( Originally written : 23 Juni 2007)
Dulu, entah karena pengaruh apa, aku sempat punya cita-cita mulia, menjadi salah satu otang yang bergerak di bidang pekerjaan sosial, which is: jadi guru TK. Yup. Silakan terheran-heran. I love kids, I really do. Selama mereka bisa bersikap manis di depanku. Dan tidak berlarian kemana-mana sambil meneriakkan lagu peperangan (apalagi yang lebih bisa mendeskripsikan jeritan-jeritan itu?). I love CUTE kids, not the naughty ones. Jadi jangan salahkan aku kalau aku bukanlah orang yang bisa bersikap manis di depan anak kecil. Ask my niece. Bukan berarti aku tukang ambil permen punya mereka (chocolate is what I take from them, not candy), tapi sekali ada anak kecil yang melotot ke aku, tanpa perasaan bersalah (for fighting with someone who is definetely NOT at my age) aku bakalan balas melotot.
Aku tipe orang yang bisa tersenyum dan melambai pada anak kecil lucu yang terlihat manis, tapi begitu mereka keliatan mulai menunjukkan tanda-tanda premanisme, don’t expect me to be an angel.
Tapi tooohhh…aku tetap tante kesayangan keponakanku tercinta. Diana Nadia Maulida. The little angel in our family, who is also known as the little devil. Dan demi keponakan kesayangan Tante Ami yang paling cantik dan paling pintar sedunia (bisa dipastikan anak itu bakalan mengalami gejala narsistik yang sama parahnya dengan aku dan Ita)., aku rela bolos kerja demi menghadiri acara perpisahan Play Groupnya si Dian. Akhirnya Dian bisa lulus dengan selamat dari Play Group, sebagaimana anak-anak lain yang juga sekolah disana.
Jujur, selama disana, aku salut banget dengan guru-guru TK itu. Yang sanggup bertahan di tengah teriakan-teriakan super-duper cempreng itu. Yang tetap bisa sabar melihat anak-anak itu berkeliaran tidak jelas. Yang tidak emosi, walaupun para anak itu telah berdiri di atas panggung, malah saling memukul dengan balon, instead of singing ”Balonku Ada Lima” as what have been planned before.
Aaaanyhoooow... those kids are still looks sooooo cute. Bahkan beberapa dari mereka berhasil terlihat sooooo adorable. Dan si Dian? Wah, aku akhirnya menyadari suatu fakta, bahwa berkat sistem pendidikan Sparta dari aku dan Ita, kami para tantenya ini berhasil membuat dia tumbuh sebagai seorang narsistik yang banci tampil. Pertama, dia sangat sadar akan keberadaan kamera, dan tidak rela kalo kamera itu merekam kejadian apapun tanpa dia bergaya secentil mungkin. Kedua, diantara semua temannya (ada lima atau 6 kali ya…) yang maju ke depan untuk menyanyi lagu “Dua Mata Saya”, cuma dia yang dengan penuh percaya diri bergoyang, melenggok, dan menyanyi sekencang-kencangnya. Sementara yang lain harus dipaksa untuk tetap berdiri di atas panggung… Dan setelah pulang ke rumah, masih merasakan euforia atas penampilan pertama di depan khalayak ramai, dia dengan tegas dan mantap, memutuskan : “Dian kalau kuliah mau ambil jurusan kimia (Ya, aku meng-indoktrinasinya untuk suka kimia. So what?) kayak Tante Ami. Tapi Dian mau jadi artis, menyanyi, masuk tivi. Makanya Dian ga mau gede-gede banget. Nanti tivi-nya nggak muat.” And FYI, yang ngomong gitu adalah ponakan gua, yang baru saja merayakan ultah ke-4nya tanggal 22 Mei kemaren…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rabu, 04 Juli 2007
The Farewell Party
( Originally written : 23 Juni 2007)
Dulu, entah karena pengaruh apa, aku sempat punya cita-cita mulia, menjadi salah satu otang yang bergerak di bidang pekerjaan sosial, which is: jadi guru TK. Yup. Silakan terheran-heran. I love kids, I really do. Selama mereka bisa bersikap manis di depanku. Dan tidak berlarian kemana-mana sambil meneriakkan lagu peperangan (apalagi yang lebih bisa mendeskripsikan jeritan-jeritan itu?). I love CUTE kids, not the naughty ones. Jadi jangan salahkan aku kalau aku bukanlah orang yang bisa bersikap manis di depan anak kecil. Ask my niece. Bukan berarti aku tukang ambil permen punya mereka (chocolate is what I take from them, not candy), tapi sekali ada anak kecil yang melotot ke aku, tanpa perasaan bersalah (for fighting with someone who is definetely NOT at my age) aku bakalan balas melotot.
Aku tipe orang yang bisa tersenyum dan melambai pada anak kecil lucu yang terlihat manis, tapi begitu mereka keliatan mulai menunjukkan tanda-tanda premanisme, don’t expect me to be an angel.
Tapi tooohhh…aku tetap tante kesayangan keponakanku tercinta. Diana Nadia Maulida. The little angel in our family, who is also known as the little devil. Dan demi keponakan kesayangan Tante Ami yang paling cantik dan paling pintar sedunia (bisa dipastikan anak itu bakalan mengalami gejala narsistik yang sama parahnya dengan aku dan Ita)., aku rela bolos kerja demi menghadiri acara perpisahan Play Groupnya si Dian. Akhirnya Dian bisa lulus dengan selamat dari Play Group, sebagaimana anak-anak lain yang juga sekolah disana.
Jujur, selama disana, aku salut banget dengan guru-guru TK itu. Yang sanggup bertahan di tengah teriakan-teriakan super-duper cempreng itu. Yang tetap bisa sabar melihat anak-anak itu berkeliaran tidak jelas. Yang tidak emosi, walaupun para anak itu telah berdiri di atas panggung, malah saling memukul dengan balon, instead of singing ”Balonku Ada Lima” as what have been planned before.
Aaaanyhoooow... those kids are still looks sooooo cute. Bahkan beberapa dari mereka berhasil terlihat sooooo adorable. Dan si Dian? Wah, aku akhirnya menyadari suatu fakta, bahwa berkat sistem pendidikan Sparta dari aku dan Ita, kami para tantenya ini berhasil membuat dia tumbuh sebagai seorang narsistik yang banci tampil. Pertama, dia sangat sadar akan keberadaan kamera, dan tidak rela kalo kamera itu merekam kejadian apapun tanpa dia bergaya secentil mungkin. Kedua, diantara semua temannya (ada lima atau 6 kali ya…) yang maju ke depan untuk menyanyi lagu “Dua Mata Saya”, cuma dia yang dengan penuh percaya diri bergoyang, melenggok, dan menyanyi sekencang-kencangnya. Sementara yang lain harus dipaksa untuk tetap berdiri di atas panggung… Dan setelah pulang ke rumah, masih merasakan euforia atas penampilan pertama di depan khalayak ramai, dia dengan tegas dan mantap, memutuskan : “Dian kalau kuliah mau ambil jurusan kimia (Ya, aku meng-indoktrinasinya untuk suka kimia. So what?) kayak Tante Ami. Tapi Dian mau jadi artis, menyanyi, masuk tivi. Makanya Dian ga mau gede-gede banget. Nanti tivi-nya nggak muat.” And FYI, yang ngomong gitu adalah ponakan gua, yang baru saja merayakan ultah ke-4nya tanggal 22 Mei kemaren…
Dulu, entah karena pengaruh apa, aku sempat punya cita-cita mulia, menjadi salah satu otang yang bergerak di bidang pekerjaan sosial, which is: jadi guru TK. Yup. Silakan terheran-heran. I love kids, I really do. Selama mereka bisa bersikap manis di depanku. Dan tidak berlarian kemana-mana sambil meneriakkan lagu peperangan (apalagi yang lebih bisa mendeskripsikan jeritan-jeritan itu?). I love CUTE kids, not the naughty ones. Jadi jangan salahkan aku kalau aku bukanlah orang yang bisa bersikap manis di depan anak kecil. Ask my niece. Bukan berarti aku tukang ambil permen punya mereka (chocolate is what I take from them, not candy), tapi sekali ada anak kecil yang melotot ke aku, tanpa perasaan bersalah (for fighting with someone who is definetely NOT at my age) aku bakalan balas melotot.
Aku tipe orang yang bisa tersenyum dan melambai pada anak kecil lucu yang terlihat manis, tapi begitu mereka keliatan mulai menunjukkan tanda-tanda premanisme, don’t expect me to be an angel.
Tapi tooohhh…aku tetap tante kesayangan keponakanku tercinta. Diana Nadia Maulida. The little angel in our family, who is also known as the little devil. Dan demi keponakan kesayangan Tante Ami yang paling cantik dan paling pintar sedunia (bisa dipastikan anak itu bakalan mengalami gejala narsistik yang sama parahnya dengan aku dan Ita)., aku rela bolos kerja demi menghadiri acara perpisahan Play Groupnya si Dian. Akhirnya Dian bisa lulus dengan selamat dari Play Group, sebagaimana anak-anak lain yang juga sekolah disana.
Jujur, selama disana, aku salut banget dengan guru-guru TK itu. Yang sanggup bertahan di tengah teriakan-teriakan super-duper cempreng itu. Yang tetap bisa sabar melihat anak-anak itu berkeliaran tidak jelas. Yang tidak emosi, walaupun para anak itu telah berdiri di atas panggung, malah saling memukul dengan balon, instead of singing ”Balonku Ada Lima” as what have been planned before.
Aaaanyhoooow... those kids are still looks sooooo cute. Bahkan beberapa dari mereka berhasil terlihat sooooo adorable. Dan si Dian? Wah, aku akhirnya menyadari suatu fakta, bahwa berkat sistem pendidikan Sparta dari aku dan Ita, kami para tantenya ini berhasil membuat dia tumbuh sebagai seorang narsistik yang banci tampil. Pertama, dia sangat sadar akan keberadaan kamera, dan tidak rela kalo kamera itu merekam kejadian apapun tanpa dia bergaya secentil mungkin. Kedua, diantara semua temannya (ada lima atau 6 kali ya…) yang maju ke depan untuk menyanyi lagu “Dua Mata Saya”, cuma dia yang dengan penuh percaya diri bergoyang, melenggok, dan menyanyi sekencang-kencangnya. Sementara yang lain harus dipaksa untuk tetap berdiri di atas panggung… Dan setelah pulang ke rumah, masih merasakan euforia atas penampilan pertama di depan khalayak ramai, dia dengan tegas dan mantap, memutuskan : “Dian kalau kuliah mau ambil jurusan kimia (Ya, aku meng-indoktrinasinya untuk suka kimia. So what?) kayak Tante Ami. Tapi Dian mau jadi artis, menyanyi, masuk tivi. Makanya Dian ga mau gede-gede banget. Nanti tivi-nya nggak muat.” And FYI, yang ngomong gitu adalah ponakan gua, yang baru saja merayakan ultah ke-4nya tanggal 22 Mei kemaren…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar