Selasa, 17 Juni 2008

From Museum to Museum (II): Immigration Museum

Masih sambungan dari posting saya sebelumnya mengenai tour de museums. Setelah Sabtu saya ke Scienceworks, maka hari Minggunya, saya ke museum lagi...tapi sekali ini museum yang betul-betul bermakna historis. Halah. Oke, jadi ceritanya saya memutuskan untuk ke Immigration Museum. kalo yang ini sih deket, pas di pusat kota Melbourne. Jalan dikit, sekitar 10-15 menit dari Flinders Street Stations. Tapi dengan langkah kaki saya lho yaaa... (FYI, temen-temen saya udah banyak yang mengklaim kalo langkah saya sekarang udah masuk Aussie's style. Dan saya menolak. Dari dulu saya jalannya kayak gini kok).

Immigration Museum ini mungkin sangat erat kaitannya dengan keberadaan Australia sebagai salah satu negara yang paling banyak jadi tujuan orang untuk berimigrasi. Bahkan Melbourne punya target Melbourne 2030, dan pertumbuhan penduduk disana disebutkan memang sebagian besar berasal dari imigrasi. Museum ini buka tiap hari. Sekali lagi, bawalah Student ID supaya bisa masuk dengan gratis. Kalo lupa bawa student ID, masuknya ga mahal-mahal amat kok. Cuma 6 AUD.

Kesan pertama saya pas masuk? berasa kayak masuk hotel...hehehe... Habisnya, meja tempat beli tiketnya kayak meja resepsionis hotel, ruang depannya juga kayak di lobby hotel gitu.

Anyway, mari kita mulai perjalanan di museum ini dari lantai pertama. Lantai pertama adalah mengenai sejarah mengenai bagaimana Australia pada umumnya dan Melbourne pada khususnya (kok berasa kayak teks skripsi sih?) bisa menjadi spot yang sangaaat multikultural. Salah satu papan gede pertama tulisannya langsung to the point: Leaving Home.

Dari papan ini, kita dibawa masuk ke ruangan gelap yang suram (jiyyee... Ami dengan bakat mendramatisirnya). Enggak ding. Di ruangan ini adalah deksripsi (atau narasi? atau argumentasi? apapunlah...) mengenai alasan-alasan mengapa orang ber-imigrasi. Macem-macem, perang, bencana alam, kelaparan, konflik politik, sampai keluarga. Ada satu layar besar yang menampilkan cerita-cerita mengenai para imigran dan alasan mereka for leaving (their) home. Persis kayak tulisan di papan sebelumnya. Aduuhh... yang udah kenal saya, pasti bisa menebak, betapa saya terduduk selama 15 menitan di depan layar itu sambil berurai air mata... Ami teaaaa.....

Terus, setelah part of the reasons, the next part is The Long Room. Kalo diliat dari segi sejarahnya sih, the Long Room ini dulu memang dipakai para imigran untuk melaporkan kedatangan mereka. Jadi yang ada disini adalah miniatur kapal. Jaman dulu mah, ga ada kali maskapai penerbangan yang berlomba-lomba menawarkan paket murah untuk ke Australia. Di dalam miniatur kapal itu ada replika mengenai bagaimana kondisi di kapal. Mulai dari kabin untuk upper social class, sampai bagian kabin untuk yang dari kasta sosial yang lebih rendah.

Beda jauh euy... Liat aja fasilitas sanitasinya yang bedaaaa banget.

Terus, kan ceritanya jaman dulu tuh belum ada yang namanya TV kabel, DVD, Play Station dan semacamnya. Jadi kebayang nggak sih selama perjalanan yang jelaaaassss lebih jauh daripada cuma sekedar Banjarmasin-Banjarbaru atau Jogja-Klaten, kita mesti ngapain aja? Ada kabin khusus hiburan, yang dilengkapi dengan...papan catur dan papan halma. Haduh. Oh iya, ada juga sih list mengenai berbagai hiburan yang ditampilkan pihak kapal. Yah, rata-rata nyanyi-nyanyi tunggal gitu sih. saya jadi bersyukuuuur banget hidup di zaman dimana IPod, Portable DVD dan computer games udah diciptakan. Gila aja, mati gaya banget terombang-ambing di laut selama berbulan-bulan dan hanya bisa main halma???

Next, "Getting In". Di bagian ini adalah penggambaran mengenai proses masuk ke Australia. Mulai dari lapor kedatangan, pengurusan izin tinggal dan semacamnya. Mulai dari tahun 1840an sampai sekarang. Ada juga box khusus dimana kita bisa melakukan semacam simulasi untuk wawancara dengan pihak berwenang kalo mau ngajuin PR alias Permanent Residence. Terus juga beberapa cerita imigran mengenai hal ihwal mereka akhirnya jadi PR di Australia. Different people, different reasons, different pathways. Interesting. I mean, bukankah selalu menarik untuk mendengar dan tahu berbagai macam kisah?

Anyway, kalo suka sejarah, atau tidak suka sejarah pun, cukup bisa menikmati museum ini. Bagi saya, beberapa bagian bahkan cukup menyentuh. because we can see, that people are somehow struggling for their life. And for some of them, one way of struggling is immigration.

1 komentar:

  1. Gila aja, mati gaya banget terombang-ambing di laut selama berbulan-bulan dan hanya bisa main halma???

    Lho tadi khan ada permainan catur..nyanyi tunggal, jadi gak melulu main halma tho mbak Ami...hehe

    BalasHapus

Selasa, 17 Juni 2008

From Museum to Museum (II): Immigration Museum

Masih sambungan dari posting saya sebelumnya mengenai tour de museums. Setelah Sabtu saya ke Scienceworks, maka hari Minggunya, saya ke museum lagi...tapi sekali ini museum yang betul-betul bermakna historis. Halah. Oke, jadi ceritanya saya memutuskan untuk ke Immigration Museum. kalo yang ini sih deket, pas di pusat kota Melbourne. Jalan dikit, sekitar 10-15 menit dari Flinders Street Stations. Tapi dengan langkah kaki saya lho yaaa... (FYI, temen-temen saya udah banyak yang mengklaim kalo langkah saya sekarang udah masuk Aussie's style. Dan saya menolak. Dari dulu saya jalannya kayak gini kok).

Immigration Museum ini mungkin sangat erat kaitannya dengan keberadaan Australia sebagai salah satu negara yang paling banyak jadi tujuan orang untuk berimigrasi. Bahkan Melbourne punya target Melbourne 2030, dan pertumbuhan penduduk disana disebutkan memang sebagian besar berasal dari imigrasi. Museum ini buka tiap hari. Sekali lagi, bawalah Student ID supaya bisa masuk dengan gratis. Kalo lupa bawa student ID, masuknya ga mahal-mahal amat kok. Cuma 6 AUD.

Kesan pertama saya pas masuk? berasa kayak masuk hotel...hehehe... Habisnya, meja tempat beli tiketnya kayak meja resepsionis hotel, ruang depannya juga kayak di lobby hotel gitu.

Anyway, mari kita mulai perjalanan di museum ini dari lantai pertama. Lantai pertama adalah mengenai sejarah mengenai bagaimana Australia pada umumnya dan Melbourne pada khususnya (kok berasa kayak teks skripsi sih?) bisa menjadi spot yang sangaaat multikultural. Salah satu papan gede pertama tulisannya langsung to the point: Leaving Home.

Dari papan ini, kita dibawa masuk ke ruangan gelap yang suram (jiyyee... Ami dengan bakat mendramatisirnya). Enggak ding. Di ruangan ini adalah deksripsi (atau narasi? atau argumentasi? apapunlah...) mengenai alasan-alasan mengapa orang ber-imigrasi. Macem-macem, perang, bencana alam, kelaparan, konflik politik, sampai keluarga. Ada satu layar besar yang menampilkan cerita-cerita mengenai para imigran dan alasan mereka for leaving (their) home. Persis kayak tulisan di papan sebelumnya. Aduuhh... yang udah kenal saya, pasti bisa menebak, betapa saya terduduk selama 15 menitan di depan layar itu sambil berurai air mata... Ami teaaaa.....

Terus, setelah part of the reasons, the next part is The Long Room. Kalo diliat dari segi sejarahnya sih, the Long Room ini dulu memang dipakai para imigran untuk melaporkan kedatangan mereka. Jadi yang ada disini adalah miniatur kapal. Jaman dulu mah, ga ada kali maskapai penerbangan yang berlomba-lomba menawarkan paket murah untuk ke Australia. Di dalam miniatur kapal itu ada replika mengenai bagaimana kondisi di kapal. Mulai dari kabin untuk upper social class, sampai bagian kabin untuk yang dari kasta sosial yang lebih rendah.

Beda jauh euy... Liat aja fasilitas sanitasinya yang bedaaaa banget.

Terus, kan ceritanya jaman dulu tuh belum ada yang namanya TV kabel, DVD, Play Station dan semacamnya. Jadi kebayang nggak sih selama perjalanan yang jelaaaassss lebih jauh daripada cuma sekedar Banjarmasin-Banjarbaru atau Jogja-Klaten, kita mesti ngapain aja? Ada kabin khusus hiburan, yang dilengkapi dengan...papan catur dan papan halma. Haduh. Oh iya, ada juga sih list mengenai berbagai hiburan yang ditampilkan pihak kapal. Yah, rata-rata nyanyi-nyanyi tunggal gitu sih. saya jadi bersyukuuuur banget hidup di zaman dimana IPod, Portable DVD dan computer games udah diciptakan. Gila aja, mati gaya banget terombang-ambing di laut selama berbulan-bulan dan hanya bisa main halma???

Next, "Getting In". Di bagian ini adalah penggambaran mengenai proses masuk ke Australia. Mulai dari lapor kedatangan, pengurusan izin tinggal dan semacamnya. Mulai dari tahun 1840an sampai sekarang. Ada juga box khusus dimana kita bisa melakukan semacam simulasi untuk wawancara dengan pihak berwenang kalo mau ngajuin PR alias Permanent Residence. Terus juga beberapa cerita imigran mengenai hal ihwal mereka akhirnya jadi PR di Australia. Different people, different reasons, different pathways. Interesting. I mean, bukankah selalu menarik untuk mendengar dan tahu berbagai macam kisah?

Anyway, kalo suka sejarah, atau tidak suka sejarah pun, cukup bisa menikmati museum ini. Bagi saya, beberapa bagian bahkan cukup menyentuh. because we can see, that people are somehow struggling for their life. And for some of them, one way of struggling is immigration.

1 komentar:

  1. Gila aja, mati gaya banget terombang-ambing di laut selama berbulan-bulan dan hanya bisa main halma???

    Lho tadi khan ada permainan catur..nyanyi tunggal, jadi gak melulu main halma tho mbak Ami...hehe

    BalasHapus