Rabu, 24 Juni 2009

Black, White, and Shades of Grey

I might be a freak, tapi entah kenapa, seringkali saya menyukai tokoh-tokoh antagonis, entah dalam buku atau film. Atau paling tidak, karakter yang digambarkan ga baik-baik amat. Bartimaeus definetely comes as my favourite character. Sebagai jin yang menjadi tokoh utama di Bartimaeus Trilogy, jelas dia bukan tokoh baik-baik. Tapi sarkasme yang dia miliki, dan selera humor yang menurut saya sungguh cerdas, benar-benar membuat saya jatuh hati. Duh, kalau dibandingkan sama siapa-itu-tokoh-utama-di-novel-Ayat-ayat-Cinta, Bartimaeus jelaslah tokoh yang jahat sungguh. Sementara mungkin si lelaki yang-begitu-sempurna-nyaris-tanpa-cacat-selain-kecenderungannya-untuk-nangis-melulu ini ada di titik ekstrem orang baik, dan Bartimaeus kemungkinan besar ada di ujung ekstrem lainnya. But still, saya kok lebih suka Bartimaeus ya? Sepertinya mungkin saya akan lebih cocok berteman dengan si Bartimaeus dibanding si lelaki itu (siapa sih namanya? Fahri? Fahmi? I have a feeling that his name starts with "F").

Inget serial Ally McBeal zaman dulu? Karakter favorit saya disitu adalah Ling Woo. The bitchy lady. I just love her. I mean, she's bitchy, in a very elegant way. Ekspresi lempengnya dia tiap kali nyela orang, komentar pedasnya yang nusuk abis tapi ngena banget, I was amazed by her.

Di minggu ke 6 untuk mata kuliah Environmental Revolution, kami membahas mengenai drama yang ditulis Goethe, Faust. Di kelas, saya mengutarakan ketertarikan saya pada Mephisto, the devil's character in the play. Teman-teman sekelas yang lain langsung pada tertawa, tapi Priya, dosen kami itu, menanyakan alasan saya. And I said, "because he is definetely evil *hey, he's the devil anyway, he should be evil!*, but he is evil in such an elegant way. Just look at the way he talked to Faust, instead of directly show Faust what he has to do, Mephisto persuaded Faust to do some things by showing Faust what might come as a result...". Priya langsung manggut-manggut, dan berkata, "I also think that unconsciously people will also like Mephisto, because he makes things happen, in his own way".

Dan entah kenapa, saya menulis ini di status fesbuk saya: "Utami thinks that if she ever has to do something evil, she will do it in such an elegant way, just like Mephisto". Salah satu teman pun komen, "memangnya ada evil yang elegant?".

Dear, in the real world, things don't come in pure black and white. There are shades of grey. Be honest, even your favourite people, might still have some weaknesses. Dan seringkali kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang-orang yang kita anggap, well, katakanlah jahat *i hate that word, by the way, the sense is too strong*, ternyata masih punya sisi-sisi kebaikan.
Bartimaeus, misalnya, meskipun hubungan dia dengan Nathaniel tidak pernah benar-benar mulus, toh, akhirnya di ujung cerita sepertinya menyukai Nathaniel. Bahkan seperti kata K'Alfi, mungkin kalo ada lanjutan trilogi ini, Bartimaeus will take the form of Nat instead of Ptolemy. Di salah satu episode Ally McBeal, seingat saya, Ling pernah membantu seorang anak kecil di rumah sakit dan Ling nyari menangis karena tersentuh oleh anak kecil itu.

Kadang-kadang, saya justru merasa bisa lebih banyak belajar dari tokoh-tokoh antagonis itu. Bukan, not learning how to be evil. Tapi saya belajar bahwa meskipun orang memandang rendah kita, meskipun orang sebel sama kita karena kitalah si antagonis itu, it shouldn't stop us from doing good things. Duh, ekstrimnya nih ya, saya sempat merasa emosi sesaat waktu mendengar seorang wanita berjubah buru-buru membersihkan lantai yang bekas dipakai seorang teman untuk sholat, hanya karena teman itu ternyata tidak memakai kerudung dalam kesehariannya. Dan dia melakukannya di HADAPAN teman saya itu. Astaghfirulloh... , menjaga hubungan baik dengan sesama manusia bukannya juga ajaran Islam sih? Dan saya merasa begitu tersentuh waktu saya melihat seorang laki-laki sangar bertato membantu seorang nenek tua menyeberang jalan yang ramai di Jogja dulu. Di dua hal tersebut, bisakah kita memberi warna hitam dan putih? Dan menyadari bahwa dunia tak hanya hitam putih ini membuat saya berusaha untuk terus belajar mencoba melihat seseorang tak hanya di permukaannya saja. Apakah hitam yang dilakukan seseorang memang karena dorongan hitam hatinya? Apakah putihnya seseorang itu absolut? Karena saya sendiri pun sadar, saya tak akan pernah menjadi putih, tapi saya terus berusaha agar tidak berada di titik ekstrim hitam *eh, kok malah berasa kayak iklan pemutih wajah ga sih?*. And my window to see the world, it reflects many shades of grey...

6 komentar:

  1. berarti bener dund... 'don't judge a book by its cover :)
    salam hangat :)

    BalasHapus
  2. Sedikit bingung nih, protagonis or antagonis?
    Anyway, banyak yg gak sadar kalo justru villain-lah yang membuat suatu cerita jadi hidup (both fiction or real). Jutaan orang mungkin membenci Hitler karena aksinya, but in the other hand, mereka juga terpesona dengan karismanya. Apalah arti Superman tanpa Lex Luthor or Batman tanpa Joker...
    I don't know, do you think that it's just another example how our universe works in balance?

    BalasHapus
  3. @ siomay lover: yup.. begitulah :D
    @ Alberth: heuuu..iiya BErth, my mistake, it should be antagonis, tapi udah kubenerin kok. Thank's ya...

    BalasHapus
  4. aku setuju mi...
    bukan cuman putih ma item, ada kelabu juga..
    jadi, orang yang keliatan jahat itu kadangkala bisa baik juga , juga orang yang baik kadang2 bisa jahat juga..:D
    eniwei, ni postingan mirip ma postingan aku ya?

    ps: aku suka ma tokoh antihero--yang dari luar jahat, pi sebenarnya hati ma maksudnya baek..

    BalasHapus
  5. yah, grey area. kita memang cenderung menghakimi sesuatu itu adalah baik atau buruk karena dampaknya dalam hubungan sosial, dan bukankah itu yang terpenting? kebenanan yang menyangkut hubungan dan keimanan seseorang dengan tuhannya, biarlah menjadi urusan mereka saja.

    BalasHapus
  6. Gee,i love this posting mba... tepat sasaran...wkwkwk

    BalasHapus

Rabu, 24 Juni 2009

Black, White, and Shades of Grey

I might be a freak, tapi entah kenapa, seringkali saya menyukai tokoh-tokoh antagonis, entah dalam buku atau film. Atau paling tidak, karakter yang digambarkan ga baik-baik amat. Bartimaeus definetely comes as my favourite character. Sebagai jin yang menjadi tokoh utama di Bartimaeus Trilogy, jelas dia bukan tokoh baik-baik. Tapi sarkasme yang dia miliki, dan selera humor yang menurut saya sungguh cerdas, benar-benar membuat saya jatuh hati. Duh, kalau dibandingkan sama siapa-itu-tokoh-utama-di-novel-Ayat-ayat-Cinta, Bartimaeus jelaslah tokoh yang jahat sungguh. Sementara mungkin si lelaki yang-begitu-sempurna-nyaris-tanpa-cacat-selain-kecenderungannya-untuk-nangis-melulu ini ada di titik ekstrem orang baik, dan Bartimaeus kemungkinan besar ada di ujung ekstrem lainnya. But still, saya kok lebih suka Bartimaeus ya? Sepertinya mungkin saya akan lebih cocok berteman dengan si Bartimaeus dibanding si lelaki itu (siapa sih namanya? Fahri? Fahmi? I have a feeling that his name starts with "F").

Inget serial Ally McBeal zaman dulu? Karakter favorit saya disitu adalah Ling Woo. The bitchy lady. I just love her. I mean, she's bitchy, in a very elegant way. Ekspresi lempengnya dia tiap kali nyela orang, komentar pedasnya yang nusuk abis tapi ngena banget, I was amazed by her.

Di minggu ke 6 untuk mata kuliah Environmental Revolution, kami membahas mengenai drama yang ditulis Goethe, Faust. Di kelas, saya mengutarakan ketertarikan saya pada Mephisto, the devil's character in the play. Teman-teman sekelas yang lain langsung pada tertawa, tapi Priya, dosen kami itu, menanyakan alasan saya. And I said, "because he is definetely evil *hey, he's the devil anyway, he should be evil!*, but he is evil in such an elegant way. Just look at the way he talked to Faust, instead of directly show Faust what he has to do, Mephisto persuaded Faust to do some things by showing Faust what might come as a result...". Priya langsung manggut-manggut, dan berkata, "I also think that unconsciously people will also like Mephisto, because he makes things happen, in his own way".

Dan entah kenapa, saya menulis ini di status fesbuk saya: "Utami thinks that if she ever has to do something evil, she will do it in such an elegant way, just like Mephisto". Salah satu teman pun komen, "memangnya ada evil yang elegant?".

Dear, in the real world, things don't come in pure black and white. There are shades of grey. Be honest, even your favourite people, might still have some weaknesses. Dan seringkali kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang-orang yang kita anggap, well, katakanlah jahat *i hate that word, by the way, the sense is too strong*, ternyata masih punya sisi-sisi kebaikan.
Bartimaeus, misalnya, meskipun hubungan dia dengan Nathaniel tidak pernah benar-benar mulus, toh, akhirnya di ujung cerita sepertinya menyukai Nathaniel. Bahkan seperti kata K'Alfi, mungkin kalo ada lanjutan trilogi ini, Bartimaeus will take the form of Nat instead of Ptolemy. Di salah satu episode Ally McBeal, seingat saya, Ling pernah membantu seorang anak kecil di rumah sakit dan Ling nyari menangis karena tersentuh oleh anak kecil itu.

Kadang-kadang, saya justru merasa bisa lebih banyak belajar dari tokoh-tokoh antagonis itu. Bukan, not learning how to be evil. Tapi saya belajar bahwa meskipun orang memandang rendah kita, meskipun orang sebel sama kita karena kitalah si antagonis itu, it shouldn't stop us from doing good things. Duh, ekstrimnya nih ya, saya sempat merasa emosi sesaat waktu mendengar seorang wanita berjubah buru-buru membersihkan lantai yang bekas dipakai seorang teman untuk sholat, hanya karena teman itu ternyata tidak memakai kerudung dalam kesehariannya. Dan dia melakukannya di HADAPAN teman saya itu. Astaghfirulloh... , menjaga hubungan baik dengan sesama manusia bukannya juga ajaran Islam sih? Dan saya merasa begitu tersentuh waktu saya melihat seorang laki-laki sangar bertato membantu seorang nenek tua menyeberang jalan yang ramai di Jogja dulu. Di dua hal tersebut, bisakah kita memberi warna hitam dan putih? Dan menyadari bahwa dunia tak hanya hitam putih ini membuat saya berusaha untuk terus belajar mencoba melihat seseorang tak hanya di permukaannya saja. Apakah hitam yang dilakukan seseorang memang karena dorongan hitam hatinya? Apakah putihnya seseorang itu absolut? Karena saya sendiri pun sadar, saya tak akan pernah menjadi putih, tapi saya terus berusaha agar tidak berada di titik ekstrim hitam *eh, kok malah berasa kayak iklan pemutih wajah ga sih?*. And my window to see the world, it reflects many shades of grey...

6 komentar:

  1. berarti bener dund... 'don't judge a book by its cover :)
    salam hangat :)

    BalasHapus
  2. Sedikit bingung nih, protagonis or antagonis?
    Anyway, banyak yg gak sadar kalo justru villain-lah yang membuat suatu cerita jadi hidup (both fiction or real). Jutaan orang mungkin membenci Hitler karena aksinya, but in the other hand, mereka juga terpesona dengan karismanya. Apalah arti Superman tanpa Lex Luthor or Batman tanpa Joker...
    I don't know, do you think that it's just another example how our universe works in balance?

    BalasHapus
  3. @ siomay lover: yup.. begitulah :D
    @ Alberth: heuuu..iiya BErth, my mistake, it should be antagonis, tapi udah kubenerin kok. Thank's ya...

    BalasHapus
  4. aku setuju mi...
    bukan cuman putih ma item, ada kelabu juga..
    jadi, orang yang keliatan jahat itu kadangkala bisa baik juga , juga orang yang baik kadang2 bisa jahat juga..:D
    eniwei, ni postingan mirip ma postingan aku ya?

    ps: aku suka ma tokoh antihero--yang dari luar jahat, pi sebenarnya hati ma maksudnya baek..

    BalasHapus
  5. yah, grey area. kita memang cenderung menghakimi sesuatu itu adalah baik atau buruk karena dampaknya dalam hubungan sosial, dan bukankah itu yang terpenting? kebenanan yang menyangkut hubungan dan keimanan seseorang dengan tuhannya, biarlah menjadi urusan mereka saja.

    BalasHapus
  6. Gee,i love this posting mba... tepat sasaran...wkwkwk

    BalasHapus