Kamis, 03 Januari 2013

My Circle of Friends



Kalo dipikir-pikir dan dikenang-kenang lagi, tahun 2012 kemaren membuat saya makin sadar artinya temen. Tahun 2012 kemaren, saya ketemu dengan banyak orang-orang baru. Dan saya jadi makin sadar, Alhamdulillah, saya itu punya temen lumayan banyak yaaa :D. Salah satu hal yang membuat saya sadar soal ini, adalah waktu saya cerita ke salah seorang temen tentang temen saya yang ini, temen saya yang itu, si ini yang saya kenal disini, dan semacamnya. Dia menatap saya dengan heran, lalu nanya. “Emang kenal dimana aja sih Mi?”


It’s not that I am that friendly anyway. To be honest, saya juga sebenernya kalo lagi bad mood bisa jutek abis. Tapi saya menemukan teman dimana-mana through many ways. Teman jaman sekolah dulu (SMP dan SMA sih rata-rata… ahahahaha….). Apalagi kalopun lama gak ketemu, they still easily recognize me, dan mereka selalu bilang bahwa saya gak banyak berubah (sepertinya cara yang sangat halus bagi mereka untuk menyatakan bahwa saya tetap cungkring seperti dulu). Teman zaman kuliah dulu. Teman kerja sekarang. Teman waktu di MIIS. Teman di SGES. Friends that I met at the virtual world. And some others that I met through some other occasions.

Dan punya banyak teman itu menyenangkan ^_^

But still, ada beberapa teman tertentu yang punya arti lebih. Salah satu lingkaran teman yang saya anggap paling bisa ngertiin saya dan ke-drama-annya saya, adalah temen-temen saya waktu kuliah S1 dulu. Sampe sekarang pun, beberapa dari mereka adalah orang yang bisa saya ajak What’ssApp-an dengan topik yang sangat absurd, even in the middle of the night, or early in the morning. Teman yang bisa saya bangunkan pagi-pagi cuma untuk saya minta untuk mengakui bahwa Adam Levine mirip dengan Cesc Fabregas. Teman yang mengumpulkan daftar gebetan saya dan lalu menarik kesimpulan bahwa tipe cowok yang saya suka adalah yang mirip Rian D’Masiv (yang tentu saja, saya tolak dengan ikhlas). Teman yang bisa berantem sama saya soal visiting Barcelona and Madrid and still she thinks that Greek males are hotter than Spanish. Dan salah satu dari mereka membuat tulisan ini, about how our friendship grew and last until now.



Saya juga punya temen yang punya kecintaan yang sama dengan buku, yang bisa diajak saling membandingkan bacaan kami, and talk about what we have read. Atau teman yang kalo di twitter, pasti, PASTI bakal mention-mentionan dengan absurdnya. Mulai dari profesi uget-uget, saingan soal siapa yang lebih drama, atau apakah dia lebih mirip smurf atau teddy bear atau Winnie the pooh *sumpah yang ini absurd abis*.

Ada teman-teman yang mengajari saya menulis, yang terus meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya, padahal mereka sendiri are wonderful writers. (And they keep on writing, until now, sementara saya malah sempat mandeg…ahahahahaha….).

Ada teman-teman yang selalu bilang saya bisa, yang percaya pada saya, even when me myself 
don’t believe that I can make it.













It’s…just nice to have friends. A lot of friends. Iya, memang ada sebagian dari mereka yang sudah tidak pernah ketemu lagi, yang tidak sedekat dulu lagi. Hey, seasons change, so does people. Tapi tetap saja, ada banyak hal yang saya kenang dari mereka. Banyak hal yang membuat saya merasa beruntung pernah kenal mereka, dan menyebut mereka sebagai teman. 

1 komentar:

  1. aaah bacanya ga ada obat nih, kocaknya iya, terahrunya juga iya.
    yep, friend is part of our growing up :')

    u r so lucky to have em. keep it!

    Aku selalu suka baca tulisannya, gak menggurui dan enyak buat dibaca:D

    BalasHapus

Kamis, 03 Januari 2013

My Circle of Friends



Kalo dipikir-pikir dan dikenang-kenang lagi, tahun 2012 kemaren membuat saya makin sadar artinya temen. Tahun 2012 kemaren, saya ketemu dengan banyak orang-orang baru. Dan saya jadi makin sadar, Alhamdulillah, saya itu punya temen lumayan banyak yaaa :D. Salah satu hal yang membuat saya sadar soal ini, adalah waktu saya cerita ke salah seorang temen tentang temen saya yang ini, temen saya yang itu, si ini yang saya kenal disini, dan semacamnya. Dia menatap saya dengan heran, lalu nanya. “Emang kenal dimana aja sih Mi?”


It’s not that I am that friendly anyway. To be honest, saya juga sebenernya kalo lagi bad mood bisa jutek abis. Tapi saya menemukan teman dimana-mana through many ways. Teman jaman sekolah dulu (SMP dan SMA sih rata-rata… ahahahaha….). Apalagi kalopun lama gak ketemu, they still easily recognize me, dan mereka selalu bilang bahwa saya gak banyak berubah (sepertinya cara yang sangat halus bagi mereka untuk menyatakan bahwa saya tetap cungkring seperti dulu). Teman zaman kuliah dulu. Teman kerja sekarang. Teman waktu di MIIS. Teman di SGES. Friends that I met at the virtual world. And some others that I met through some other occasions.

Dan punya banyak teman itu menyenangkan ^_^

But still, ada beberapa teman tertentu yang punya arti lebih. Salah satu lingkaran teman yang saya anggap paling bisa ngertiin saya dan ke-drama-annya saya, adalah temen-temen saya waktu kuliah S1 dulu. Sampe sekarang pun, beberapa dari mereka adalah orang yang bisa saya ajak What’ssApp-an dengan topik yang sangat absurd, even in the middle of the night, or early in the morning. Teman yang bisa saya bangunkan pagi-pagi cuma untuk saya minta untuk mengakui bahwa Adam Levine mirip dengan Cesc Fabregas. Teman yang mengumpulkan daftar gebetan saya dan lalu menarik kesimpulan bahwa tipe cowok yang saya suka adalah yang mirip Rian D’Masiv (yang tentu saja, saya tolak dengan ikhlas). Teman yang bisa berantem sama saya soal visiting Barcelona and Madrid and still she thinks that Greek males are hotter than Spanish. Dan salah satu dari mereka membuat tulisan ini, about how our friendship grew and last until now.



Saya juga punya temen yang punya kecintaan yang sama dengan buku, yang bisa diajak saling membandingkan bacaan kami, and talk about what we have read. Atau teman yang kalo di twitter, pasti, PASTI bakal mention-mentionan dengan absurdnya. Mulai dari profesi uget-uget, saingan soal siapa yang lebih drama, atau apakah dia lebih mirip smurf atau teddy bear atau Winnie the pooh *sumpah yang ini absurd abis*.

Ada teman-teman yang mengajari saya menulis, yang terus meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya, padahal mereka sendiri are wonderful writers. (And they keep on writing, until now, sementara saya malah sempat mandeg…ahahahahaha….).

Ada teman-teman yang selalu bilang saya bisa, yang percaya pada saya, even when me myself 
don’t believe that I can make it.













It’s…just nice to have friends. A lot of friends. Iya, memang ada sebagian dari mereka yang sudah tidak pernah ketemu lagi, yang tidak sedekat dulu lagi. Hey, seasons change, so does people. Tapi tetap saja, ada banyak hal yang saya kenang dari mereka. Banyak hal yang membuat saya merasa beruntung pernah kenal mereka, dan menyebut mereka sebagai teman. 

1 komentar:

  1. aaah bacanya ga ada obat nih, kocaknya iya, terahrunya juga iya.
    yep, friend is part of our growing up :')

    u r so lucky to have em. keep it!

    Aku selalu suka baca tulisannya, gak menggurui dan enyak buat dibaca:D

    BalasHapus