(Originally written : 27 Juni 2007)
Pada dasarnya, aku suka kembang. Banget. Almost any kind, mawar, melati, anggrek, aster, dahlia, sebutin aja semua.... Yang jadi masalah adalah : it’s the flowers that don’t like me. Ga peduli secinta apapun aku ma kembang, tetep aja aku ga bisa nanam bunga, atau apapun yang berbatang, berdaun, dan memiliki klorofil. Waktu kuliah dulu, aku suka (berusaha) menanam bunga pot di kost. Aku bahkan beli buku self-help tentang serba-serbi merawat mawar. Nice book, with great photos of blooming colorful roses. But the fact is, mawar-mawar yang kelihatan berkembang di kost ku cuma ya yang ada dalam gambar di buku-buku tadi. Semua mawar dalam pot ku adalah penggemar Chairil Anwar, spesifically puisi si Chairil Anwar yang judulnya Diponegoro (Or is it “Aku”?, I kinda forget). Hanya saja mereka menterjemahkan bait “Sekali berarti, sudah itu mati” secara konkrit menjadi “Sekali berbunga, sudah itu mati”. That’s it. Bahkan dalam ke-desperate-an aku (hmm…such a strange noun), aku mencoba teori bahwa bunga juga punya perasaan. Jadi aja tiap pagi dan sore aku mengajak mereka (baca : kembang yang kutanam) mengobrol. Yeah, I know I looked like a freak, tapi paling enggak aku tidak merasa mendengar para tanaman itu balas menyahutiku. Dan obrolan pagi-sore itu hanya menyebabkan rata-rata umur tanamanku bertambah 3 hari (Yeah, as if I really do the counting). Memang sih, mawar termasuk tanaman yang rada ribet perawatannya. Jadi mungkin kegagalanku yang bertubi-tubi dan berulang kali dengan bunga mawar tidak bisa dijadikan patokan akan kebodohanku bercocok tanam. Tapiiii…. This is the embarassing fact: bahkan kaktus pun mati dalam perawatanku. Ya. Kaktus yang ga usah disiram. Yang ga usah diapa-apain juga tumbuh. Yang dibuang juga tetep tahan banting. Si kaktus yang gagah perkasa dan tahan segala macam bentuk siksaan itu ternyata menganggap bahwa tumbuh bersama diriku mrupakan pilihan yang terlalu menyedihkan, sehingga dia lebih memilih mati dan mengering saat tahu akulah yang sedang berusaha agar dia bisa tumbuh. Semenjak kematian kaktus dalam pot di depan kamar kostku, aku menghentikan usahaku sepanjang 2 tahun untuk bercocok tanam. Dan resmilah aku dihina-dina di kost sebagai orang-paling-tidak-bisa-menyentuh-tanaman.
Sebenernya fakta bahwa tanaman sangat enggan tumbuh kalo udah aku pegang, cukup menyakitkan hati, secara Abah (Yup! My own father, who had given me half of my DNAs) adalah salah satu orang yang paling bertangan dingin (atau bertangan hijau ya?). Liat aja taman di depan rumah. Di samping rumah. Nyaris tiap 2 minggu sekali, ada aja orang yang minta kembang sama Abah. Apalagi setelah resmi jadi pensiunan, semakin banyaklah Abah bercengkrama dengan tanaman-tanaman tercintanya.
Nah, masih ada hubungannya dengan kembang nih. Begitu melihat Bu Radna bawa-bawa Kamboja Jepang, yang aku tahu disukai sama Abah, aku langsung melihat peluang untuk berbakti kepada orang tua tercinta : apalagi kalo bukan dengan memberi Kamboja Jepang dalam pot sebagai hadiah untuk Abah tercinta? What a great idea from a genious like me!! Masalahnya, Bu Radna ternyata ga beli, dia minta sama K’Riza. Ga masalah. Menabah-nabahkan diri, aku coba minta dengan K’Riza. Dan terjadilah dialog ini di ruangan Kimia I, di sela-sela pengambilan akuades
Setting :
Ruangan Teknisi. Laboratorium Kimia I
Aku (A) : Ka Riza, kayaknya dirimu sudah berlaku tidak adil padaku deh
K’ Riza (Rz) : Hah?
A : Kok cuma Bu Radna yang dikasih kembang?
Rz : Emang kamu juga minta?
A : Enggak.
Rz : ...
B’Radna (Rd) : Ye... aku kan minta Mi, pake acara ngasih pot lagi ke Riza.
Rz : Tuh… Kamu sih ga pake acara minta.
A : Penting ya?
Rd : Naaaahhh…. Nanti dikira apa-apa lho…
Rz : Iya. Enak aja. Nanti dikira apaan aku ngasih-ngasih kembang ke kamu!!
(Oh, come on...kembang dalam pot gitu lhooo.... bukan setangkai mawar!! Gosip macam apa sih yang bisa muncuuuul!!!)
A : Oh, ya udah deh. Ka Riza, aku minta kembang.
Rz : ...
A : Eh, enggak ding. Abah ku yang minta
Rz : Lho?
A : Iya Ka. Aku kan bodoh kalo udah urusan nanem. Kaktus aja mati kok kalo aku
yang nanem
Rz : Mi, kaktus itu ga diapa-apain juga tumbuh
A : Iya, aku tau. Tapi dia lebih memilih mati kalo aku yang nanem
Rz : (Geleng-geleng kepala)
(Tuhan...kenapa ekspresi macam ini yang selalu aku dapet dari orang orang terhadapku????)
A : Atau gimana kalo kita barter aja? Di rumah banyak taneman kok. Kan Abah
jago nanem taneman...
Rz : Emang kamu punyanya apa?
A : Maunya yang berbunga atau yang hijau-hijau saja?
Rz : Yang berbunga dong...
A : Pepaya!!
Rz : Ketinggian.
A : Belimbing mungkin?
Rz : …
A : Atau Jambu?
Rz : ...
A : Hmm...gimana kalo mangga?
Rz : Mi. BerBUNGA.
A : Ah! Aku tau... teratai!!!
Yah, kayaknya adegan selanjutnya sangat mudah ditebak... aku nyengir pada dinding, karena K’Riza udah berlalu dari hadapanku. Dengan kesal. Karena kebodohanku untuk gagal membedakan buah dan bunga...hiks... Tapi kan pepaya juga ada bunganya sedikiiiiitttt!!!!! Dan teratai juga bunga kan??
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rabu, 04 Juli 2007
Flowery (???) Me
(Originally written : 27 Juni 2007)
Pada dasarnya, aku suka kembang. Banget. Almost any kind, mawar, melati, anggrek, aster, dahlia, sebutin aja semua.... Yang jadi masalah adalah : it’s the flowers that don’t like me. Ga peduli secinta apapun aku ma kembang, tetep aja aku ga bisa nanam bunga, atau apapun yang berbatang, berdaun, dan memiliki klorofil. Waktu kuliah dulu, aku suka (berusaha) menanam bunga pot di kost. Aku bahkan beli buku self-help tentang serba-serbi merawat mawar. Nice book, with great photos of blooming colorful roses. But the fact is, mawar-mawar yang kelihatan berkembang di kost ku cuma ya yang ada dalam gambar di buku-buku tadi. Semua mawar dalam pot ku adalah penggemar Chairil Anwar, spesifically puisi si Chairil Anwar yang judulnya Diponegoro (Or is it “Aku”?, I kinda forget). Hanya saja mereka menterjemahkan bait “Sekali berarti, sudah itu mati” secara konkrit menjadi “Sekali berbunga, sudah itu mati”. That’s it. Bahkan dalam ke-desperate-an aku (hmm…such a strange noun), aku mencoba teori bahwa bunga juga punya perasaan. Jadi aja tiap pagi dan sore aku mengajak mereka (baca : kembang yang kutanam) mengobrol. Yeah, I know I looked like a freak, tapi paling enggak aku tidak merasa mendengar para tanaman itu balas menyahutiku. Dan obrolan pagi-sore itu hanya menyebabkan rata-rata umur tanamanku bertambah 3 hari (Yeah, as if I really do the counting). Memang sih, mawar termasuk tanaman yang rada ribet perawatannya. Jadi mungkin kegagalanku yang bertubi-tubi dan berulang kali dengan bunga mawar tidak bisa dijadikan patokan akan kebodohanku bercocok tanam. Tapiiii…. This is the embarassing fact: bahkan kaktus pun mati dalam perawatanku. Ya. Kaktus yang ga usah disiram. Yang ga usah diapa-apain juga tumbuh. Yang dibuang juga tetep tahan banting. Si kaktus yang gagah perkasa dan tahan segala macam bentuk siksaan itu ternyata menganggap bahwa tumbuh bersama diriku mrupakan pilihan yang terlalu menyedihkan, sehingga dia lebih memilih mati dan mengering saat tahu akulah yang sedang berusaha agar dia bisa tumbuh. Semenjak kematian kaktus dalam pot di depan kamar kostku, aku menghentikan usahaku sepanjang 2 tahun untuk bercocok tanam. Dan resmilah aku dihina-dina di kost sebagai orang-paling-tidak-bisa-menyentuh-tanaman.
Sebenernya fakta bahwa tanaman sangat enggan tumbuh kalo udah aku pegang, cukup menyakitkan hati, secara Abah (Yup! My own father, who had given me half of my DNAs) adalah salah satu orang yang paling bertangan dingin (atau bertangan hijau ya?). Liat aja taman di depan rumah. Di samping rumah. Nyaris tiap 2 minggu sekali, ada aja orang yang minta kembang sama Abah. Apalagi setelah resmi jadi pensiunan, semakin banyaklah Abah bercengkrama dengan tanaman-tanaman tercintanya.
Nah, masih ada hubungannya dengan kembang nih. Begitu melihat Bu Radna bawa-bawa Kamboja Jepang, yang aku tahu disukai sama Abah, aku langsung melihat peluang untuk berbakti kepada orang tua tercinta : apalagi kalo bukan dengan memberi Kamboja Jepang dalam pot sebagai hadiah untuk Abah tercinta? What a great idea from a genious like me!! Masalahnya, Bu Radna ternyata ga beli, dia minta sama K’Riza. Ga masalah. Menabah-nabahkan diri, aku coba minta dengan K’Riza. Dan terjadilah dialog ini di ruangan Kimia I, di sela-sela pengambilan akuades
Setting :
Ruangan Teknisi. Laboratorium Kimia I
Aku (A) : Ka Riza, kayaknya dirimu sudah berlaku tidak adil padaku deh
K’ Riza (Rz) : Hah?
A : Kok cuma Bu Radna yang dikasih kembang?
Rz : Emang kamu juga minta?
A : Enggak.
Rz : ...
B’Radna (Rd) : Ye... aku kan minta Mi, pake acara ngasih pot lagi ke Riza.
Rz : Tuh… Kamu sih ga pake acara minta.
A : Penting ya?
Rd : Naaaahhh…. Nanti dikira apa-apa lho…
Rz : Iya. Enak aja. Nanti dikira apaan aku ngasih-ngasih kembang ke kamu!!
(Oh, come on...kembang dalam pot gitu lhooo.... bukan setangkai mawar!! Gosip macam apa sih yang bisa muncuuuul!!!)
A : Oh, ya udah deh. Ka Riza, aku minta kembang.
Rz : ...
A : Eh, enggak ding. Abah ku yang minta
Rz : Lho?
A : Iya Ka. Aku kan bodoh kalo udah urusan nanem. Kaktus aja mati kok kalo aku
yang nanem
Rz : Mi, kaktus itu ga diapa-apain juga tumbuh
A : Iya, aku tau. Tapi dia lebih memilih mati kalo aku yang nanem
Rz : (Geleng-geleng kepala)
(Tuhan...kenapa ekspresi macam ini yang selalu aku dapet dari orang orang terhadapku????)
A : Atau gimana kalo kita barter aja? Di rumah banyak taneman kok. Kan Abah
jago nanem taneman...
Rz : Emang kamu punyanya apa?
A : Maunya yang berbunga atau yang hijau-hijau saja?
Rz : Yang berbunga dong...
A : Pepaya!!
Rz : Ketinggian.
A : Belimbing mungkin?
Rz : …
A : Atau Jambu?
Rz : ...
A : Hmm...gimana kalo mangga?
Rz : Mi. BerBUNGA.
A : Ah! Aku tau... teratai!!!
Yah, kayaknya adegan selanjutnya sangat mudah ditebak... aku nyengir pada dinding, karena K’Riza udah berlalu dari hadapanku. Dengan kesal. Karena kebodohanku untuk gagal membedakan buah dan bunga...hiks... Tapi kan pepaya juga ada bunganya sedikiiiiitttt!!!!! Dan teratai juga bunga kan??
Pada dasarnya, aku suka kembang. Banget. Almost any kind, mawar, melati, anggrek, aster, dahlia, sebutin aja semua.... Yang jadi masalah adalah : it’s the flowers that don’t like me. Ga peduli secinta apapun aku ma kembang, tetep aja aku ga bisa nanam bunga, atau apapun yang berbatang, berdaun, dan memiliki klorofil. Waktu kuliah dulu, aku suka (berusaha) menanam bunga pot di kost. Aku bahkan beli buku self-help tentang serba-serbi merawat mawar. Nice book, with great photos of blooming colorful roses. But the fact is, mawar-mawar yang kelihatan berkembang di kost ku cuma ya yang ada dalam gambar di buku-buku tadi. Semua mawar dalam pot ku adalah penggemar Chairil Anwar, spesifically puisi si Chairil Anwar yang judulnya Diponegoro (Or is it “Aku”?, I kinda forget). Hanya saja mereka menterjemahkan bait “Sekali berarti, sudah itu mati” secara konkrit menjadi “Sekali berbunga, sudah itu mati”. That’s it. Bahkan dalam ke-desperate-an aku (hmm…such a strange noun), aku mencoba teori bahwa bunga juga punya perasaan. Jadi aja tiap pagi dan sore aku mengajak mereka (baca : kembang yang kutanam) mengobrol. Yeah, I know I looked like a freak, tapi paling enggak aku tidak merasa mendengar para tanaman itu balas menyahutiku. Dan obrolan pagi-sore itu hanya menyebabkan rata-rata umur tanamanku bertambah 3 hari (Yeah, as if I really do the counting). Memang sih, mawar termasuk tanaman yang rada ribet perawatannya. Jadi mungkin kegagalanku yang bertubi-tubi dan berulang kali dengan bunga mawar tidak bisa dijadikan patokan akan kebodohanku bercocok tanam. Tapiiii…. This is the embarassing fact: bahkan kaktus pun mati dalam perawatanku. Ya. Kaktus yang ga usah disiram. Yang ga usah diapa-apain juga tumbuh. Yang dibuang juga tetep tahan banting. Si kaktus yang gagah perkasa dan tahan segala macam bentuk siksaan itu ternyata menganggap bahwa tumbuh bersama diriku mrupakan pilihan yang terlalu menyedihkan, sehingga dia lebih memilih mati dan mengering saat tahu akulah yang sedang berusaha agar dia bisa tumbuh. Semenjak kematian kaktus dalam pot di depan kamar kostku, aku menghentikan usahaku sepanjang 2 tahun untuk bercocok tanam. Dan resmilah aku dihina-dina di kost sebagai orang-paling-tidak-bisa-menyentuh-tanaman.
Sebenernya fakta bahwa tanaman sangat enggan tumbuh kalo udah aku pegang, cukup menyakitkan hati, secara Abah (Yup! My own father, who had given me half of my DNAs) adalah salah satu orang yang paling bertangan dingin (atau bertangan hijau ya?). Liat aja taman di depan rumah. Di samping rumah. Nyaris tiap 2 minggu sekali, ada aja orang yang minta kembang sama Abah. Apalagi setelah resmi jadi pensiunan, semakin banyaklah Abah bercengkrama dengan tanaman-tanaman tercintanya.
Nah, masih ada hubungannya dengan kembang nih. Begitu melihat Bu Radna bawa-bawa Kamboja Jepang, yang aku tahu disukai sama Abah, aku langsung melihat peluang untuk berbakti kepada orang tua tercinta : apalagi kalo bukan dengan memberi Kamboja Jepang dalam pot sebagai hadiah untuk Abah tercinta? What a great idea from a genious like me!! Masalahnya, Bu Radna ternyata ga beli, dia minta sama K’Riza. Ga masalah. Menabah-nabahkan diri, aku coba minta dengan K’Riza. Dan terjadilah dialog ini di ruangan Kimia I, di sela-sela pengambilan akuades
Setting :
Ruangan Teknisi. Laboratorium Kimia I
Aku (A) : Ka Riza, kayaknya dirimu sudah berlaku tidak adil padaku deh
K’ Riza (Rz) : Hah?
A : Kok cuma Bu Radna yang dikasih kembang?
Rz : Emang kamu juga minta?
A : Enggak.
Rz : ...
B’Radna (Rd) : Ye... aku kan minta Mi, pake acara ngasih pot lagi ke Riza.
Rz : Tuh… Kamu sih ga pake acara minta.
A : Penting ya?
Rd : Naaaahhh…. Nanti dikira apa-apa lho…
Rz : Iya. Enak aja. Nanti dikira apaan aku ngasih-ngasih kembang ke kamu!!
(Oh, come on...kembang dalam pot gitu lhooo.... bukan setangkai mawar!! Gosip macam apa sih yang bisa muncuuuul!!!)
A : Oh, ya udah deh. Ka Riza, aku minta kembang.
Rz : ...
A : Eh, enggak ding. Abah ku yang minta
Rz : Lho?
A : Iya Ka. Aku kan bodoh kalo udah urusan nanem. Kaktus aja mati kok kalo aku
yang nanem
Rz : Mi, kaktus itu ga diapa-apain juga tumbuh
A : Iya, aku tau. Tapi dia lebih memilih mati kalo aku yang nanem
Rz : (Geleng-geleng kepala)
(Tuhan...kenapa ekspresi macam ini yang selalu aku dapet dari orang orang terhadapku????)
A : Atau gimana kalo kita barter aja? Di rumah banyak taneman kok. Kan Abah
jago nanem taneman...
Rz : Emang kamu punyanya apa?
A : Maunya yang berbunga atau yang hijau-hijau saja?
Rz : Yang berbunga dong...
A : Pepaya!!
Rz : Ketinggian.
A : Belimbing mungkin?
Rz : …
A : Atau Jambu?
Rz : ...
A : Hmm...gimana kalo mangga?
Rz : Mi. BerBUNGA.
A : Ah! Aku tau... teratai!!!
Yah, kayaknya adegan selanjutnya sangat mudah ditebak... aku nyengir pada dinding, karena K’Riza udah berlalu dari hadapanku. Dengan kesal. Karena kebodohanku untuk gagal membedakan buah dan bunga...hiks... Tapi kan pepaya juga ada bunganya sedikiiiiitttt!!!!! Dan teratai juga bunga kan??
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar