Jumat, 29 Januari 2010

Percy Jackson and The Olympians – Ketika Olympus Pindah ke Empire State Building


Yunani. Banyak hal yang bisa diasosiasikan dari Yunani. Tapi mungkin salah satu yang paling terkenal dari Yunani adalaaaaahhh… mitologinya! Hah? Bukan? Ah, saya mah paling suka sama mitologinya. Beautiful stories. Mulai dari para dewa-dewa Yunani, mahluk-mahluk ajaibnya, sampai para pahlawan macam Hercules. Walaupun untung saja semua itu cuma mitos. Apalagi soal dewa-dewa itu. Because instead of taking care of this universe it seems that they spend more time on fighting each other. Dan itu semakin terlihat di serial Percy Jackson ini.

Sebenernya mungkin rada telat kali yak kalo saya baru bikin *semacam* resensi ini sekarang. Apalagi mengingat buku pertama dari serial ini, Percy Jackson and The Lightning Thief diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 2005. Ditulis oleh Rick Riordan yang memang pernah menjadi seorang guru yang mengajar tentang Mitologi Yunani. Edisi bahasa Indonesianya yang jilid pertama terbit kalau tidak salah November 2008 gitu. Buku ini ada lima jilid. Jilid terakhir, Percy Jackson and the Last Olympians, terbit Juni 2009 kemaren. Kalau tidak salah, di Indonesia baru diterbitkan sampai jilid keempat, Percy Jackson dan Pertempuran Labirin.

Dalam buku ini, diceritakan bahwa mitologi Yunani, mulai dari dewa-dewinya (Zeus, Artemis, Poseidon, Hades, you name it) sampai para mahluk mitologi semacam Minotaur sampai Circe sang Penyihir benar-benar ada. Tapi karena latar belakangnya adalah zaman modern sekarang ini, tentu saja kehidupan para tokoh ini “disesuaikan”. Olympus, misalnya, yang menjadi tempat tinggal para dewa, dikisahkan berada di lantai 600 Empire State Building di New York. Ares, sang Dewa Perang, digambarkan sebagai seorang preman berpakaian kulit yang mengendarai Harley Davidson. Sungai Styx, yang merupakan sungai yang harus dilalui arwah orang yang telah meninggal, diceritakan pintu masuknya berada di balik sebuar perusahaan rekaman di New York City. Cool.

Cerita dari serial ini berkisar tentang petualangan si tokoh utama *yang tentu saja bernama Percy Jackson as you might have guessed from the title* yang ternyata adalah setengah manusia, setengah dewa Yunani. Dan dia ternyata bukan satu-satunya blasteran semacam ini. Para anak-anak blasteran ini setiap musim panas dikumpulkan di semacam perkemahan musim panas. Dalam setiap serialnya, Percy harus menghadapi seorang (atau sesosok sih?) musuh utama, Kronos, yang berencana mengkudeta para dewa di Olympus dan mengambil alih dunia. Dan fakta bahwa meskipun pada dasarnya mereka saling berkeluarga, para dewa Olympus cenderung tidak rukun satu sama lain, sama sekali tidak membuat misi Percy untuk menghalangi Kronos menjadi lebih mudah. And believe me, these God and Goddeses can be more troublesome than mortals. Percy tidak sendirian, dalam petualangannya dia ditemani dua orang sahabat. Ada Annabeth, yang merupakan anak dari Athena sang Dewi Kebijaksanaan, dan juga Grover, seorang satyr, yang berwujud setengah manusia setengah kambing.

Mau tidak mau, dengan tema semacam ini, orang pasti membandingkan serial Percy Jackson ini dengan serial Harry Potter yang fenomenal itu. Dan memang banyak kesamaan antara kedua serial ini.

  1. Kesamaan tema. Keduanya bercerita tentang tema mistis. Harry Potter dengan dunia penyihirnya, dan Percy Jackson dengan Mitologi Yunaninya.
  2. Trio petualang. Kalau di Harry Potter ada Harry-Hermione-Ron, di serial ini ada Percy-Annabeth-Grover. Dan tokoh Annabeth betul-betul mirip karakternya dengan Hermione. Cerdas, dan cenderung cerewet.
  3. Sang tokoh jahat. Dalam serial ini, tokoh Kronos akan membuat pembaca teringat pada Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut *but I’ll say his name anyway. VOLDEMORT. There, I’ve said it :D*

Mungkin masih ada beberapa persamaan lain, tapi yang tiga itu yang bagi saya adalah yang paling menonjol.

Bagi saya sendiri, saya lebih menyukai serial ini. Maybe one of the reasons is because I always have a soft spot for Greek Mythology. Dari dulu saya suka cerita tentang Mitologi Yunani. Dan melihat cerita-cerita itu disajikan disini dalam sentuhan modern, I find it to be fascinating. Selain itu bagi saya tokoh-tokohnya malah terkesan lebih membumi dan realistis. Tidak pernah ada tokoh yang benar-benar baik. Selain itu, Harry Potter kadang-kadang digambarkan terkesan adalah seseorang yang sebetulnya menyimpan amarah terhadap dunia, atas ketidakadilan yang menimpanya, kenapa kedua orang tuanya harus meninggal. Kalau Percy, mungkin kasusnya sedikit berbeda ya. Kedua orangtuanya masih hidup, dan dia digambarkan sangat menyayangi ibunya yang manusia biasa. Terhadap ayahnya, Poseidon sang Dewa Laut, Percy seperti menghadapi dilema. Di satu sisi dia sangat merindukan figure sang ayah dan merasa bangga kalau sang ayah memujinya. Di sisi lain, dia juga merasa marah karena Poseidon tidak bisa menjadi ayah yang “normal”. But well, if you’re a Greek God, normal is not something that can correctly describe you,rite ;p? Pergolakan emosi Percy sebagai seorang remaja berusia 11 tahun terasa lebih realistis. Dan yang paling saya suka, his sense of humour. Sedikit sarkastik, tapi seringnya ngena. Well, bukan cuma si Percy ini sih. I think the whole book has this sense of humour. Contohnya saja, judul bab pertama di buku jilid pertamanya : “I Accidentally Vaporize My Maths Teacher”. Haha. Such an intriguing title. And let me tell you, Percy DID actually vaporized his teacher ^_^.

Another example of how things are written in these books is what’s written in the backcover of the first book:

Look, I didn’t want to be a half-blood. I never asked to be the son of a Greek God. I was just a normal kid, going to school, playing basketball, skateboarding. The usual. Until I accidentally vaporize my maths teacher. That’s when things really started going wrong. Now I spend my time fighting with swords, battling monsters with my friends and generally, trying to stay alive.

This is the one where Zeus, God of the Sky thinks I’ve stolen his lightning bolt – and making Zeus angry is a very bad idea.

Edisi Bahasa Indonesia juga lumayan. Walaupun mungkin beberapa joke jadi rada garing kalau diterjemahkan ke Bahasa Indonesa.

Oh iya, satu lagi. Buku ini juga akan diangkat ke layar lebar. Kalau tidak salah Februari ini akan mulai muncul di bioskop. Pierce Brosnan and Uma Thurman were said to be participated this movie!

Overall, I love Percy Jackson series. Love it. A LOT. Sedikit cerita tambahan, saya sempat deg-degan waktu sampai pertengahan Juli 2009 kemaren saya belum menemukan buku terakhir dari serial ini di toko-toko buku di Melbourne. Secara tanggal 25 Juli saya bakal back for good setelah menyelesaikan studi saya. Jadi saja saya berasa mau memeluk pegawai toko di Borders waktu dia menunjukkan bahwa buku yang saya cari-cari ini akhirnya datang, 5 hari sebelum tanggal kepulangan saya. That’s destiny :D.

Anyway, I would recommend this series to other people, terutama yang gemar menikmati cerita-cerita fantasi.

Ada lima jilid dalam serial ini:

  1. Percy Jackson and the Lightning Thief
  2. Percy Jackson and the Sea of Monsters
  3. Percy Jackson and the Titan’s Curse
  4. Percy Jackson and the Battle of the Labyrinth
  5. Percy Jackson and the Last Olympians

Go and grab one from the bookstore!

3 komentar:

  1. Wah, another fantasy saga, ya? Kedengarannya menarik.

    Mitologi Yunani itu nama mata kuliah sampai ada gurunya segala? Mereka mengajarkan dongeng?

    BalasHapus
  2. AAAAAAAAAAAAAA! Pinjaaaaaaam! Tapi sebelumnya mau pinjam Artemis yang nomor 4 dwooong.....

    BalasHapus
  3. Mau yang last Olympia..!

    BalasHapus

Jumat, 29 Januari 2010

Percy Jackson and The Olympians – Ketika Olympus Pindah ke Empire State Building


Yunani. Banyak hal yang bisa diasosiasikan dari Yunani. Tapi mungkin salah satu yang paling terkenal dari Yunani adalaaaaahhh… mitologinya! Hah? Bukan? Ah, saya mah paling suka sama mitologinya. Beautiful stories. Mulai dari para dewa-dewa Yunani, mahluk-mahluk ajaibnya, sampai para pahlawan macam Hercules. Walaupun untung saja semua itu cuma mitos. Apalagi soal dewa-dewa itu. Because instead of taking care of this universe it seems that they spend more time on fighting each other. Dan itu semakin terlihat di serial Percy Jackson ini.

Sebenernya mungkin rada telat kali yak kalo saya baru bikin *semacam* resensi ini sekarang. Apalagi mengingat buku pertama dari serial ini, Percy Jackson and The Lightning Thief diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 2005. Ditulis oleh Rick Riordan yang memang pernah menjadi seorang guru yang mengajar tentang Mitologi Yunani. Edisi bahasa Indonesianya yang jilid pertama terbit kalau tidak salah November 2008 gitu. Buku ini ada lima jilid. Jilid terakhir, Percy Jackson and the Last Olympians, terbit Juni 2009 kemaren. Kalau tidak salah, di Indonesia baru diterbitkan sampai jilid keempat, Percy Jackson dan Pertempuran Labirin.

Dalam buku ini, diceritakan bahwa mitologi Yunani, mulai dari dewa-dewinya (Zeus, Artemis, Poseidon, Hades, you name it) sampai para mahluk mitologi semacam Minotaur sampai Circe sang Penyihir benar-benar ada. Tapi karena latar belakangnya adalah zaman modern sekarang ini, tentu saja kehidupan para tokoh ini “disesuaikan”. Olympus, misalnya, yang menjadi tempat tinggal para dewa, dikisahkan berada di lantai 600 Empire State Building di New York. Ares, sang Dewa Perang, digambarkan sebagai seorang preman berpakaian kulit yang mengendarai Harley Davidson. Sungai Styx, yang merupakan sungai yang harus dilalui arwah orang yang telah meninggal, diceritakan pintu masuknya berada di balik sebuar perusahaan rekaman di New York City. Cool.

Cerita dari serial ini berkisar tentang petualangan si tokoh utama *yang tentu saja bernama Percy Jackson as you might have guessed from the title* yang ternyata adalah setengah manusia, setengah dewa Yunani. Dan dia ternyata bukan satu-satunya blasteran semacam ini. Para anak-anak blasteran ini setiap musim panas dikumpulkan di semacam perkemahan musim panas. Dalam setiap serialnya, Percy harus menghadapi seorang (atau sesosok sih?) musuh utama, Kronos, yang berencana mengkudeta para dewa di Olympus dan mengambil alih dunia. Dan fakta bahwa meskipun pada dasarnya mereka saling berkeluarga, para dewa Olympus cenderung tidak rukun satu sama lain, sama sekali tidak membuat misi Percy untuk menghalangi Kronos menjadi lebih mudah. And believe me, these God and Goddeses can be more troublesome than mortals. Percy tidak sendirian, dalam petualangannya dia ditemani dua orang sahabat. Ada Annabeth, yang merupakan anak dari Athena sang Dewi Kebijaksanaan, dan juga Grover, seorang satyr, yang berwujud setengah manusia setengah kambing.

Mau tidak mau, dengan tema semacam ini, orang pasti membandingkan serial Percy Jackson ini dengan serial Harry Potter yang fenomenal itu. Dan memang banyak kesamaan antara kedua serial ini.

  1. Kesamaan tema. Keduanya bercerita tentang tema mistis. Harry Potter dengan dunia penyihirnya, dan Percy Jackson dengan Mitologi Yunaninya.
  2. Trio petualang. Kalau di Harry Potter ada Harry-Hermione-Ron, di serial ini ada Percy-Annabeth-Grover. Dan tokoh Annabeth betul-betul mirip karakternya dengan Hermione. Cerdas, dan cenderung cerewet.
  3. Sang tokoh jahat. Dalam serial ini, tokoh Kronos akan membuat pembaca teringat pada Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut *but I’ll say his name anyway. VOLDEMORT. There, I’ve said it :D*

Mungkin masih ada beberapa persamaan lain, tapi yang tiga itu yang bagi saya adalah yang paling menonjol.

Bagi saya sendiri, saya lebih menyukai serial ini. Maybe one of the reasons is because I always have a soft spot for Greek Mythology. Dari dulu saya suka cerita tentang Mitologi Yunani. Dan melihat cerita-cerita itu disajikan disini dalam sentuhan modern, I find it to be fascinating. Selain itu bagi saya tokoh-tokohnya malah terkesan lebih membumi dan realistis. Tidak pernah ada tokoh yang benar-benar baik. Selain itu, Harry Potter kadang-kadang digambarkan terkesan adalah seseorang yang sebetulnya menyimpan amarah terhadap dunia, atas ketidakadilan yang menimpanya, kenapa kedua orang tuanya harus meninggal. Kalau Percy, mungkin kasusnya sedikit berbeda ya. Kedua orangtuanya masih hidup, dan dia digambarkan sangat menyayangi ibunya yang manusia biasa. Terhadap ayahnya, Poseidon sang Dewa Laut, Percy seperti menghadapi dilema. Di satu sisi dia sangat merindukan figure sang ayah dan merasa bangga kalau sang ayah memujinya. Di sisi lain, dia juga merasa marah karena Poseidon tidak bisa menjadi ayah yang “normal”. But well, if you’re a Greek God, normal is not something that can correctly describe you,rite ;p? Pergolakan emosi Percy sebagai seorang remaja berusia 11 tahun terasa lebih realistis. Dan yang paling saya suka, his sense of humour. Sedikit sarkastik, tapi seringnya ngena. Well, bukan cuma si Percy ini sih. I think the whole book has this sense of humour. Contohnya saja, judul bab pertama di buku jilid pertamanya : “I Accidentally Vaporize My Maths Teacher”. Haha. Such an intriguing title. And let me tell you, Percy DID actually vaporized his teacher ^_^.

Another example of how things are written in these books is what’s written in the backcover of the first book:

Look, I didn’t want to be a half-blood. I never asked to be the son of a Greek God. I was just a normal kid, going to school, playing basketball, skateboarding. The usual. Until I accidentally vaporize my maths teacher. That’s when things really started going wrong. Now I spend my time fighting with swords, battling monsters with my friends and generally, trying to stay alive.

This is the one where Zeus, God of the Sky thinks I’ve stolen his lightning bolt – and making Zeus angry is a very bad idea.

Edisi Bahasa Indonesia juga lumayan. Walaupun mungkin beberapa joke jadi rada garing kalau diterjemahkan ke Bahasa Indonesa.

Oh iya, satu lagi. Buku ini juga akan diangkat ke layar lebar. Kalau tidak salah Februari ini akan mulai muncul di bioskop. Pierce Brosnan and Uma Thurman were said to be participated this movie!

Overall, I love Percy Jackson series. Love it. A LOT. Sedikit cerita tambahan, saya sempat deg-degan waktu sampai pertengahan Juli 2009 kemaren saya belum menemukan buku terakhir dari serial ini di toko-toko buku di Melbourne. Secara tanggal 25 Juli saya bakal back for good setelah menyelesaikan studi saya. Jadi saja saya berasa mau memeluk pegawai toko di Borders waktu dia menunjukkan bahwa buku yang saya cari-cari ini akhirnya datang, 5 hari sebelum tanggal kepulangan saya. That’s destiny :D.

Anyway, I would recommend this series to other people, terutama yang gemar menikmati cerita-cerita fantasi.

Ada lima jilid dalam serial ini:

  1. Percy Jackson and the Lightning Thief
  2. Percy Jackson and the Sea of Monsters
  3. Percy Jackson and the Titan’s Curse
  4. Percy Jackson and the Battle of the Labyrinth
  5. Percy Jackson and the Last Olympians

Go and grab one from the bookstore!

3 komentar:

  1. Wah, another fantasy saga, ya? Kedengarannya menarik.

    Mitologi Yunani itu nama mata kuliah sampai ada gurunya segala? Mereka mengajarkan dongeng?

    BalasHapus
  2. AAAAAAAAAAAAAA! Pinjaaaaaaam! Tapi sebelumnya mau pinjam Artemis yang nomor 4 dwooong.....

    BalasHapus
  3. Mau yang last Olympia..!

    BalasHapus