kimia 99. Dukungan moril dari orang rumah? Manalah mungkiiiinnn.....! Si Ita malah memanfaatkannya untuk habis-habisan menjatuhkan semangatku sampai at the bottom of my curve. Toh, hari eksekusi pencabutan itu dateng juga...sampai saat memasuki ruangan dokter, aku masih lumayan tenang, walaupun secara tidak sopan aku menggeret Ita danmemaksa Mama untuk ikut masuk ke dalam ruangan dokter. Begitu duduk di kursi keramat yang sophisticated itu... I started to cry... Mulailah aku menangis ga jelas. Padahal mulai dari aku duduk sampai si gigi yang mesti dicabut sudah sukses dikeluarkan dari tempatnya berada , total waktunya tuh cuma lima menit! Serius. Tapi aku masih saja dengan penuh penghayatan tetap berlinangan air mata dan terisak-isak. Aku akhirnya brenti nangis kapan coba? Waktu udah nyampe di rumah…
Nah, hari Sabtu barusan (tanggal 10 November) aku dengan berat hati mneyadari, bahwa gigiku yang sebelah kanan sakit lagi. Haduuuhhh…. Minggu mah ga ada dokter gigi yang buka! Si mama dan Abah udah nafsu aja nyuruh aku ke dokter gigi. Aku sempat dengan penuh tanggung jawab bilang kalo aku ga bisa ke dokter gigi senin ini, karena banyak-urusan-yang-harus-diselesaikan-di-kampus. Padahal satu-satunya alasan adalah aku berharap sepenuh hati ada keajaiban, lubang di gigi kananku ini bisa hilang sendiri… Ga berhasil. Keajaiban kayak gitu ternyata memang cuma ada di buku cerita, tapi ga di dunia nyata ini. Ya udahlah, terpaksa Selasa sore aku nongol di ruang praktek dokter gigi langganan keluarga, bersama Mama yang udah sepanjang hari mengingatkan aku agar jangan sampai mempermalukan dirinya lagi. Begitu masuk, si dokter langsung nyengir ngeliat aku “Udah stress duluan ya?” katanya dengan wajah yang (menurut aku sih) penuh rasa kemenangan... Aku langsung tambah keilangan rasa semangat dan percaya diri. Maka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang tersisa, duduklah aku di bangku ajaib itu. Si dokter mah asyik aja mengutek-ngutek gigiku, memvonis bahwa ada lubang di gigi kananku yang atas (tuuh kan…bener kan??), dan banyak sekali lubang-lubang kecil yang harus dibersihkan. Dia juga dengan santainya mengobrol sama Mama (yang juga tidak peduli bahwa anak sulungnya ini udah nyaris menitikkan air mata), sementara aku harus merelakan mulutku dikutak-katik dengan berbagai macam bor ajaib itu. Enggak sakit sih, beneran. Tapiiii… tetep aja rasa takut aku sama dokter gigi membuat setiap jenis alat dan pergerakannya di seputar kursi itu bikin aku berasa mau pingsan. Ga nyampe sepuluh menit, selesai sudah. Tertutuplah sudah lubang yang menyebalkan itu. Aku udah mau loncat dan lari keliling lapangan aja saking bersyukurnya. Tapi perintah dokter untuk kembali kesana lagi minggu depan membuat rasa bahagiaku jadi ternodaaa..... Tidaaaaakkkk....!
Hiks. Doakan aku tabah yaaaaa.....
Salah satu mata kuliah yang paling berkesan waktu aku kuliah dulu adalah... Mekanisme Reaksi Anorganik! Yup, semua yang pernah kuliah di MIPA Kimia UGM pasti sepakat bahwa mata kuliah ini salah satu mata kuliah yang bikin kita can’t hardly wait, untuk tau kita bakalan tidak lulus dengan nilai apa. Pertama kali ngambil, aku dapet C, dan aku langsung bersumpah ga bakal ngulang. Tapiii.... ya udahlah, nyoba peruntungan, aku ngambil lagi waktu Semester Pendek, dan tetep mengulang nilainya, jadi aja dapet C lagi. Ujiannya bener-bener bikin sakit kepala, tau nggak siiihhhh.....
Tapi sesakit kepala apapun efek samping ujian ini, aku jauh lebih mending harus ujian mata kuliah ini selama 4 jam (atau 5 deh...) terus menerus daripada harus menghabiskan waktu selama 30 menit ke dokter gigi. Arrrgghhh..... Terserah deh, mau dibilang childish, norak, apapun lah... Tapi aku yakin, rasa takut ke dokter gigi adalah suatu hal yang sangaaaat manusiawi. Terakhir kali ke dokter gigi tuh hampir tiga tahun yang lalu, waktu aku harus mencabut gigiku. Dua hari menjelang eksekusi, aku udah stress abis. Minta dukungan moril serta doa restu kesana kemari. Mulai dari temen-temen dan bos di kampus, sampai temen-temen di milis Kimia 99. Dukungan moril dari orang rumah? Manalah mungkiiiinnn.....! Si Ita malah memanfaatkannya untuk habis-habisan menjatuhkan semangatku sampai at the bottom of my curve. Toh, hari eksekusi pencabutan itu dateng juga...sampai saat memasuki ruangan dokter, aku masih lumayan tenang, walaupun secara tidak sopan aku menggeret Ita danmemaksa Mama untuk ikut masuk ke dalam ruangan dokter. Begitu duduk di kursi keramat yang sophisticated itu... I started to cry... Mulailah aku menangis ga jelas. Padahal mulai dari aku duduk sampai si gigi yang mesti dicabut sudah sukses dikeluarkan dari tempatnya berada , total waktunya tuh cuma lima menit! Serius. Tapi aku masih saja dengan penuh penghayatan tetap berlinangan air mata dan terisak-isak. Aku akhirnya brenti nangis kapan coba? Waktu udah nyampe di rumah…
Nah, hari Sabtu barusan (tanggal 10 November) aku dengan berat hati mneyadari, bahwa gigiku yang sebelah kanan sakit lagi. Haduuuhhh…. Minggu mah ga ada dokter gigi yang buka! Si mama dan Abah udah nafsu aja nyuruh aku ke dokter gigi. Aku sempat dengan penuh tanggung jawab bilang kalo aku ga bisa ke dokter gigi senin ini, karena banyak-urusan-yang-harus-diselesaikan-di-kampus. Padahal satu-satunya alasan adalah aku berharap sepenuh hati ada keajaiban, lubang di gigi kananku ini bisa hilang sendiri… Ga berhasil. Keajaiban kayak gitu ternyata memang cuma ada di buku cerita, tapi ga di dunia nyata ini. Ya udahlah, terpaksa Selasa sore aku nongol di ruang praktek dokter gigi langganan keluarga, bersama Mama yang udah sepanjang hari mengingatkan aku agar jangan sampai mempermalukan dirinya lagi. Begitu masuk, si dokter langsung nyengir ngeliat aku “Udah stress duluan ya?” katanya dengan wajah yang (menurut aku sih) penuh rasa kemenangan... Aku langsung tambah keilangan rasa semangat dan percaya diri. Maka dengan mengerahkan segenap kekuatan yang tersisa, duduklah aku di bangku ajaib itu. Si dokter mah asyik aja mengutek-ngutek gigiku, memvonis bahwa ada lubang di gigi kananku yang atas (tuuh kan…bener kan??), dan banyak sekali lubang-lubang kecil yang harus dibersihkan. Dia juga dengan santainya mengobrol sama Mama (yang juga tidak peduli bahwa anak sulungnya ini udah nyaris menitikkan air mata), sementara aku harus merelakan mulutku dikutak-katik dengan berbagai macam bor ajaib itu. Enggak sakit sih, beneran. Tapiiii… tetep aja rasa takut aku sama dokter gigi membuat setiap jenis alat dan pergerakannya di seputar kursi itu bikin aku berasa mau pingsan. Ga nyampe sepuluh menit, selesai sudah. Tertutuplah sudah lubang yang menyebalkan itu. Aku udah mau loncat dan lari keliling lapangan aja saking bersyukurnya. Tapi perintah dokter untuk kembali kesana lagi minggu depan membuat rasa bahagiaku jadi ternodaaa..... Tidaaaaakkkk....!
Hiks. Doakan aku tabah yaaaaa.....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar