Senin, 23 Juni 2008

Should I Stay, or Should I Go?

Aduh, pemerintah kota Melbourne, maaf yaaa….udah mendompleng kalimat slogan anda tantang pembatasan jam masuk ke club di Melbourne. Tapi itulah yang kayaknya cukup mewakili soal yang satu ini. Beberapa waktu terakhir ini, aku jadi sering memikirkan soal imigrasi. Apalagi semenjak ke Immigration Museum kemaren. Dari dulu memang berasa gimanaaaa gitu lho, kalo baca tabloid Indonesia yang diterbitkan di Melbourne, kayaknya iklannya banyaaaak banget soal agen-agen imigrasi gitu, yang mengklaim bisa membantu proses aplikasi untuk menjadi PR alias Permanent Residence disini. Anyway, itu memang pilihan sih. And it is such a tempting option. Menggoda sekaliiii… Bandingkan saja KOPAJA P20 di Jakarta dengan Smart Bus 703 jurusan Middle Brighton via Clayton. Atau DAMRI Banjarmasin-Banjarbaru dengan shuttle bus Clayton-Caulfield campus. Itu baru soal transportasi. Belum lagi fasilitas yang menyenangkan. Standar hidup yang bikin kita berasa hidup seperti tokoh sinetron. Berbagai kemudahan. Sampai di sampul belakang buku promosi tentang Melbourne pun slogannya adalah: “Love Melbourne? Why not live here?”. Iya ya… Kenapa enggak... Dan udah banyak kok yang melakukannya. Banyak orang Indonesia yang udah bertahun-tahun jadi PR disini. Ada aja penerima beasiswa yang akhirnya ikhlas merelakan sebagian gajinya dipotong tiap bulan untuk membayar kembali AusAid karena memilih untuk tetap tinggal disini. Jadi, do I love Melbourne? Yes, I do. Why not live here? No, thank you. I don’t want to.

Saya tetap pengen balik ke Indonesia. Ke negara yang lagi morat marit. Ke negara yang rakyatnya berteriak tentang tekanan hidup yang semakin menghimpit. Ke negara yang kaya, tetapi melarat. Ke negara yang beritanya lebih banyak membuat saya meneteskan air mata.. Ada yang bilang, kalo there are too many things happen in Indonesia. Bad things. Iya. Tapi tetap, Indonesia itu negara saya. Yang membentuk pribadi saya. Yang menjadikan saya seperti ini. Saya tahu, saya tidak punya kuasa untuk mengubah Indonesia dalam sedetik menjadi lebih baik. Oh, please… SBY aja tertatih-tatih selama 5 tahun terakhir ini untuk memperbaiki apa yang telah ditinggalkan para pendahulunya. Dan saya, apa sih yang bisa saya lakukan? Ada. Saya masih punya pilihan untuk dilakukan. Saya bisa memilih untuk lari dari kesulitan itu. Atau, saya tetap menjalaninya. Bertahan. Dan terus berusaha. Orang selalu ribut dengan prinsip, think globally, act locally. Ya udah, kalau udah diributkan, kenapa tidak dilakukan? Saya pikir, membaktikan diri pada Indonesia tidak terbatas hanya dengan melakukan hal-hal besar, membuat Undang-Undang, mengusut kasus korupsi para Pejabat Negara. Kenapa ga mulai dari yang deket dulu aja sih? Mengusahakan supaya anak tukang cuci di rumah kita bisa sekolah lagi, misalnya. Saat ini, saya tidak mampu berbuat banyak. Tapi tidakmampu berbuat banyak tidak lantas berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa kan? Saya hanya tidak ingin lari. Dari negeri yang sudah membesarkan saya. Banyak yang bilang, untuk apa? Toh tidak ada yang menghargai. Hmm…terus kenapa? Apa kita harus melakukan sesuatu hanya karena ingin dihargai?

Terlepas dari apa saja yang sudah terjadi di Indonesia, saya merasa, Indonesia lah yang membuat saya bisa bertahan. Dan saya justru merasa, bahwa para rakyat kecil di Indonesia, they are the real survivor. Mungkin karena mereka tidak punya pilihan. Tapi justru, ketiadaan pilihan itulah yang membuat mereka tetap bertahan. Saya setuju dengan tulisan ini, yang menyatakan bahwa mungkin malah rakyat Indonesia sebenarnya lebih pemberani, karena tetap bertahan dengan segala kesulitan hidup itu.

Saya ada disinipun hanya untuk sementara. Saya pasti akan kembali. Ke Indonesia. Satu-satunya negeri yang akan tetap saya sebut tanah airku. Hingga akhir menutup mata.

Ahh… saya sudah bisa membayangkan, betapa bahagianya bila saya kembali. Saya pasti akan merindukan Melbourne, dengan segala kenikmatan dan kenyamanannya yang begitu menggoda. Tapi bagi saya, bisa membaktikan diri saya bagi Indonesia, jauh lebih bernilai. Saat ini, semangat yang membuat saya terus berusaha bertahan adalah untuk membagikan ilmu yang saya dapat disini, untuk para siswa saya. Untuk para sahabat saya. Untuk tanah air saya. Untuk INDONESIA. Selalu...

*Gambar benderanya pinjem dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 23 Juni 2008

Should I Stay, or Should I Go?

Aduh, pemerintah kota Melbourne, maaf yaaa….udah mendompleng kalimat slogan anda tantang pembatasan jam masuk ke club di Melbourne. Tapi itulah yang kayaknya cukup mewakili soal yang satu ini. Beberapa waktu terakhir ini, aku jadi sering memikirkan soal imigrasi. Apalagi semenjak ke Immigration Museum kemaren. Dari dulu memang berasa gimanaaaa gitu lho, kalo baca tabloid Indonesia yang diterbitkan di Melbourne, kayaknya iklannya banyaaaak banget soal agen-agen imigrasi gitu, yang mengklaim bisa membantu proses aplikasi untuk menjadi PR alias Permanent Residence disini. Anyway, itu memang pilihan sih. And it is such a tempting option. Menggoda sekaliiii… Bandingkan saja KOPAJA P20 di Jakarta dengan Smart Bus 703 jurusan Middle Brighton via Clayton. Atau DAMRI Banjarmasin-Banjarbaru dengan shuttle bus Clayton-Caulfield campus. Itu baru soal transportasi. Belum lagi fasilitas yang menyenangkan. Standar hidup yang bikin kita berasa hidup seperti tokoh sinetron. Berbagai kemudahan. Sampai di sampul belakang buku promosi tentang Melbourne pun slogannya adalah: “Love Melbourne? Why not live here?”. Iya ya… Kenapa enggak... Dan udah banyak kok yang melakukannya. Banyak orang Indonesia yang udah bertahun-tahun jadi PR disini. Ada aja penerima beasiswa yang akhirnya ikhlas merelakan sebagian gajinya dipotong tiap bulan untuk membayar kembali AusAid karena memilih untuk tetap tinggal disini. Jadi, do I love Melbourne? Yes, I do. Why not live here? No, thank you. I don’t want to.

Saya tetap pengen balik ke Indonesia. Ke negara yang lagi morat marit. Ke negara yang rakyatnya berteriak tentang tekanan hidup yang semakin menghimpit. Ke negara yang kaya, tetapi melarat. Ke negara yang beritanya lebih banyak membuat saya meneteskan air mata.. Ada yang bilang, kalo there are too many things happen in Indonesia. Bad things. Iya. Tapi tetap, Indonesia itu negara saya. Yang membentuk pribadi saya. Yang menjadikan saya seperti ini. Saya tahu, saya tidak punya kuasa untuk mengubah Indonesia dalam sedetik menjadi lebih baik. Oh, please… SBY aja tertatih-tatih selama 5 tahun terakhir ini untuk memperbaiki apa yang telah ditinggalkan para pendahulunya. Dan saya, apa sih yang bisa saya lakukan? Ada. Saya masih punya pilihan untuk dilakukan. Saya bisa memilih untuk lari dari kesulitan itu. Atau, saya tetap menjalaninya. Bertahan. Dan terus berusaha. Orang selalu ribut dengan prinsip, think globally, act locally. Ya udah, kalau udah diributkan, kenapa tidak dilakukan? Saya pikir, membaktikan diri pada Indonesia tidak terbatas hanya dengan melakukan hal-hal besar, membuat Undang-Undang, mengusut kasus korupsi para Pejabat Negara. Kenapa ga mulai dari yang deket dulu aja sih? Mengusahakan supaya anak tukang cuci di rumah kita bisa sekolah lagi, misalnya. Saat ini, saya tidak mampu berbuat banyak. Tapi tidakmampu berbuat banyak tidak lantas berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa kan? Saya hanya tidak ingin lari. Dari negeri yang sudah membesarkan saya. Banyak yang bilang, untuk apa? Toh tidak ada yang menghargai. Hmm…terus kenapa? Apa kita harus melakukan sesuatu hanya karena ingin dihargai?

Terlepas dari apa saja yang sudah terjadi di Indonesia, saya merasa, Indonesia lah yang membuat saya bisa bertahan. Dan saya justru merasa, bahwa para rakyat kecil di Indonesia, they are the real survivor. Mungkin karena mereka tidak punya pilihan. Tapi justru, ketiadaan pilihan itulah yang membuat mereka tetap bertahan. Saya setuju dengan tulisan ini, yang menyatakan bahwa mungkin malah rakyat Indonesia sebenarnya lebih pemberani, karena tetap bertahan dengan segala kesulitan hidup itu.

Saya ada disinipun hanya untuk sementara. Saya pasti akan kembali. Ke Indonesia. Satu-satunya negeri yang akan tetap saya sebut tanah airku. Hingga akhir menutup mata.

Ahh… saya sudah bisa membayangkan, betapa bahagianya bila saya kembali. Saya pasti akan merindukan Melbourne, dengan segala kenikmatan dan kenyamanannya yang begitu menggoda. Tapi bagi saya, bisa membaktikan diri saya bagi Indonesia, jauh lebih bernilai. Saat ini, semangat yang membuat saya terus berusaha bertahan adalah untuk membagikan ilmu yang saya dapat disini, untuk para siswa saya. Untuk para sahabat saya. Untuk tanah air saya. Untuk INDONESIA. Selalu...

*Gambar benderanya pinjem dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar