Rabu, 22 Agustus 2007

Angsa? Romantis? Ha!

Aku kembaliiiii!!! Duhai negaraku tercinta, maafkan aku tidak berpartisipasi dalam upacara pengibaran bendera tahun ini, karena masa-masa dimana aku seharusnya bergabung dengan civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat lainnya di lapangan untuk apel bendera, aku malah berleha-leha di Bandung sana... Iyaaa....aku liburan ke Bandung! Tanggal 16 kemaren, walaupun belum berwarna merah, aku udah ngabur ke Bandung. Dan kali ini, aku tidak sendiri, tapi ada si Dian, ponakanku yang ga kalah narsis-nya sama aku ikut mengganduliku. Capeknya emang banget-banget...tapi tau nggak, it’s all worth it. Semua kecapekan itu terbayar ngeliat muka Dian yang seneng banget bisa ngerasain naik pesawat untuk pertama kalinya, bisa bermain sepuasnya di Grha Irama (atau semacam itu, lupa merhatiin plang namanya), bisa liat dan memetik stroberi (walaupun sembunyi-sembunyi), bisa liat gajah. Iya, di Banjar kan ga ada gajah...jadi salah satu target utama Dian adalah ke kebun binatang Bandung. Begitu masuk kebun binatang, aku sama Ita langsung ngakak. Kami terakhir kali masuk ke sana sekitar...20 tahun yang lalu, mungkin? Dan semuanya masih terlihat dan terasa sama. Eh, emang usia gajah maksimal berapa tahun sih? Kok kayaknya gajah yang ada sama sekali tidak menunjukkan perubahan maupun pergantian apapun ya sama gajah yang kami liat waktu masih berstatus anak di bawah umur dulu?
Dan kunjungan ke kebun binatang itu membuat aku menyadari satu hal, sinetron-sinetron romantis itu bisa sangat menipu!!! Kan suka ada tuh sinetron-sinetron dengan adegan pasangan yang berkencan naik sepeda air berbentuk angsa dengan romantisnya. Bohong banget. Naik sepeda air itu ga ada romantis-romantisnya. Aku dan Ita udah membuktikan sendiri. Begitu naik ke sepeda itu, ternyata pijakan untuk mengayuhnya cuma ada di satu sisi, sisi yang aku duduki. Artinya aku yang harus mengayuhnya supaya sepeda itu bisa jalan, yang otomatis membuatku bertanggung jawab atas keselamatan satu orang anak TK kelas 0 kecil (Dian), seorang dosen Kimia (ya aku lah...siapa lagi), dan seorang Account Officer di Bank Pemerintah (betul...si Ita adekku itu). Sebagai catatan, tidak ada satupun dari ketiga orang itu yang bisa berenang, kecuali menggelepar-gelepar tidak jelas dalam air bisa dianggap sebagai salah satu gaya renang yang patut diperhitungkan.
Permasalahan pertama adalah, pedal itu beratnya bikin depresi. Aku sampe mau mati muda hanya untuk mengusahakan agar si pedal tetap berputar. Permasalahan kedua, aku punya kemampuan observasi ruang dan arah yang lebih parah daripada payah. Aku tidak pernah bisa memutuskan di saat yang tepat, kapan harus lurus, kapan harus belok ke kiri atau ke kanan untuk mencapai tujuan. Permasalahan ketiga, Ita yang dimandati untuk memegang kemudi, perlu waktu 2 hari untuk menentukan mana arah kiri dan mana kanan. Jadi di saat aku teriak-teriak ”Kiri...kiri...KIRIIII!!!” dia dengan paniknya membelokkan kemudi hingga kami berbelok ke kanan. Waktu aku teriak :”Lurus aja Ta..lurus...LURUSSSS!!!”..dia balas berteriak dengan histeris :”IYAAAAA!!!! Ini juga udah LURUS!!” sambil dengan pol-nya membelokkan kemudi ke kiri, hingga kami menabrak pulau-pulau tempat tinggal para monyet itu..Waktu aku udah mau berdoa untuk terakhir kalinya saking yakinnya bahwa kami ga bakalan selamat, Ita dengan kencengnya teriak, ”Mi...kalo mau ke sana, itu mau ke kiri atau ke kanan siiiihhh???”. Dian? Dia dengan senyum riang gembira memeluk leher angsa, sambil bertanya kepada kami :”Tante Ami, kok kita nabrak-nabrak terus sih?”.
Yah, paling tidak waktu itu kami berhasil memberikan hiburan segar bagi para pengunjung kebun binatang yang lagi bersantai di pinggir danau itu, mereka tanpa rasa berdosa mentertawakan dua orang lulusan PTN terbaik di Indonesia gagal untuk memanuverkan sebuah sepeda air.
Setelah sampai kembali di daratan..Abah rupanya lupa bahwa dua dari penumpang sepeda air malang itu adalah anak-anaknya, secara Abah tidak merasa perlu mengasihani kami yang udah berdarah-darah. Waktu kejadian tuh, si Abah sama sekali tidak merasakan naluri kebapakan untuk segera panik menyelamatan keselamatan kedua anak gadisnya yang sedang terancam, malah yang muncul adalah naluri fotografernya...
Sementara Mama masih terus mengomentari kebodohan yang kami lakukan, kami cuma bisa membela diri :”Bukan salah kita kok! Kita cuma dapet angsa yang psycho aja!! Memang angsanya tuh yang berniat mencelakakan kami..”.
Sambil mengatur nafas kembali (kayaknya waktu kita lagi rusuh mikir mau ke arah mana, kita sempet lupa untuk bernafas deh), aku dan Ita hanya menatap nanar pada perahu-perahu yang lewat.. Perahu-perahu itu terlihat begitu damai...begitu tenang....

2 komentar:

  1. A friend is just one click away. Sorry ikut menertawakan adegan dengan perahu bebek itu Mi...
    He he he

    BalasHapus
  2. Hidup adalah keindahan tanpa henti. Hidup adalah kejutan tanpa putus, dan hidup adalah kelucuan yang tak pernah terduga.
    Dan setiap peristiwa adalah perpaduan antara keindahan, kejutan dan kulucuan yang terus menerus akan kita nikmati. Tetapi semoga, hidup kita bisa menjadi keindahan, kejutan dan kulucuan bagi orang lain. Salam...

    BalasHapus

Rabu, 22 Agustus 2007

Angsa? Romantis? Ha!

Aku kembaliiiii!!! Duhai negaraku tercinta, maafkan aku tidak berpartisipasi dalam upacara pengibaran bendera tahun ini, karena masa-masa dimana aku seharusnya bergabung dengan civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat lainnya di lapangan untuk apel bendera, aku malah berleha-leha di Bandung sana... Iyaaa....aku liburan ke Bandung! Tanggal 16 kemaren, walaupun belum berwarna merah, aku udah ngabur ke Bandung. Dan kali ini, aku tidak sendiri, tapi ada si Dian, ponakanku yang ga kalah narsis-nya sama aku ikut mengganduliku. Capeknya emang banget-banget...tapi tau nggak, it’s all worth it. Semua kecapekan itu terbayar ngeliat muka Dian yang seneng banget bisa ngerasain naik pesawat untuk pertama kalinya, bisa bermain sepuasnya di Grha Irama (atau semacam itu, lupa merhatiin plang namanya), bisa liat dan memetik stroberi (walaupun sembunyi-sembunyi), bisa liat gajah. Iya, di Banjar kan ga ada gajah...jadi salah satu target utama Dian adalah ke kebun binatang Bandung. Begitu masuk kebun binatang, aku sama Ita langsung ngakak. Kami terakhir kali masuk ke sana sekitar...20 tahun yang lalu, mungkin? Dan semuanya masih terlihat dan terasa sama. Eh, emang usia gajah maksimal berapa tahun sih? Kok kayaknya gajah yang ada sama sekali tidak menunjukkan perubahan maupun pergantian apapun ya sama gajah yang kami liat waktu masih berstatus anak di bawah umur dulu?
Dan kunjungan ke kebun binatang itu membuat aku menyadari satu hal, sinetron-sinetron romantis itu bisa sangat menipu!!! Kan suka ada tuh sinetron-sinetron dengan adegan pasangan yang berkencan naik sepeda air berbentuk angsa dengan romantisnya. Bohong banget. Naik sepeda air itu ga ada romantis-romantisnya. Aku dan Ita udah membuktikan sendiri. Begitu naik ke sepeda itu, ternyata pijakan untuk mengayuhnya cuma ada di satu sisi, sisi yang aku duduki. Artinya aku yang harus mengayuhnya supaya sepeda itu bisa jalan, yang otomatis membuatku bertanggung jawab atas keselamatan satu orang anak TK kelas 0 kecil (Dian), seorang dosen Kimia (ya aku lah...siapa lagi), dan seorang Account Officer di Bank Pemerintah (betul...si Ita adekku itu). Sebagai catatan, tidak ada satupun dari ketiga orang itu yang bisa berenang, kecuali menggelepar-gelepar tidak jelas dalam air bisa dianggap sebagai salah satu gaya renang yang patut diperhitungkan.
Permasalahan pertama adalah, pedal itu beratnya bikin depresi. Aku sampe mau mati muda hanya untuk mengusahakan agar si pedal tetap berputar. Permasalahan kedua, aku punya kemampuan observasi ruang dan arah yang lebih parah daripada payah. Aku tidak pernah bisa memutuskan di saat yang tepat, kapan harus lurus, kapan harus belok ke kiri atau ke kanan untuk mencapai tujuan. Permasalahan ketiga, Ita yang dimandati untuk memegang kemudi, perlu waktu 2 hari untuk menentukan mana arah kiri dan mana kanan. Jadi di saat aku teriak-teriak ”Kiri...kiri...KIRIIII!!!” dia dengan paniknya membelokkan kemudi hingga kami berbelok ke kanan. Waktu aku teriak :”Lurus aja Ta..lurus...LURUSSSS!!!”..dia balas berteriak dengan histeris :”IYAAAAA!!!! Ini juga udah LURUS!!” sambil dengan pol-nya membelokkan kemudi ke kiri, hingga kami menabrak pulau-pulau tempat tinggal para monyet itu..Waktu aku udah mau berdoa untuk terakhir kalinya saking yakinnya bahwa kami ga bakalan selamat, Ita dengan kencengnya teriak, ”Mi...kalo mau ke sana, itu mau ke kiri atau ke kanan siiiihhh???”. Dian? Dia dengan senyum riang gembira memeluk leher angsa, sambil bertanya kepada kami :”Tante Ami, kok kita nabrak-nabrak terus sih?”.
Yah, paling tidak waktu itu kami berhasil memberikan hiburan segar bagi para pengunjung kebun binatang yang lagi bersantai di pinggir danau itu, mereka tanpa rasa berdosa mentertawakan dua orang lulusan PTN terbaik di Indonesia gagal untuk memanuverkan sebuah sepeda air.
Setelah sampai kembali di daratan..Abah rupanya lupa bahwa dua dari penumpang sepeda air malang itu adalah anak-anaknya, secara Abah tidak merasa perlu mengasihani kami yang udah berdarah-darah. Waktu kejadian tuh, si Abah sama sekali tidak merasakan naluri kebapakan untuk segera panik menyelamatan keselamatan kedua anak gadisnya yang sedang terancam, malah yang muncul adalah naluri fotografernya...
Sementara Mama masih terus mengomentari kebodohan yang kami lakukan, kami cuma bisa membela diri :”Bukan salah kita kok! Kita cuma dapet angsa yang psycho aja!! Memang angsanya tuh yang berniat mencelakakan kami..”.
Sambil mengatur nafas kembali (kayaknya waktu kita lagi rusuh mikir mau ke arah mana, kita sempet lupa untuk bernafas deh), aku dan Ita hanya menatap nanar pada perahu-perahu yang lewat.. Perahu-perahu itu terlihat begitu damai...begitu tenang....

2 komentar:

  1. A friend is just one click away. Sorry ikut menertawakan adegan dengan perahu bebek itu Mi...
    He he he

    BalasHapus
  2. Hidup adalah keindahan tanpa henti. Hidup adalah kejutan tanpa putus, dan hidup adalah kelucuan yang tak pernah terduga.
    Dan setiap peristiwa adalah perpaduan antara keindahan, kejutan dan kulucuan yang terus menerus akan kita nikmati. Tetapi semoga, hidup kita bisa menjadi keindahan, kejutan dan kulucuan bagi orang lain. Salam...

    BalasHapus