Minggu, 17 Februari 2008

Rasis dari Bahasa?

Oke, walaopun mungkin penggunaan Bahasa Indonesia aku secara baik dan benar berada pada level yang nyaris mengecewakan (apalagi penggunaan 'secara' yang sering diprotes temen2), aku merasa cukup nasionalis. Maksudku, aku bangga lagi jadi warga negara Indonesia. Iya sih...banyak masalah. Tapi, negara mana sih yang ga banyak masalah? Dan, banyak masalah sama sekali ga berarti Indonesia ga punya nilai plus dibanding negara lain kan?
Dan aku belum pernaah kepikir mau tinggal secara permanen di negara lain. Aku tuh Indonesia banget lagiii....
Hmm...sebelum aku mulai melantur kemana-mana, mari perjelas inti posting ini. Sebagai perantauan di negara orang, betapa senangnya aku bisa berbahasa Indonesia... Memang sih, salah satu kenalan yang juga berasal dari Indonesia tapi rada males ngumpul2 bareng sama sesama Indonesian Students pernah ngomong: "I can have like 2,5 million of Indonesian back home. I already have too much Indonesian in my life!". Gua manggut2 waktu itu...Secara, she's got a point there. Lha, wong kita di Ostrali, masa tetep mau maen sama orang Indonesia ajah? Tapi jujur, gua ga bisa begitu aja lari dari comfort zone nya aku di sekeliling My Indonesian Fellows. Berada di antara mereka sambil ngobrol (dalam bahasa Indonesia, pastinya) membuat gua merasa lebih 'aman' disini...
Nah, soal ngobrol pake bahasa sendiri nih ya...kalo misalnya kita di negeri orang...terus ketemu sama temen sebangsa senegara sebahasa gitu... Salah ga sih kalo kita ngomong pake bahasa kita sendiri, dan bukannya pake bahasa negara tersebut? Selama ini sih, aku ga pernah terlalu mempermasalahkan soal itu, bahkan salah satu hal yang menurut aku sangat menarik soal Melbourne adalah betapa multi kulturnya daerah Melbourne dan sekitarnya ini (termasuk Clayton alias Klaten nya Ostrali) bisa diliat dari banyaknya bahasa yang terdengar digunakan dalam percakapan sehari-hari dimana-mana. Maksudku, dalam kereta kita bisa mendengar orang-orang berbicara dalam 5-6 bahasa yang berbeda gitu....
Tapi kayaknya, ga semua orang berpikiran sama, dan banyak orang yang betul2 mengimplemetasikan peribahasa: masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kuda, meringkik (emang bener ada peribahasa kayak itu, gitu? gua aja ragu...)
Bermula dari isengnya aku ngeliat2 iklan 'wanted' di Monash Marketplace. Salah satu iklan menyebutkan mencari cleaner (bisa diterjemahkan secara sederhana sebagai tukang bersih-bersih). Iklan itu menyebutkan bahwa applicant harus punya mobil sendiri (masih wajar), dan berbicara dalam suatu bahasa tertentu (I leave the language unwritten, free your imagination to guess what kind of language is wanted... =) ). Reply yang masuk di awal2 nadanya nyaris sama: "You're in Australia, dude. SPEAK ENGLISH!". Hmmm.....
Nah, terus tadi siang Linda cerita soalpengalaman dia di kereta api. Waktu itu dia dan temen2 nya baru pulang dari Mesjid Westall. Ya kebayang dong betapa heureuy nya kalo para cewek udah pada ngumpul setelah sekian lama ga ketemu (secara aku juga bakalan gitu deh...). Nah, mereka kan ber-ngobrol ria (satu lagi bentuk ketidakpatuhanku pada Bahasa Indonesia yang baku) pake bahasa Indonesia berbumbu dialek Jakarta ('lu', 'gua', de el el...). Tiba-tiba aja, mereka dibentak salah satu penumpang (penggunaan kata 'dibentak' menunjukkan bahwa teguran dalam nada yang ramah sama sekali tidak dipergunakan). Si orang Ostrali itu ngomong: "Hey! You're in Australia. You should speak in English!!! This is not Asia!!!". Yah, kurang lebih kayak gitulah. Sori kalo ga persis amat, secara aku kan (Alhamdulillah) ga berada di tempat kejadian... Linda ce es langsung pada kaget dan termangu...(atau terpana?). Nah, yang menarik adalah, salah satu orang Ostrali yang juga ada di kereta itu (kata Linda dia lagi ngutek2 laptop, dan gua langsungberasumsi bahwaq si orang Ostrali baik hati ini cukup berpendidikan) malah ngebelain Linda ce es (yang tidak sanggup berkata-kata, jelas bukan karena kagum sama orang Ostrali yang jahat). Kata si orang Ostrali yang baik hati: "Hey, you should respect them to use their own language.." (Sekali lagi, maafkan penulis untuk tidak terlalu akurat dalam penyampaian, lihat alasan di atas sebelumnya). Jadi, yang ada malah adalah perdebatan antara orang Ostrali yang jahat dan orang Ostrali yang baik hati itu...
Hmm....
Aku pribadi sih, menganggap bahwa si orang Ostrali yang jahat itu rasis. Toh, Linda ce es yang malang tidak memaksakan untuk berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan si orang Ostrali itu sebagai lawan bicara.
Tapi.... jadi rada mikir juga. Mungkin seharusnya kita memang jangan terlalu heureuy ber ngobras-ngobras ria dengan bahasa kita sendiri kalo di tempat umum. Walopun, sangat wajar kalo kita secara naluriah dan instingtif (kata-kata yang keren.. how smart I am...) langsung bicara pake bahasa kita kalo memang ketemu sodara sebangsa....

2 komentar:

Minggu, 17 Februari 2008

Rasis dari Bahasa?

Oke, walaopun mungkin penggunaan Bahasa Indonesia aku secara baik dan benar berada pada level yang nyaris mengecewakan (apalagi penggunaan 'secara' yang sering diprotes temen2), aku merasa cukup nasionalis. Maksudku, aku bangga lagi jadi warga negara Indonesia. Iya sih...banyak masalah. Tapi, negara mana sih yang ga banyak masalah? Dan, banyak masalah sama sekali ga berarti Indonesia ga punya nilai plus dibanding negara lain kan?
Dan aku belum pernaah kepikir mau tinggal secara permanen di negara lain. Aku tuh Indonesia banget lagiii....
Hmm...sebelum aku mulai melantur kemana-mana, mari perjelas inti posting ini. Sebagai perantauan di negara orang, betapa senangnya aku bisa berbahasa Indonesia... Memang sih, salah satu kenalan yang juga berasal dari Indonesia tapi rada males ngumpul2 bareng sama sesama Indonesian Students pernah ngomong: "I can have like 2,5 million of Indonesian back home. I already have too much Indonesian in my life!". Gua manggut2 waktu itu...Secara, she's got a point there. Lha, wong kita di Ostrali, masa tetep mau maen sama orang Indonesia ajah? Tapi jujur, gua ga bisa begitu aja lari dari comfort zone nya aku di sekeliling My Indonesian Fellows. Berada di antara mereka sambil ngobrol (dalam bahasa Indonesia, pastinya) membuat gua merasa lebih 'aman' disini...
Nah, soal ngobrol pake bahasa sendiri nih ya...kalo misalnya kita di negeri orang...terus ketemu sama temen sebangsa senegara sebahasa gitu... Salah ga sih kalo kita ngomong pake bahasa kita sendiri, dan bukannya pake bahasa negara tersebut? Selama ini sih, aku ga pernah terlalu mempermasalahkan soal itu, bahkan salah satu hal yang menurut aku sangat menarik soal Melbourne adalah betapa multi kulturnya daerah Melbourne dan sekitarnya ini (termasuk Clayton alias Klaten nya Ostrali) bisa diliat dari banyaknya bahasa yang terdengar digunakan dalam percakapan sehari-hari dimana-mana. Maksudku, dalam kereta kita bisa mendengar orang-orang berbicara dalam 5-6 bahasa yang berbeda gitu....
Tapi kayaknya, ga semua orang berpikiran sama, dan banyak orang yang betul2 mengimplemetasikan peribahasa: masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kuda, meringkik (emang bener ada peribahasa kayak itu, gitu? gua aja ragu...)
Bermula dari isengnya aku ngeliat2 iklan 'wanted' di Monash Marketplace. Salah satu iklan menyebutkan mencari cleaner (bisa diterjemahkan secara sederhana sebagai tukang bersih-bersih). Iklan itu menyebutkan bahwa applicant harus punya mobil sendiri (masih wajar), dan berbicara dalam suatu bahasa tertentu (I leave the language unwritten, free your imagination to guess what kind of language is wanted... =) ). Reply yang masuk di awal2 nadanya nyaris sama: "You're in Australia, dude. SPEAK ENGLISH!". Hmmm.....
Nah, terus tadi siang Linda cerita soalpengalaman dia di kereta api. Waktu itu dia dan temen2 nya baru pulang dari Mesjid Westall. Ya kebayang dong betapa heureuy nya kalo para cewek udah pada ngumpul setelah sekian lama ga ketemu (secara aku juga bakalan gitu deh...). Nah, mereka kan ber-ngobrol ria (satu lagi bentuk ketidakpatuhanku pada Bahasa Indonesia yang baku) pake bahasa Indonesia berbumbu dialek Jakarta ('lu', 'gua', de el el...). Tiba-tiba aja, mereka dibentak salah satu penumpang (penggunaan kata 'dibentak' menunjukkan bahwa teguran dalam nada yang ramah sama sekali tidak dipergunakan). Si orang Ostrali itu ngomong: "Hey! You're in Australia. You should speak in English!!! This is not Asia!!!". Yah, kurang lebih kayak gitulah. Sori kalo ga persis amat, secara aku kan (Alhamdulillah) ga berada di tempat kejadian... Linda ce es langsung pada kaget dan termangu...(atau terpana?). Nah, yang menarik adalah, salah satu orang Ostrali yang juga ada di kereta itu (kata Linda dia lagi ngutek2 laptop, dan gua langsungberasumsi bahwaq si orang Ostrali baik hati ini cukup berpendidikan) malah ngebelain Linda ce es (yang tidak sanggup berkata-kata, jelas bukan karena kagum sama orang Ostrali yang jahat). Kata si orang Ostrali yang baik hati: "Hey, you should respect them to use their own language.." (Sekali lagi, maafkan penulis untuk tidak terlalu akurat dalam penyampaian, lihat alasan di atas sebelumnya). Jadi, yang ada malah adalah perdebatan antara orang Ostrali yang jahat dan orang Ostrali yang baik hati itu...
Hmm....
Aku pribadi sih, menganggap bahwa si orang Ostrali yang jahat itu rasis. Toh, Linda ce es yang malang tidak memaksakan untuk berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan si orang Ostrali itu sebagai lawan bicara.
Tapi.... jadi rada mikir juga. Mungkin seharusnya kita memang jangan terlalu heureuy ber ngobras-ngobras ria dengan bahasa kita sendiri kalo di tempat umum. Walopun, sangat wajar kalo kita secara naluriah dan instingtif (kata-kata yang keren.. how smart I am...) langsung bicara pake bahasa kita kalo memang ketemu sodara sebangsa....

2 komentar: